Langsung ke konten utama

Pesan Aam Gayung Bersambut

Hendra Gunawan Tarigan Caleg PDIP No Urut 10
Aam lekas mengambil henpon. Diketiknya nomor telepon yang tertera di poster sang caleg. Poster yang dipampang di akun fesbuk. Sms gayung bersambut. Sang kandidat mengontak balik. "Kita ketemu dimana? Sambil kopi darat ayo." ajakan yang diplomatis. Hati Aam kaget sekaligus dibesarkan. "Pesanku langsung dibalas, bang," ujarnya.

Sang caleg sengaja memasang nomor kontak, membuka ruang diskusi (grup) di fesbuk serta memampangkan program yang akan diusungnya nanti. Tiada satu pun posternya bisa anda temukan seliweran di pohon atau tiang listrik. Saya sudah coba mutar-mutar untuk mencari apakah ada satu pohon saja yang menjadi korban posternya? Ternyata tidak ada. Berani betul caleg satu ini menolak kampanye di pohon.

Tidak berlebihan kandidat yang satu ini. Ia berlatar belakang aktivis. Usianya muda. Tapi sejak remaja sudah menggandrungi politik. Semasa mahasiswa getol mengkritisi kebijakan kampus yang dinilai diskriminatif.

Saya ingat betul si caleg ini. Seorang pria berbadan sehat. Rambutnya halus dengan potongan belah pantat. ia kerap mengenakan jins. Secara akademik, ia lulusan fisika. Sarjana dari salah stau kampus negeri di Medan.

Di 2005, ia gigih menentang kebijakan kampus yang mematok dana penyertaan orangtua mahasiswa bagu sebesar Rp 18 juta. Ia bersama rekan aktivis maju. Membentuk barisan anti kebijakan rektor. Demo pun meletus di depan biro rektor. Baku pukul terjadi,.

Hantaman balok mengena ke badannya. tapi perjuangannya tak surut. Ia terus bersuara hingga rektor membatalkan kebijakan uang penyertaan itu menjadi Rp 500 ribu. Untuk keberaninya, ia ditawari jabatan strategis di kampus. Jadi dosen atau dapat mobil.

Tawaran itu ditampiknya mentah-mentah. Jawabnya ke pimpinan kampus, sederhana. Sangat sederhana. "Saya cuma ingin melihat adik-adik saya nanti bisa kuliah lagi di sini. Tidak macam-macam." Begitu.

Aam belum tahu sepak terjang sang caleg. Tapi ketika pesannya direspon cepat sang caleg, berdebarlah hatinya. Aam ingin sekali bisa tatap muka dengan dia. Seperti apa gerangan rupa caleg yang mendebarkan jantungnya itu. Aam tak mampu membangun gambaran apa-apa tentang sosok sang caleg. Walau ia berusaha mencoba. Hanya saja, ia merasa, kalau caleg satu ini punya sikap akomodatif untuk berdiskusi.

Beda jauh dengan si R atau J, dua caleg dari partai besar  yang sama sekali tak merespon pesan (sms) atau telpon. Sejak balasan sang caleg, Aam makin giat mempelajari profil caleg.

Aam masih muda. Ia pemilih pemula. Tapi sudah mantap hati dengan kandidat yang akan dipilihnya. Walau baru dua. Katanya, satu capres, satu lagi caleg kabupaten. Pemprov belum. Aam kini tak lagi berpikir golput. Ia punya cerita tentang satu dua kandidat yang dikontaknya. Bukan untuk kampanye tetapi bertukar pikiran tentang apa yang dialaminya.

Anda bagaimana?



Catatan, Caleg yang dikontak Aam adalah Hendra Gunawan Tarigan. Calon legistaltif DPRD Deli Serdang dari Partai PDI-Perjuangan Nomor Urut 10. Dengan daerah pemilihan 3: Patumbak, Tanjung Morawa dan Batang Kuis

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Syawal Gultom: Unimed Bagi Negeri

Oleh Dedy Hutajulu   Berkarir tinggi sampai ke Jakarta, tak membuat Syawal Gultom melupakan Unimed. Ia pulang membawa pengetahuan baru, biarKampus Hijau bisa menjadi pandu bagi negeri. Syawal Gultom LELAKI itu bangkit dari kursi. Ia tinggalkan setumpuk pekerjaan hanya demi menyambutku. Ruangan kami bertemu hanya seluas lapangan volley. Diisi banyak buku. Di tengah ruangan, ada sebuah meja dengan sofa yang disusun melingkar.Sofa itu biasa dipakai untuk menjamu paratamu.Laki-laki yang dimaksud adalah Syawal Gultom. Rektor baru Unimed.  Periode sebelumnya Syawal mengabdikan diri sebagai Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya   Manusia Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDMPMP) Kemendikbud, Jakarta. Di pundak Syawal saat itu dibebankan tanggung jawab berat. Ia harus menjamin desain besar mutu pendidikan di Indonesia. Seperti merpati yang ingat pulang, Syawalpun kembali ke Unimed. Mayoritas anggota Senat mendukung Syawal sebagai nahkoda Unimed. Sampai 2019 nanti, g...

Larut dalam Puisi

Tiada alasan untuk bodoh. Slogan "orang miskin dilarang sekolah" sudah saatnya dihela. Akses terhadap ilmu terbuka lebar. Siapa pun--khususnya orang kota, bisa cerdas dengan aneka bacaan. Banyak bacaan tersedia di toko buku. Hanya perlu kemauan untuk menyambanginya. KAlau terlalu sibuk dengan tugas kuliah atau pekerjaan, luangkanlah saat-saat akhir pekan. Seperti kebiasaanku dan adikku Ervan. Ervan menyempatkan melumat isi buku dengan matanya Satu-satunya cara yang kami gunakan untuk mengisi perayaan dirgahayu ke-68 RI adalah bersembunyi di balik-balik buku di Toko Buku Gramedia, jalan Gajah Mada, Medan. Setelah menerobos banyak kemacetan dari Pancing ke Gramed, akhirnya kami puaskan membaca sampai toko ini tutup.  bagiku sendiri, banyaknya bacaan di sini bikin kepala pusing memilih buku apa. Semuanya ada bagusnya. Tapi aku lebih tertarik membaca novel. sedang Ervan menyukai tokoh-tokoh selebritas Dunia. Diraihnyalah satu buku yang mengulas misteri kematian Michael Jac...

Selamatkan Lapangan Merdeka Medan

Lapangan Merdeka (Vukoraido) BERKACA dari keberhasilan penyelamatan Gedung Nasional Medan, kini para sejarawan, akademisi, mahasiswa, budayawan, pengamat budaya, dan dosen serta aktivis di Medan makin merapatkan barisan. Mereka sedang mengupayakan penyelamatan Lapangan Merdeka Medan dari usaha penghancuran pihak tertentu. Gerakan ini bermaksud mendorong pemerintah agar menyelamatkan Lapangan Merdeka yang kini telah kopak-kapik sehingga merusak makna sejarah yang ada tentang kota ini. Pembangunan skybridge (jembatan layang) sekaligus city cek in dan lahan parkir di sisi timur Lapangan Merdeka, menurut Hamdani Siregar, pengamat sejarah, itu adalah bagian dari upaya penghancuran sejarah. Apalagi, ketika pembangunan tersebut malah makin memunggungi satu monumen bersejarah di Medan, yakni monumen proklamasi kemerdekaan RI. “Ini momentum bagi kita untuk bangkit melawan. Bangkit menyelamatkan Lapangan Merdeka. Karena pembangunan di situ telah merusak sejarah bangsa i...