Langsung ke konten utama

Bukan Pecundang



Andrew Neymann berlatih keras/foto dari google
SUARA drum digebuk terdengar dari balik pintu. Kamera menyorotnya hingga ke dalam. Seorang pria muda gigih berlatih di sebuah ruang latihan di Shaffer Conservatory, sebuah sekolah musik kenamaan di Amerika.

Pemuda itu amat enerjik dan ambisius. Ia berlatih amat keras. Hingga Terrence, si guru killer meliriknya. Ia pun direkrut menjadi drummer di band musk Jazznya, Shaffer. Terence awalnya tertarik dengan Andrew Neyman karena kegigihannya berlatih. Dan Neyman sendiri amat bangga bisa bergabung dengan band Shaffer karena dibawah asuhan Terrence, mentor musik yang namanya terkenal di kalangan musisi dunia. 

Neyman tak mengira kalau menjadi drummer di bandnya Terrence itu sangat tidak mudah. Bahkan tak mengenakkan bak masuk neraka, tidak hanya harus menghadapi tekanan fisik, tetapi psikis juga. Apalagi, Terrence tak segan-segan melemparkan sesuatu dan memaki para anggota band jika melakukan kesalahan. Terrence punya telinga setajam anjing. Satu kesalahan nada saja simbal pun bisa melayang.

Namun Neyman berusaha menikmati proses itu dengan sangat baik. Di bawah tekanan yang amat sangat berat, ia terus berlatih. Menabuh drum hingga berkubang peluh, air mata dan darah. Ia terbiasa makan makian dari sang mentornya. Kemana ia pergi, baik di bus atau jalan atau tiduran di kamar, ia selalu mendengarkan musik drum untuk lagu wiplash.

Hingga setiap ketukan dan tempo lagu itu, dihafal matinya. Namun, Terrence menginginkan tempo cepat. Amat cepat. Seakan lagu wiplhas memaksa penabuh drumnya bermain dalam frustasi tingkat dewa dan kebrutalan yang amat sangat. Fletcher memaksa Neyman berlatih di luar batas kemampuannya. “I push people beyond what’s expected of them,” ujar Terrence. Adegan ini sukses mengobrak-abrik rasa empati dan kegeraman saya.

Mungkin ini satu-satunya filem yang berani mengangkat narasi tentang hidup seorang penabuh drum. Kisah drummer selama ini tak pernah mendapat sorotan di mata publik. Drummer biasanya cukup mengisi panggung bagian belakang. Ia tak populer. Namun Damien Chazelle, sutradara seperti berani keluar dari kotak berpikir kebanyakan orang.

Ambisi muda, spirit meraih sukses di dunia drummer, dibawah asuhan guru killer, adalah nilai jual cerita di filem ini. Sebagai musik dengan tingkat kesulitan tertinggi, Jazz serta kuatnya karakter aktornya, menjadi penguat fakta bahwa: siapa pun yang ingin meraih sukses harus siap berkubang keringat, air mata dan darah. Jika tidak, ia hanyalah pecundang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Syawal Gultom: Unimed Bagi Negeri

Oleh Dedy Hutajulu   Berkarir tinggi sampai ke Jakarta, tak membuat Syawal Gultom melupakan Unimed. Ia pulang membawa pengetahuan baru, biarKampus Hijau bisa menjadi pandu bagi negeri. Syawal Gultom LELAKI itu bangkit dari kursi. Ia tinggalkan setumpuk pekerjaan hanya demi menyambutku. Ruangan kami bertemu hanya seluas lapangan volley. Diisi banyak buku. Di tengah ruangan, ada sebuah meja dengan sofa yang disusun melingkar.Sofa itu biasa dipakai untuk menjamu paratamu.Laki-laki yang dimaksud adalah Syawal Gultom. Rektor baru Unimed.  Periode sebelumnya Syawal mengabdikan diri sebagai Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya   Manusia Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDMPMP) Kemendikbud, Jakarta. Di pundak Syawal saat itu dibebankan tanggung jawab berat. Ia harus menjamin desain besar mutu pendidikan di Indonesia. Seperti merpati yang ingat pulang, Syawalpun kembali ke Unimed. Mayoritas anggota Senat mendukung Syawal sebagai nahkoda Unimed. Sampai 2019 nanti, g...

Larut dalam Puisi

Tiada alasan untuk bodoh. Slogan "orang miskin dilarang sekolah" sudah saatnya dihela. Akses terhadap ilmu terbuka lebar. Siapa pun--khususnya orang kota, bisa cerdas dengan aneka bacaan. Banyak bacaan tersedia di toko buku. Hanya perlu kemauan untuk menyambanginya. KAlau terlalu sibuk dengan tugas kuliah atau pekerjaan, luangkanlah saat-saat akhir pekan. Seperti kebiasaanku dan adikku Ervan. Ervan menyempatkan melumat isi buku dengan matanya Satu-satunya cara yang kami gunakan untuk mengisi perayaan dirgahayu ke-68 RI adalah bersembunyi di balik-balik buku di Toko Buku Gramedia, jalan Gajah Mada, Medan. Setelah menerobos banyak kemacetan dari Pancing ke Gramed, akhirnya kami puaskan membaca sampai toko ini tutup.  bagiku sendiri, banyaknya bacaan di sini bikin kepala pusing memilih buku apa. Semuanya ada bagusnya. Tapi aku lebih tertarik membaca novel. sedang Ervan menyukai tokoh-tokoh selebritas Dunia. Diraihnyalah satu buku yang mengulas misteri kematian Michael Jac...

Selamatkan Lapangan Merdeka Medan

Lapangan Merdeka (Vukoraido) BERKACA dari keberhasilan penyelamatan Gedung Nasional Medan, kini para sejarawan, akademisi, mahasiswa, budayawan, pengamat budaya, dan dosen serta aktivis di Medan makin merapatkan barisan. Mereka sedang mengupayakan penyelamatan Lapangan Merdeka Medan dari usaha penghancuran pihak tertentu. Gerakan ini bermaksud mendorong pemerintah agar menyelamatkan Lapangan Merdeka yang kini telah kopak-kapik sehingga merusak makna sejarah yang ada tentang kota ini. Pembangunan skybridge (jembatan layang) sekaligus city cek in dan lahan parkir di sisi timur Lapangan Merdeka, menurut Hamdani Siregar, pengamat sejarah, itu adalah bagian dari upaya penghancuran sejarah. Apalagi, ketika pembangunan tersebut malah makin memunggungi satu monumen bersejarah di Medan, yakni monumen proklamasi kemerdekaan RI. “Ini momentum bagi kita untuk bangkit melawan. Bangkit menyelamatkan Lapangan Merdeka. Karena pembangunan di situ telah merusak sejarah bangsa i...