Langsung ke konten utama

Menyikapi Gelombang Ketidakpercayaan Rakyat



Oleh : Dedy Hutajulu*

DPR kini dilanda gelombang besar ketidakpercayaan rakyat.  Disadari atau tidak, kepercayaan rakyat terhadap DPR kian hari terasa kian surut.  Segudang tuntutan meminta DPR mau merubah watak. Sayangnya, tuntutan itu bertepuk sebelah tangan.  Akibatnya, wakil rakyat  tak henti-hentinya menjadi sorotan.
 Kali ini DPR diterpa tiga sorotan besar. Pertama, soal korupsi. Kedua, soal  citra. Dan ketiga, soal gedung baru. Tak pelak, wakil rakyat kian ramai dipergunjingkan dimana-mana. Kesimpulannya : DPR semakin tak dipercaya rakyat!
Sorotan pertama, DPR tersandung korupsi. Wah, ini perkara besar! Elit politik kita banyak  yang tersandung kasus korupsi. DPR sebagai bagian pilar bangsa yang fungsinya  sebagai lembaga anti  korupsi. Sayang sekali, DPR sendiri malah limbung karena diseret korupsi.
Tentu saja, tuntutan  mengenai sikap tegas setiap partai politik tak terhindarkan. Sebab, hampir semua partai politik yang ada kadernya di pemerintahan banyak yang  tersandung  korupsi. Diduga, politik transaksional belum sepenuhnya tersingkir. Sebaliknya: masih dipelihara.   
Sorotan kedua, Citra. Bukan hanya gara-gara ulah elit yang korup sehingga DPR disorot. Tetapi juga karena DPR berkinerja buruk. Artinya mereka seolah lebih pintar bersolek daripada berkarya. Ada yang mengatakan bahwa DPR piawai mencitrakan diri tapi lemah karya.
Akibatnya, citra wakil rakyat di mata masyarakat tetap saja terus menurun. Bahkan, tak pernah naik entah sekali saja. Berulang kali dari tahun ke tahun DPR mendapat rapor merah soal kinerja dan perilaku buruk. DPR telah gagal mengejawantahkan aspirasi rakyat.
Sorotan ketiga, soal simpang-siur pembangunan gedung baru. Arus penolakan terus saja mengalir mengingat kemiskinan, pengangguran, dan segudang penderitaan rakyat yang belum tersentuh. Sedang  DPR telah gagal membuktikan eksistensinya sebagai wakil rakyat sejati. DPR dicap sebagai ‘WC UMUM’ karena nuraninya nyaris mati.
Rasanya, telinga wakil rakyat kita telah pekak terhadap suara-suara penderitaan rakyat.  Menyedihkan! Jika kegagalan ini terus-menerus dipertahankan DPR, sikap wakil rakyat  kita ini lama-kelamaan bisa  membunuh demokrasi yang sedang menjalani  masa bertumbuh.
Kita  mulai apatis mencermati sikap anggota dewan kita komisi VIII yang ‘plesiran’ ke Australia dengan alasan studi banding. Dengan segala dalih, mereka telah membohongi rakyat. Ternyata, mental pejabat kita masih mental penjajah kompeni. Saat diberi jabatan lupa pada siapa yang memilihnya.
Anggota DPR yang terhormat itu kelihatannya hanya pintar meminta fasilitas ini dan itu, minta tunjangan, dan gedung baru, tapi buruk kinerja  dan minim prestasi.  Padahal, dari segi usia para wakil rakyat kita sekarang  lebih banyak yang muda. Gelar akademiknya juga menjanjikan yakni lebih banyak lulusan S2 dan S3. Hanya memang 70 persen wajah-wajah baru yang belum terampil bekerja.
DPR adalah produk pemilu yang mahal. Oleh sebab itu, perlu didesain pemilu yang mampu menjaring orang-orang yang layak memimpin. Pemilu harus menjadi ajang menyeleksi orang-orang yang mampu menjual ide dan gagasan kebangsaannya secara konkret dan terukur. Pemilu jangan lagi didesain sebagai wadah politik transaksi.
Pemilu ke depan harus dirancang sebagai wadah transaksi pertarungan ide. O iya, politikus yang mampu bermain pada tataran ide tentu akan menyingkirkan politik citra dan politik uang yang selama ini kita benci. Kompetensi menjadi keniscayaan. Dan pada akhirnya, kandidat  anggota DPR kelak  tidak lagi berorientasi kekuasaan.

