Langsung ke konten utama

Dari Aktivis Menuju Legislator

Hendra Gunawan Tarigan
Hendra Gunawan Tarigan


Sejumlah koran Medan memberitakan, uang kuliah naik drastis. Di atas 50 persen. Celakanya, rencana kenaikan itu disusul pula dana penyertaan orangtua sebesar 18 juta. Korbannya jelas mahasiswa baru angkatan 2005.

Berita tersiar cepat. Aktivis mahasiswa tidak tinggal diam. Mereka menggelar unjuk rasa di depan gedung biro rektor. Sayang, aksi mereka nyaris tak digubris. Akhirnya, barisan pendemo ambil inisiatif. Mencoba menembus masuk ke gedung biro rektor. Namun massa dihadang barisan serdadu kampus bernama resimen mahasiswa (menwa).

Menwa adalah kaki tangan pimpinan teras kampus. Sekalipun Menwa sendiri adalah mahasiswa, rupa-rupanya keberpihakan pada mahasiswa telah hilang. Para serdadu Menwa terus menekan massa. Massa tak mau kalah. Baku pukul pun tak terhindarkan.

Satu diantara penggerak massa itu tak lain dari Hendra Gunawan Tarigan. Aktivis mahasiswa. Ia bertubuh agak pendek. Berambut lurus dengan potongan belah pantat. Ia dikenal sebagai mahasiswa cerdas dan celik pikir. Sepanjang masa kuliahnya, dihabiskannya untuk berdiskusi, membangun konsolidasi, membangun pergerakan mahasiswa, melatih kepemimpinan dan mengkritisi kebijakan kampus.

Dari sekian banyak isu dan perubahan kebijakan kampus, tak lepas dari perhatiannya. Tak heran jika isu kenaikan uang kuliah menjadi salah satu perjuangannya. Aksi-aksinya yang selalu dilakukan dengan cara cerdas dan elegan, itulah yang membikinnya dikenal baik oleh para pimpinan teras kampus "Namboru" itu.

Akan tetapi aksinya tak selalu mulus. Beragam ancaman dituainya. Termasuk ancaman dipecat alias drop out (DO). Tapi, katanya, "Diancam sekalipun, saya tak mau mundur. Malah saya makin gigih maju."

Bagi Hendra, segala onak dan ranjau DO begituan hanya angin belaka. Semacam gertak sambal. "Ya, itu tadi, saya harus perjuangkan supaya uang kuliah jangan naik." Begitu argumennya.

Aksi penolakan atas naiknya uang kuliah rupanya berbuntut panjang. Hendra berulang kali diteror. Kala itu, memang sangat tidak gampang untuk lulus dari jurusan Fisika. Bahkan, katanya lagi, surat dari ketua Jurusan dilayangkan ke rumah. "Isinya agar saya ikut sidang DO. Tapi, surat itu sama sekali tak ada apa-apanya."

Ancaman DO tak mematikan perjuangannya. Di dadanya bergemuruh jiwa juang. Pesan sang Ayah M Tarigan, agar berjuang mandiri selalu dicamkannya baik-baik. Meski sang ayah telah tiada, namun selalu ada di hati.

Keberanian Hendra berjuang demi uang kuliah junior-juniornya tidak muncul begitu saja. Ia benar-benar anak ideologis. Jiwa beraninya barang kali ditemukan sejak berkenalan dengan dunia politik. Tanpa sengaja, ia suka mengekor pada kakeknya K Tarigan.

Sang kakeklah yang telah mewariskan kecintaan pada politik baginya. K Tarigan getol betul dengan partai berlogo moncong putih. Dari kebiasaan mengikut kakek kemana-mana, itulah cikal-bakal berlabuhnya hati Hendra pada dunia politik yang katanya "sangat luhur" itu.

Memasuki SMA kecintaannya pada politik makin kentara. Bahkan setelah duduk di bangku kuliah, Hendra makin menggandrungi dunia politik.

Di 2004 ia sudah menjajal masuk partai. Tak berapa lama ia membangun sayap partai lewat Taruna Merah Putih. Atas kapasitas dan kemampuannya, ia dipercaya internal partai merah itu sebagai ketua Badan Pemilu Sumatera Utara. Bidang struktural.

Tak ayal, jelang pemilu 9 April, sarjana fisika ini makin bersemangat. Walau ia sadar betul, tidak gampang menghempang politik uang yang belum jauh dari demokrasi kita. Namun Hendra mengaminkan betul adagium "Siapa yang bersungguh-sungguh ia pasti mendapatkan yang terbaik."

Maka kesungguhannya untuk maju membela rakyat itulah yang meniupkan semangat di dadanya terus untuk berjuang. Jika di kampus ia menang, bukan mustahil ia juga bakal memenangkan pertarungan di kancah politik ini. Orang-orang yang berpihak pada rakyat kecil, yang bukan menebar angin surga, yang bukan tahunya omong doang, masih mendapat tempat di hati rakyat.

