Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2014

Pesan Aam Gayung Bersambut

Hendra Gunawan Tarigan Caleg PDIP No Urut 10 Aam lekas mengambil henpon. Diketiknya nomor telepon yang tertera di poster sang caleg. Poster yang dipampang di akun fesbuk. Sms gayung bersambut. Sang kandidat mengontak balik. "Kita ketemu dimana? Sambil kopi darat ayo." ajakan yang diplomatis. Hati Aam kaget sekaligus dibesarkan. "Pesanku langsung dibalas, bang," ujarnya. Sang caleg sengaja memasang nomor kontak, membuka ruang diskusi (grup) di fesbuk serta memampangkan program yang akan diusungnya nanti. Tiada satu pun posternya bisa anda temukan seliweran di pohon atau tiang listrik. Saya sudah coba mutar-mutar untuk mencari apakah ada satu pohon saja yang menjadi korban posternya? Ternyata tidak ada. Berani betul caleg satu ini menolak kampanye di pohon. Tidak berlebihan kandidat yang satu ini. Ia berlatar belakang aktivis. Usianya muda. Tapi sejak remaja sudah menggandrungi politik. Semasa mahasiswa getol mengkritisi kebijakan kampus yang dini

Dari Aktivis Menuju Legislator

Hendra Gunawan Tarigan Hendra Gunawan Tarigan Sejumlah koran Medan memberitakan, uang kuliah naik drastis. Di atas 50 persen. Celakanya, rencana kenaikan itu disusul pula dana penyertaan orangtua sebesar 18 juta. Korbannya jelas mahasiswa baru angkatan 2005. Berita tersiar cepat. Aktivis mahasiswa tidak tinggal diam. Mereka menggelar unjuk rasa di depan gedung biro rektor. Sayang, aksi mereka nyaris tak digubris. Akhirnya, barisan pendemo ambil inisiatif. Mencoba menembus masuk ke gedung biro rektor. Namun massa dihadang barisan serdadu kampus bernama resimen mahasiswa (menwa). Menwa adalah kaki tangan pimpinan teras kampus. Sekalipun Menwa sendiri adalah mahasiswa, rupa-rupanya keberpihakan pada mahasiswa telah hilang. Para serdadu Menwa terus menekan massa. Massa tak mau kalah. Baku pukul pun tak terhindarkan. Satu diantara penggerak massa itu tak lain dari Hendra Gunawan Tarigan. Aktivis mahasiswa. Ia bertubuh agak pendek. Berambut lurus dengan potongan belah pan

Dicari Caleg Perduli Parmalim*

Banyak calon legislatif menduga komunitas Parmalim bakal golput. Tetapi Parmalim menampiknya. Dugaan itu muncul karena para caleg ternyata sama sekali tak mengenal apa itu Parmalim. Celakanya, kaum Parmalim juga tidak mengenal kandidatnya. Bagaimana nasib pemilu kita nanti? Oleh Dedy Hutajulu Desi (kanan) dan rekan-rekannya di depan Bale Parsattian (rumah ibadah Parmalim) di Jalan Air Bersih, Medan, Sabtu (8/3).--foto dedy hutajulu  DESI SIRAIT malu-malu saat lensa kamera diarahkan kepadanya. Ia memalingkan wajah. Di depan Bale Parsattian ia bercengkerama bersama teman sebaya. Bale Parsattian sebutan bagi rumah ibadah komunitas Parmalim. Bale Parsattian ini terletak di Jalan Air Bersih, Medan. Desi Sirait baru berusia 19 tahun. Ini tahun pertama baginya mengikuti pemilu. Ketika ditanya: nyoblos atau tidak? Desi tak langsung menjawab. Ia berpikir dalam-dalam. “Aku takut nanti salah ­­bicara. Jadi masalah pula bagi ugamo kami,” katanya. Desi berasal dari Pemantang