*Penulis aktif di Perkamen

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Syawal Gultom: Unimed Bagi Negeri

Oleh Dedy Hutajulu   Berkarir tinggi sampai ke Jakarta, tak membuat Syawal Gultom melupakan Unimed. Ia pulang membawa pengetahuan baru, biarKampus Hijau bisa menjadi pandu bagi negeri. Syawal Gultom LELAKI itu bangkit dari kursi. Ia tinggalkan setumpuk pekerjaan hanya demi menyambutku. Ruangan kami bertemu hanya seluas lapangan volley. Diisi banyak buku. Di tengah ruangan, ada sebuah meja dengan sofa yang disusun melingkar.Sofa itu biasa dipakai untuk menjamu paratamu.Laki-laki yang dimaksud adalah Syawal Gultom. Rektor baru Unimed.  Periode sebelumnya Syawal mengabdikan diri sebagai Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya   Manusia Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDMPMP) Kemendikbud, Jakarta. Di pundak Syawal saat itu dibebankan tanggung jawab berat. Ia harus menjamin desain besar mutu pendidikan di Indonesia. Seperti merpati yang ingat pulang, Syawalpun kembali ke Unimed. Mayoritas anggota Senat mendukung Syawal sebagai nahkoda Unimed. Sampai 2019 nanti, g...

Larut dalam Puisi

Tiada alasan untuk bodoh. Slogan "orang miskin dilarang sekolah" sudah saatnya dihela. Akses terhadap ilmu terbuka lebar. Siapa pun--khususnya orang kota, bisa cerdas dengan aneka bacaan. Banyak bacaan tersedia di toko buku. Hanya perlu kemauan untuk menyambanginya. KAlau terlalu sibuk dengan tugas kuliah atau pekerjaan, luangkanlah saat-saat akhir pekan. Seperti kebiasaanku dan adikku Ervan. Ervan menyempatkan melumat isi buku dengan matanya Satu-satunya cara yang kami gunakan untuk mengisi perayaan dirgahayu ke-68 RI adalah bersembunyi di balik-balik buku di Toko Buku Gramedia, jalan Gajah Mada, Medan. Setelah menerobos banyak kemacetan dari Pancing ke Gramed, akhirnya kami puaskan membaca sampai toko ini tutup.  bagiku sendiri, banyaknya bacaan di sini bikin kepala pusing memilih buku apa. Semuanya ada bagusnya. Tapi aku lebih tertarik membaca novel. sedang Ervan menyukai tokoh-tokoh selebritas Dunia. Diraihnyalah satu buku yang mengulas misteri kematian Michael Jac...

Selamatkan Lapangan Merdeka Medan

Lapangan Merdeka (Vukoraido) BERKACA dari keberhasilan penyelamatan Gedung Nasional Medan, kini para sejarawan, akademisi, mahasiswa, budayawan, pengamat budaya, dan dosen serta aktivis di Medan makin merapatkan barisan. Mereka sedang mengupayakan penyelamatan Lapangan Merdeka Medan dari usaha penghancuran pihak tertentu. Gerakan ini bermaksud mendorong pemerintah agar menyelamatkan Lapangan Merdeka yang kini telah kopak-kapik sehingga merusak makna sejarah yang ada tentang kota ini. Pembangunan skybridge (jembatan layang) sekaligus city cek in dan lahan parkir di sisi timur Lapangan Merdeka, menurut Hamdani Siregar, pengamat sejarah, itu adalah bagian dari upaya penghancuran sejarah. Apalagi, ketika pembangunan tersebut malah makin memunggungi satu monumen bersejarah di Medan, yakni monumen proklamasi kemerdekaan RI. “Ini momentum bagi kita untuk bangkit melawan. Bangkit menyelamatkan Lapangan Merdeka. Karena pembangunan di situ telah merusak sejarah bangsa i...