Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2015

Sitting Day dan Menteri Tak Bermeja

Oleh Dedy Hutajulu Ada hal-hal unik yang saya temukan di gedung Parlemen Australia. Hal-hal yang kelihatan konyol, namun amat besar faedahnya. Ini menarik utnuk dipelajari.   betuk gedung parlemen di mudeum demokrasi Australia. Foto oleh dedy hutajulu SIDANG paripurna Parlemen pagi itu berlangsung alot.  Pemerintah Australia baru saja mengumumkan anggaran 2015, tadi malam. Pengumuman itu jadi isu kontroversial dan perhatian luas publik Australia. Saya berkesempatan menyaksikan jalannya sidang tersebut. Saya bias melihat Perdana Menteri Tony Abbot dan kabinetnya baku-bantah dan baku-cecar dengan pihak oposisi. “Anda datang di waktu yang tepat,” kata Juru Bicara Australian Electoral Commission (AEC) atau Lembaga penyelenggara pemilu Australia, Phil Diak. Awalnya saya tidak mengerti apa maksud kata-kata Phil Diak tersebut. Namun setelah keluar dari ruang sidang, saya tanya lagi. Dan ia kemudian menjelaskan bahwa hari itu sedang berlangsung agenda “Sitting Da

Penjangkauan Kaum Marjinal

Oleh Dedy Hutajulu   Selain memutakhirkan data pemilih, memajukan sistem pendaftaran online, program lain dari AEC adalah bagaimana menyasar kelompok-kelompok marginal. Program yang dilakukan untuk itu adalah Outreach alias penjangkauan.   Gedung Demokrasi Australia. Foto oleh Dedy Hutajulu LEWAT program penjangkauan dan pelibatan indigenous atau warga asli, AEC ingin mendongkrak partisipasi publik terhadap pemilu. Salah satu kaum muda penduduk asli Papua dari kaum aborigin yang sudah dijangkau adalah Michele. Lelaki muda ini kini menjadi salah satu staf AEC. Keterlibatan Michelle di AEC, ternyata efektif menjangkau komunitasnya, warga aborigin serta kelompok masyarakat lain yang tersebar di daerah-daerah pelosok. Kendala AEC menggelar program Outreach (penjangkauan) khusus bagi komunitas marginal, sepasti warga Aborigin dan penduduk pulau Torres, yang notabene sebagai penduduk asli Australia. Program ini sejak 2013 sudah berjalan sangat baik. Dengan modifi

E-Vote, Tranparansi dan Kampanye Pohon

Oleh Dedy Hutajulu Meski, tingkat partisipasi warganya memilih sangat tinggi dan kepercayaan publiknya kepada AEC sebagai lembaga penyelenggara pemilu luar biasa tinggi, negeri kanguru ini sama sekali tidak menerapkan e-voting. Sebabnya, e-voting dianggap tidak aman dan rawan kejahatan. House Of Representatif Australia/Foto oleh Dedy Hutajulu UNIKNYA, lagi mereka bahkan memilih mencontreng dengan pensil. Kok bisa? “Jauh lebih hemat,” ujar Phil Diak, Direktur Pendidikan dan Komunikasi AEC (Australia Electoral Commission) . Selain didasari alasan ekonomis, sistem pemerintahan Australia yang berbentuk federal, mekanisme pemungutan suara secara elektronik (e-voting) belum dianulir di undang-undang kepemiluan mereka. Menurut Phil, butuh perubahan besar dalam undang-undang kalau mau memberlakukan sistem baru tersebut. "Sejauh ini, peraturan kami tidak ada menyatakan penggunaan e-voting. Meski JSCE, sedang meneliti tentang model e-voting," ujarnya. Joint St