Langsung ke konten utama

Iseng-iseng Jadi Tenar

Aisha-poto diambil di auditorium Unimed, Senin (2/9)
Medan. Pukul 10 pagi. Bel tanda reses sudah berakhir. Anak-anak menghambur ke kelas. Hingga beberapa menit, guru tak kunjung masuk. Kesempatan itu selalu menjadi berkah bagi para murid yang hampir tiap hari diceramahi para guru karena maodel pembelajaran masih monoton dan searah.

Maka kesempatan itu tidak disia-siakan para murid. Masing-masing ambil kesibukan. Ada yang bernyanyi, memukul meja, menggangu teman, mondar mandir, dan macam-macam. Tak pelak kelas pun diisi suara ribut murid-murid.

Salah satu diantara murid itu mulai sadar kalau waktu itu berharga. Tak mungkin kembali. Karena itu perlu dimanfaatkan. Anak itu namanya Aisha. Selengkapnya Aisha Anindita. Siswa SD kelas 4 Panca Budi. "Dari pada ribut mending kita bikin puisi yok." usul Aisha pada teman semejanya, Siti Kalizah. "Ayo..." sahut Kalizah.

Mereka segera mengambil kertas dan pena. Aisha memulai sajaknya. 
Sekolah tempatku menimba ilmu
Kalizah melanjutkan dengan ide yang masih satu benang merah
Sekolah tempatku bertemu teman
Aisha jadi bersemangat. Ide di kepalanya kentara ia segera meneruskan
Sekolah tempatku bertemu guru
Sekolah tempat gembiraku ceria
Masuk ke bait dua, Aisha dan Kalizah berkejar-kejaran dalam ide. Tidak ingat lagi siapa yang memulai atau ini kalimat siapa hingga terangkumlah ide berikut:
Marilah kawan kita pergi sekolah
ambil buku kita belajar
kan kita songsong masa depan gemilang
mari menimba ilmu raih cita-cita
Coretan itu, memang tidak secepat yang saya tuliskan ini. Ada beberapa kata diganti. Ada yang dipangkas karena dirasa kepanjangan atau bunyinya kurang ramah ditelinga. Begitu puisi itu kelar, mereka menyusun nada-nada di mulut. nanana...nanana..nanana

Na..na..na itu membikin semangat mereka bangkit. Mereka berpikir perlu ada guru yang membantu mengaransemen lagu itu ke dalam musik. Tak pelak, Pak Taufik, guru seni musik mereka jumpai. Naskah itu mereka tunjukkan dan "na..na..na" itu mereka bunyikan.

Mendengar "na..na...na" dua muridnya itu, Pak Taufik tertarik. Ia segera pasang keyboard. Memilih nada-nada yang pas dan memainkannya. Jadilah sebuah lagu yang indah. Lagu berjudul "Sekolahku." Asyik, merdu dan rancak. Sarat makna pula!

Sambutan Pak Taufik tidak sampai disitu. Lagu karangan dua muridnya itu kemudian diperdengarkan kepada kepala sekolah. Tak dinyana, Pak Kepsek Darron juga suka. Maka atas instruksinya, lagu itu kemudian dijadikan lagu wajib yang harus diputarkan setiap hari, termasuk di even-even besar di sekolah.

"Sungguh saya tak menyangka akan jadi begini," ujar Aisha mengenang, saat diwawancarai di Auditorium Unimed, Senin (2/9), usai mempersembahkan sebuah lagu tentang Danau Toba, ciptaannya di hadapan Gubsu Gatot, Pangdam I/BB, Kapoldasu Syarif Gunawan, Konjen AS untuk Sumut Kathryn Crockart dan para pejabat Sumut serta guru, dosen, orang tua serta tamu undangan.

Gadis yang lahir 14 tahun silam itu ternyata tidak cuma jago bernyanyi dan mencipta lagu. Ia juga sayang lingkungan. Aisha kini menggemakan lagu tentang keindahan Danau Toba."Supaya semua orang di Sumut sadar bahwa Danau Toba itu indah." katanya. Baru-baru ini ia bersama komunitas lukisnya mengelar aksi bersih-bersih lingkungan pinggiran Danau Toba. "Kita kemudian melukis kerbau." sahutnya.

Selain peduli lingkungan, remaja berparas manis yang satu ini rupanya punya sederet pretasi. Pada 8 Oktober 2012, ia menyabet juara 2 Lomba Cipta lagu Nasional. Penyerahan hadiah langsung di Istana Kepresidenan, Cipanas, Jawa Barat. Baru-baru ini, 28 Juni 2013, ia menggondol juara 3 Lomba Poster Nasional "Sanitasi" di Istana Merdeka.

Tak kalah bergengsi, Desember 2012 lalu, putri sulung pasangan Drs Ermansyah  MHum-Rusana Yanti SE ini memenangi lomba lukis Juara 3 dalam rangka O2SN antar SMP se-Kota Medan. dan masih banyak lagi. Sedikitnya 300 piala telah tertata apik dirumahnya hasil menjuarai loma menulis, lukis, nyanyi, mendongeng dan cipta lagu.

