Langsung ke konten utama

Gadis dan Ranting



Cinderella saat melepaskan tangan ayahnya/foto dari google
KISAH gadis manis itu sudah lama kudengar. Dan dongeng-dongengnya sejak kecil sudah kuhafal mati. Tentang gadis yang berjodoh dengan pangeran di sebuah hutan, dan kisahnya berlanjut dengan pesta dansa bersama pangeran.

Dan teng! Satu dentang lonceng di tengah malam sudah cukup menyudahi kekuatan magic yang menyelubunginya. Wanita penuh pesona itu kembali pada kehidupan normalnya, wanita arang.
Cinderella, dalam kisahnya di bioskop baru-baru ini, sebenarnya tak punya daya tarik baru. Kisah ini hanya daur ulang dongeng anak-anak. Meski cara penyajiannya terbilang memukau. Namun tetap saja, semua sudah bisa menebak kalau jalan dan akhir filem tersebut.

Mungkin, ya, masih mungkin, satu-satunya yang menarik dari filem ini adalah kekuatan bahasanya. Pun pembukan cerita yang dimulai dari sebuah masa kanak-kanak. Seorang gadis kecil yang mencintai alam dengan sepenuh hatinya, gadis kecil yang berbicara dengan kupu-kupu, tikus dan kadal dan angsa. Gadis kecil yang senang memberi makan mahluk-mahluk hidup yang dalam dunia nyata amat dijijiki banyak orang.

"Ia mampu melihat dunia dari cara yang berbeda," begitu kutipannya.

Dan cara melihat dunia yang berbeda itulah nilai jual cerita ini. Kisah cintanya, sesungguhnya sangat tidak romantis. Dan menurut saya, kisah cintanya itu takkan pernah jadi dambaan bagi banyak sejoli di zaman kini. Tetapi cara Ella merikues sebuah kado dari papanya, bagi saya, adalah sebuah kepolosan yang amat memukau. Ia hanya meminta sepotong dahan yang patah di tengah jalan. Dahan yang dilemparnya pakai batu. "Dan setiap kali berhenti, papa harus melihat dahan itu dan ingatlah aku. Lakukan terus sampai papa di rumah," pinta Ella.

Cukup konyol dan gokil permintaan itu. Permintaan seorang anak gadi pada ayahnya yang hendak bepergian jauh. Sulitkah mendapat dahan itu? Tidak! Teramat susahkan melakukannya? Tergantung. Tetapi cinta yang sepenuhnya, yang selalu hadir di setiap langkah ayahnya, itulah sesungguhnya yang didamba Ella. Ia tak mengharapkan barang-barang lain, kecuali rasa rindu dari ayahnya. Baginya, sepanjang sang papa mengingatnya di setiap detak jantungnya, hidup terasa amat sempurna.

Itulah bagian paling menarik dari kisah ini. Dan tentu amat menarik ketika mengamati kekasih saya menikmati filem itu dengan baik. Dari kursi empuknya sesekali ia tersenyum. Dan kadang kala ia merasa bosan, tetapi cukup kuat menuntaskan filem ini hingga akhir cerita.

Ada yang mau sebatang ranting?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Syawal Gultom: Unimed Bagi Negeri

Oleh Dedy Hutajulu   Berkarir tinggi sampai ke Jakarta, tak membuat Syawal Gultom melupakan Unimed. Ia pulang membawa pengetahuan baru, biarKampus Hijau bisa menjadi pandu bagi negeri. Syawal Gultom LELAKI itu bangkit dari kursi. Ia tinggalkan setumpuk pekerjaan hanya demi menyambutku. Ruangan kami bertemu hanya seluas lapangan volley. Diisi banyak buku. Di tengah ruangan, ada sebuah meja dengan sofa yang disusun melingkar.Sofa itu biasa dipakai untuk menjamu paratamu.Laki-laki yang dimaksud adalah Syawal Gultom. Rektor baru Unimed.  Periode sebelumnya Syawal mengabdikan diri sebagai Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya   Manusia Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDMPMP) Kemendikbud, Jakarta. Di pundak Syawal saat itu dibebankan tanggung jawab berat. Ia harus menjamin desain besar mutu pendidikan di Indonesia. Seperti merpati yang ingat pulang, Syawalpun kembali ke Unimed. Mayoritas anggota Senat mendukung Syawal sebagai nahkoda Unimed. Sampai 2019 nanti, g...

Larut dalam Puisi

Tiada alasan untuk bodoh. Slogan "orang miskin dilarang sekolah" sudah saatnya dihela. Akses terhadap ilmu terbuka lebar. Siapa pun--khususnya orang kota, bisa cerdas dengan aneka bacaan. Banyak bacaan tersedia di toko buku. Hanya perlu kemauan untuk menyambanginya. KAlau terlalu sibuk dengan tugas kuliah atau pekerjaan, luangkanlah saat-saat akhir pekan. Seperti kebiasaanku dan adikku Ervan. Ervan menyempatkan melumat isi buku dengan matanya Satu-satunya cara yang kami gunakan untuk mengisi perayaan dirgahayu ke-68 RI adalah bersembunyi di balik-balik buku di Toko Buku Gramedia, jalan Gajah Mada, Medan. Setelah menerobos banyak kemacetan dari Pancing ke Gramed, akhirnya kami puaskan membaca sampai toko ini tutup.  bagiku sendiri, banyaknya bacaan di sini bikin kepala pusing memilih buku apa. Semuanya ada bagusnya. Tapi aku lebih tertarik membaca novel. sedang Ervan menyukai tokoh-tokoh selebritas Dunia. Diraihnyalah satu buku yang mengulas misteri kematian Michael Jac...

Selamatkan Lapangan Merdeka Medan

Lapangan Merdeka (Vukoraido) BERKACA dari keberhasilan penyelamatan Gedung Nasional Medan, kini para sejarawan, akademisi, mahasiswa, budayawan, pengamat budaya, dan dosen serta aktivis di Medan makin merapatkan barisan. Mereka sedang mengupayakan penyelamatan Lapangan Merdeka Medan dari usaha penghancuran pihak tertentu. Gerakan ini bermaksud mendorong pemerintah agar menyelamatkan Lapangan Merdeka yang kini telah kopak-kapik sehingga merusak makna sejarah yang ada tentang kota ini. Pembangunan skybridge (jembatan layang) sekaligus city cek in dan lahan parkir di sisi timur Lapangan Merdeka, menurut Hamdani Siregar, pengamat sejarah, itu adalah bagian dari upaya penghancuran sejarah. Apalagi, ketika pembangunan tersebut malah makin memunggungi satu monumen bersejarah di Medan, yakni monumen proklamasi kemerdekaan RI. “Ini momentum bagi kita untuk bangkit melawan. Bangkit menyelamatkan Lapangan Merdeka. Karena pembangunan di situ telah merusak sejarah bangsa i...