Oleh Dedy Hutajulu
Meski, tingkat
partisipasi warganya memilih sangat tinggi dan kepercayaan publiknya kepada AEC
sebagai lembaga penyelenggara pemilu luar biasa tinggi, negeri kanguru ini sama
sekali tidak menerapkan e-voting. Sebabnya, e-voting dianggap tidak aman dan
rawan kejahatan.
House Of Representatif Australia/Foto oleh Dedy Hutajulu |
UNIKNYA, lagi mereka bahkan memilih mencontreng dengan pensil.
Kok bisa? “Jauh lebih hemat,” ujar Phil Diak, Direktur Pendidikan dan
Komunikasi AEC (Australia Electoral Commission).
Selain didasari alasan ekonomis, sistem pemerintahan Australia yang berbentuk
federal, mekanisme pemungutan suara secara elektronik (e-voting) belum dianulir
di undang-undang kepemiluan mereka. Menurut Phil, butuh perubahan besar dalam
undang-undang kalau mau memberlakukan sistem baru tersebut. "Sejauh ini,
peraturan kami tidak ada menyatakan penggunaan e-voting. Meski JSCE, sedang
meneliti tentang model e-voting," ujarnya.
Joint Standard Comittee and Electroral (JSCE) adalah lembaga yang berwenang memutuskan hal tersebut. Alasan lain,
laporan hasil
riset mereka sebelumnya menunjukkan bahwa e-voting sama sekali tidak aman untuk
diaplikasikan karena rentan dimanfaatkan untuk tindak kejahatan. Namun dari
semua negara bagian, New South Wales (NSW) sudah mengaplikasikan program “I
Vote” secara online. NSW satu-satunya negara bagian Australia yang menggelar “I
Vote.”
Transparansi
Selain mencentang kertas suara dengan pencil, bagian lain yang
menarik dari kepemiluan Australia adalah soal transparansi dana kandidat dan
dana parpol. Di negeri Kanguru ini, transparansi pendanaan kandidat dan parpol
juga masuk dalam kebijakan perundang-undangan kepemiluan. Semua itu dicetus
demi menekan politik uang.
Phil Diak menyebut, tiap kandidat yang ada di House of Representatif
berhak mendapat donor dari pemerintah, jika kandidat tersebut berhasil meraih empat
persen suara dari total suara yang terakumulasi dalam pemilu. Katakanlah, setelah
penghitungan suara bertakhir, kandidat akan menerima dana dari pemerintah tergantung
jumlah suara yang diperolehnya. Suara yang mereka peroleh dihargai
sebesar Aus $ 2,58 per suara.
Sementara untuk parpol, mereka punya agenda yang ditentukan
dalam peraturan kepemiluan. Parpol bisa menggalang dana dari pihak swasta atau
dari mana saja. Tetapi mereka wajib melaporkan sumber dana mereka dan
menerbitkan laporan keuangannya di website AEC.
Saat ini, batas keuangan parpol harus di bawah Aus $ 12,9 juta.
Jika dana yang berhasil digalang melewati batas itu, parpol harus menerbitkan laporannya
secara detail. Dan para donor wajib memberitahu kalau dana parpol sudah melebihi
batas yang ditentukan. Semua bukti pembayaran/transfer uang yang dilakukan
donor wajib diterbitkan juga di website AEC. Sehingga publik bias mengetahui
dari mana sumber dana kandidat atau parpol tersebut, serta berapa besarannya.
Suasana jalan yang mulus dan tak ada lobang-lobang di Canberra, Australia. Pun pepohonan tak dipasangi poster kandidat. Foto oleh Dedy Hutajulu |
Kampanye Pohon
Selain dana parpol, media kampanye politik juga mendapat kontrol
ketat dari AEC. Setiap kandidat tidak boleh sembarangan berkampanye. Apalagi
memajang poster-poster di pohon. Para kandidat umumnya berkampanye dengan
mengunjungi dapil-nya. Menyerap aspirasi di sana serta memanfaatkan sosial
media.
Untuk baliho atau poster, diwajibkan untuk mencantumkan nomor
kontak siapa yang bertanggung jawab atas publikasi tersebut, sehingga AEC mudah
melacaknya dan memberi sanksi. Dengan peraturan tersebut, publikasi seputar
kampanye terkendali dengan baik. Poster kampanye di pohon atau baliho yang
berseliweran tidak ditemukan di sana. (*)
Komentar