Hendra, sosok muda yang enerjik. Ia mengandalkan kapasitas dan kepercayaan. Modal uang bukan nomor satu. Ia juga kini senang mengakali cara menghempang politik uang dengan cara-cara berkampanye yang sehat. Raupan suara didulang dari kaum muda. Maka media jejaring sosial, media massa dimanfaatkanya betul.

Kendati demikian, 70 persen waktunya digunakan untuk blusukan. Itu strategi utama. Pemberdayaan kekuatan media jejaring sosial cuma 20 persen dan sisanya (10 persen) partisipasi tim dan simpatisan. Memilih blusukan, karena Hendra sadar, konsolidasi hingga ke akar rumput perlu dibangun. Aspirasi nyata hanya bisa diserap jika turun ke bawah.

Tentu saja, bertemu penduduk akan menajamkan empati dan mengentalkan niatnya untuk menjadi wakil rakyat atas alasan ideologi. Keberpihakan bagi rakyat.

Sang aktivis sedang diuji nyalinya lagi. Kali ini bukan lewat teror atau ancama DO. Tetapi tawaran dan godaan politik uang yang begitu kental. Orang bisa jadi memandang sebelah mata dikemudaannya. Namun bukankah ada petuah "jangan menganggap rendah seorang karena ia muda?" Supaya nyatalah terjadi bahwa ini waktunya yang muda memimpin.

Jiwa Aktivis Hendra

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dicari Caleg Perduli Parmalim*

Banyak calon legislatif menduga komunitas Parmalim bakal golput. Tetapi Parmalim menampiknya. Dugaan itu muncul karena para caleg ternyata sama sekali tak mengenal apa itu Parmalim. Celakanya, kaum Parmalim juga tidak mengenal kandidatnya. Bagaimana nasib pemilu kita nanti? Oleh Dedy Hutajulu Desi (kanan) dan rekan-rekannya di depan Bale Parsattian (rumah ibadah Parmalim) di Jalan Air Bersih, Medan, Sabtu (8/3).--foto dedy hutajulu  DESI SIRAIT malu-malu saat lensa kamera diarahkan kepadanya. Ia memalingkan wajah. Di depan Bale Parsattian ia bercengkerama bersama teman sebaya. Bale Parsattian sebutan bagi rumah ibadah komunitas Parmalim. Bale Parsattian ini terletak di Jalan Air Bersih, Medan. Desi Sirait baru berusia 19 tahun. Ini tahun pertama baginya mengikuti pemilu. Ketika ditanya: nyoblos atau tidak? Desi tak langsung menjawab. Ia berpikir dalam-dalam. “Aku takut nanti salah ­­bicara. Jadi masalah pula bagi ugamo kami,” katanya. Desi berasal dari Pemantang

Kalang Baru dan Kenangan di Bondar

aku cuma cuci muka di air bondar Kesal. Kesal banget terus dikibuli si Rindu Capah. Dia ajak kami , katanya cebur ke sungai. Aku sudah senang. Buru-buru keluar dari rumahnya. Berlari sambil bawa kamera dan sabun dan odol.  Aku berharap pagi ini dapat suasana sungai yang indah di Kalang Baru, Sidikalang. Poto unutk oleh-oleh ke Medan. Kami bertiga berjalan menyusuri kebun kopi. Masuk lewat jalan-jalan tikus. Melewati rerimbunan bambu. Turun ke bawah dengan tangga-tanggah tanah yang dibentuk sedemikian rupa supaya serupa tangga. Cukup curam turunan itu. Di bawah tampak aliran sungai melintasi selokan-selokan yang berdempetan dengan sawah.  Banyak remaja dan gadis-gadis di bawah sedang mencuci dan mandi. Kami harus teriak "Lewat..atau Boa" baru mereka menyahut dan kami bis alewat. Begitu tiba di bawah, kukira kami akan berjalan masih jauh lagi menuju sungai yang dibilang Rindu. Tahu-tahunya, sungai yang di maksud adalah selokan ini. Gondok benar hatiku. "I

Syawal Gultom: Unimed Bagi Negeri

Oleh Dedy Hutajulu   Berkarir tinggi sampai ke Jakarta, tak membuat Syawal Gultom melupakan Unimed. Ia pulang membawa pengetahuan baru, biarKampus Hijau bisa menjadi pandu bagi negeri. Syawal Gultom LELAKI itu bangkit dari kursi. Ia tinggalkan setumpuk pekerjaan hanya demi menyambutku. Ruangan kami bertemu hanya seluas lapangan volley. Diisi banyak buku. Di tengah ruangan, ada sebuah meja dengan sofa yang disusun melingkar.Sofa itu biasa dipakai untuk menjamu paratamu.Laki-laki yang dimaksud adalah Syawal Gultom. Rektor baru Unimed.  Periode sebelumnya Syawal mengabdikan diri sebagai Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya   Manusia Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDMPMP) Kemendikbud, Jakarta. Di pundak Syawal saat itu dibebankan tanggung jawab berat. Ia harus menjamin desain besar mutu pendidikan di Indonesia. Seperti merpati yang ingat pulang, Syawalpun kembali ke Unimed. Mayoritas anggota Senat mendukung Syawal sebagai nahkoda Unimed. Sampai 2019 nanti, gerak Lembaga P