Langsung ke konten utama

Tinggalkan yang Tahunan, Majukan yang Harian

Oleh: Dedy Hutajulu

UJIAN Nasional (UN) sudah berakhir. Tidak ada yang menarik untuk dikenang da-ri program unggulan Kemendikbud ini. Jus-tru kekecewaan-kekesalan-kegeramanlah yang masih menghangat di dada. Banyak pihak yang mengeluh atas helatan UN tahun ini.

Tak lain, Komunitas Air Mata Guru (KAMG) yang sudah empat tahun menginvestigasi pelaksanaan UN. Lewat investigasi KAMG menemukan beragam kecurangan. Tapi hasil investigasinya tak dipandang berfaedah oleh Kemendikbud. Singkatnya, hasil investigasi itu dicampakkan ke tong sampah.

Komunitas (guru) lain juga merasakannya. Sebutlah, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) turut remuk hati melihat kekacauan UN. Baik di tingkat sekolah menengah atas maupun lanjutan pertama dan sekolah dasar. Selain guru dan pihak-pihak lain (orang dewasa), rupanya siswa juga membenci UN.

Sehari sejak twitter @SBYudhoyono diluncurkan, beratus kicauan dari murid-murid yang minta UN dihapus. Keberanian siswa mengungkapkan unek-uneknya soal UN ke presiden tentu bukan perkara sepele. Itu menunjukkan selama 11 tahun ini (UN telah berlangsung) ribuan siswa telah merasa terintimidasi, tertekan oleh kebijakan UN.

Namun sikap Kemendikbud yang kukuh dan tak sudi menghapus UN yang jelas-jelas kacau balau benar-benar bikin banyak pihak gondok. Saya bisa maklumi, bagaimana perasaan siswa-siswi itu saat UN dan menerima hasil UN. Seorang siswa di Laguboti, di Sumatera Utara menuturkan, gurunya mengajari mereka mencontek saat UN. Ini keterlaluan!

Menyontek

Bukankah ini praktek yang buruk? Ya. Guru mengajarkan yang tak baik dan muridnya tak membantah hal itu. Siswa yang menyontek saat UN di depan mata gurunya dan atas restu gurunya pula. Ini benar-benar menjungkalkan filosofi pendidikan yang seharusnya menunjung tinggi kejujuran dan jiwa mendidik.

Lebih konyol lagi, saat gelaran UN tingkat SMA/SMK bahkan tingkat SMP, banyak daerah kekurangan soal. Padahal UN program pemerintah dan naskah soal rahasia negara. Tapi pelaksanaanya buruk. Sejumlah siswa di Medan dan Laguboti saya wawancarai tentang perasaan mereka saat mendengar UN di tunda, mereka panik bukan buatan. Tak sedikit pula yang hilang semangat.

Itu tandanya, siswa sejak awal sudah menganggap UN, segalanya. Ini berbahaya. Inilah kegagalan pendidikan yang fokus mengejar nilai. Apalagi UN yang menempatkan tiap daerah dalam satu parameter yang sama, jelas sistem evaluasi beginian sangat tidak fair. Sebab lain daerah lain persoalannya, lain pula mutu supra dan infrastrukturnya.

Tak Menjawab

Persoalan utama sesungguhnya terletak pada suprastruktur. Henry Widiatomo, Peneliti Utama, anggota Tim penyusun Kurikulum 2013 dari Kemendikbud saya tanya, Desember 2012 lalu, berapa anggaran untuk pelatihan guru, ia tak bisa jawab. Saya tanya pula, kapan guru-guru dilatih, ia juga tak memberi jawab.

Di sinilah letak persoalannya. UN program tahunan dan pemerintah memberi perhatian penuh dan menganggarkan dana sangat fantastis. Sayangnya, untuk program harian, yakni peningkatan mutu guru, kemendikbud setengah hati. UN dengan anggaran miliaran rupiah tapi pelatihan guru nyaris tak berjalan secara berkala bahkan jarang terdengar.

Sekiranya mutu guru sudah bagus di tiap daerah, UN takkan jadi momok. Dan jika kualitas guru merata di tiap daerah, UN takkan digugat guru dan siswa. Namun, faktanya, hari ini mutu guru di tiap daerah belum seperti yang kita harapkan. Tak heran, UN dicaci panyak pihak.