Aisha terbilang sukses menata hidupnya dalam sekolah dan berkarya, antara belajar dengan ikut komunitas. Namun semua talentanya itu tak lepas dari campur tangan orangtuanya. Ayahnyalah yang pertama melihat bakatnya menanyi, walau ibunya bilang, "Tuh suara anakmu cempreng. Mana bisa jadi penyanyi?" Kata Aisha menirukan ucapan mamanya dulu.

Kendati demikian, apa pun yang dibilang ibunya, Ayah Aisha tetap menyemangai Aisha supaya rajin bernyanyi. Aisha kerap di bawa ke tempat karaokean sekadar untuk bernyanyi. dan proses itulah yang kian membantu Aisha menggali bakat nyanyinya.

Sementara bakat melukisnya, pertama kali disadari ibunya. "Ibu selalu membelikan aku crayon dan kertas gambar. Aku suka coret-coret. Suka warna-warna," tutur Aisha yang didampingi ibunya. Ibunya mengangguk saja atas perkataan Aisha.

Kini Aisha multitalenta. Banyak jalur bisa ditempuhnya. Masa depan baginya terbuka lebar. Ia tinggal memilih apa yang akan membawanya pada jalan kegemilangan. Inilah asyiknya jika potensi anak itu tergali secara maksimal sejak kecil. Apalagi didukung penuh orangtua. Siapa tidak gembira jika melihat masa depan anak kita indah dan menjanjikan? Karena itu, mari kita gali potensi anak-anak kita sejak dini dan biarkan mereka berekspresi di kemudaan mereka.


 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Syawal Gultom: Unimed Bagi Negeri

Oleh Dedy Hutajulu   Berkarir tinggi sampai ke Jakarta, tak membuat Syawal Gultom melupakan Unimed. Ia pulang membawa pengetahuan baru, biarKampus Hijau bisa menjadi pandu bagi negeri. Syawal Gultom LELAKI itu bangkit dari kursi. Ia tinggalkan setumpuk pekerjaan hanya demi menyambutku. Ruangan kami bertemu hanya seluas lapangan volley. Diisi banyak buku. Di tengah ruangan, ada sebuah meja dengan sofa yang disusun melingkar.Sofa itu biasa dipakai untuk menjamu paratamu.Laki-laki yang dimaksud adalah Syawal Gultom. Rektor baru Unimed.  Periode sebelumnya Syawal mengabdikan diri sebagai Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya   Manusia Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDMPMP) Kemendikbud, Jakarta. Di pundak Syawal saat itu dibebankan tanggung jawab berat. Ia harus menjamin desain besar mutu pendidikan di Indonesia. Seperti merpati yang ingat pulang, Syawalpun kembali ke Unimed. Mayoritas anggota Senat mendukung Syawal sebagai nahkoda Unimed. Sampai 2019 nanti, g...

Larut dalam Puisi

Tiada alasan untuk bodoh. Slogan "orang miskin dilarang sekolah" sudah saatnya dihela. Akses terhadap ilmu terbuka lebar. Siapa pun--khususnya orang kota, bisa cerdas dengan aneka bacaan. Banyak bacaan tersedia di toko buku. Hanya perlu kemauan untuk menyambanginya. KAlau terlalu sibuk dengan tugas kuliah atau pekerjaan, luangkanlah saat-saat akhir pekan. Seperti kebiasaanku dan adikku Ervan. Ervan menyempatkan melumat isi buku dengan matanya Satu-satunya cara yang kami gunakan untuk mengisi perayaan dirgahayu ke-68 RI adalah bersembunyi di balik-balik buku di Toko Buku Gramedia, jalan Gajah Mada, Medan. Setelah menerobos banyak kemacetan dari Pancing ke Gramed, akhirnya kami puaskan membaca sampai toko ini tutup.  bagiku sendiri, banyaknya bacaan di sini bikin kepala pusing memilih buku apa. Semuanya ada bagusnya. Tapi aku lebih tertarik membaca novel. sedang Ervan menyukai tokoh-tokoh selebritas Dunia. Diraihnyalah satu buku yang mengulas misteri kematian Michael Jac...

Selamatkan Lapangan Merdeka Medan

Lapangan Merdeka (Vukoraido) BERKACA dari keberhasilan penyelamatan Gedung Nasional Medan, kini para sejarawan, akademisi, mahasiswa, budayawan, pengamat budaya, dan dosen serta aktivis di Medan makin merapatkan barisan. Mereka sedang mengupayakan penyelamatan Lapangan Merdeka Medan dari usaha penghancuran pihak tertentu. Gerakan ini bermaksud mendorong pemerintah agar menyelamatkan Lapangan Merdeka yang kini telah kopak-kapik sehingga merusak makna sejarah yang ada tentang kota ini. Pembangunan skybridge (jembatan layang) sekaligus city cek in dan lahan parkir di sisi timur Lapangan Merdeka, menurut Hamdani Siregar, pengamat sejarah, itu adalah bagian dari upaya penghancuran sejarah. Apalagi, ketika pembangunan tersebut malah makin memunggungi satu monumen bersejarah di Medan, yakni monumen proklamasi kemerdekaan RI. “Ini momentum bagi kita untuk bangkit melawan. Bangkit menyelamatkan Lapangan Merdeka. Karena pembangunan di situ telah merusak sejarah bangsa i...