Ayolah M Nuh, Mendikbud kami yang budiman. Beri perhatian pada peningkatan mutu guru. Latih dulu guru-guru kita. Distribusikan mereka secara merata di sekujur tu-buh Nusantara. Jangan habiskan banyak ener-gi, waktu dan dana hanya untuk UN. Mari juga guru-guru, berdemolah ke pemerintah dengan seruan: "Latih kami! Latih kami!"


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Syawal Gultom: Unimed Bagi Negeri

Oleh Dedy Hutajulu   Berkarir tinggi sampai ke Jakarta, tak membuat Syawal Gultom melupakan Unimed. Ia pulang membawa pengetahuan baru, biarKampus Hijau bisa menjadi pandu bagi negeri. Syawal Gultom LELAKI itu bangkit dari kursi. Ia tinggalkan setumpuk pekerjaan hanya demi menyambutku. Ruangan kami bertemu hanya seluas lapangan volley. Diisi banyak buku. Di tengah ruangan, ada sebuah meja dengan sofa yang disusun melingkar.Sofa itu biasa dipakai untuk menjamu paratamu.Laki-laki yang dimaksud adalah Syawal Gultom. Rektor baru Unimed.  Periode sebelumnya Syawal mengabdikan diri sebagai Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya   Manusia Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDMPMP) Kemendikbud, Jakarta. Di pundak Syawal saat itu dibebankan tanggung jawab berat. Ia harus menjamin desain besar mutu pendidikan di Indonesia. Seperti merpati yang ingat pulang, Syawalpun kembali ke Unimed. Mayoritas anggota Senat mendukung Syawal sebagai nahkoda Unimed. Sampai 2019 nanti, g...

Larut dalam Puisi

Tiada alasan untuk bodoh. Slogan "orang miskin dilarang sekolah" sudah saatnya dihela. Akses terhadap ilmu terbuka lebar. Siapa pun--khususnya orang kota, bisa cerdas dengan aneka bacaan. Banyak bacaan tersedia di toko buku. Hanya perlu kemauan untuk menyambanginya. KAlau terlalu sibuk dengan tugas kuliah atau pekerjaan, luangkanlah saat-saat akhir pekan. Seperti kebiasaanku dan adikku Ervan. Ervan menyempatkan melumat isi buku dengan matanya Satu-satunya cara yang kami gunakan untuk mengisi perayaan dirgahayu ke-68 RI adalah bersembunyi di balik-balik buku di Toko Buku Gramedia, jalan Gajah Mada, Medan. Setelah menerobos banyak kemacetan dari Pancing ke Gramed, akhirnya kami puaskan membaca sampai toko ini tutup.  bagiku sendiri, banyaknya bacaan di sini bikin kepala pusing memilih buku apa. Semuanya ada bagusnya. Tapi aku lebih tertarik membaca novel. sedang Ervan menyukai tokoh-tokoh selebritas Dunia. Diraihnyalah satu buku yang mengulas misteri kematian Michael Jac...

Selamatkan Lapangan Merdeka Medan

Lapangan Merdeka (Vukoraido) BERKACA dari keberhasilan penyelamatan Gedung Nasional Medan, kini para sejarawan, akademisi, mahasiswa, budayawan, pengamat budaya, dan dosen serta aktivis di Medan makin merapatkan barisan. Mereka sedang mengupayakan penyelamatan Lapangan Merdeka Medan dari usaha penghancuran pihak tertentu. Gerakan ini bermaksud mendorong pemerintah agar menyelamatkan Lapangan Merdeka yang kini telah kopak-kapik sehingga merusak makna sejarah yang ada tentang kota ini. Pembangunan skybridge (jembatan layang) sekaligus city cek in dan lahan parkir di sisi timur Lapangan Merdeka, menurut Hamdani Siregar, pengamat sejarah, itu adalah bagian dari upaya penghancuran sejarah. Apalagi, ketika pembangunan tersebut malah makin memunggungi satu monumen bersejarah di Medan, yakni monumen proklamasi kemerdekaan RI. “Ini momentum bagi kita untuk bangkit melawan. Bangkit menyelamatkan Lapangan Merdeka. Karena pembangunan di situ telah merusak sejarah bangsa i...