Langsung ke konten utama

Penjangkauan Kaum Marjinal



Oleh Dedy Hutajulu
 
Selain memutakhirkan data pemilih, memajukan sistem pendaftaran online, program lain dari AEC adalah bagaimana menyasar kelompok-kelompok marginal. Program yang dilakukan untuk itu adalah Outreach alias penjangkauan.
 
Gedung Demokrasi Australia. Foto oleh Dedy Hutajulu

LEWAT program penjangkauan dan pelibatan indigenous atau warga asli, AEC ingin mendongkrak partisipasi publik terhadap pemilu. Salah satu kaum muda penduduk asli Papua dari kaum aborigin yang sudah dijangkau adalah Michele. Lelaki muda ini kini menjadi salah satu staf AEC. Keterlibatan Michelle di AEC, ternyata efektif menjangkau komunitasnya, warga aborigin serta kelompok masyarakat lain yang tersebar di daerah-daerah pelosok.

Kendala
AEC menggelar program Outreach (penjangkauan) khusus bagi komunitas marginal, sepasti warga Aborigin dan penduduk pulau Torres, yang notabene sebagai penduduk asli Australia. Program ini sejak 2013 sudah berjalan sangat baik. Dengan modifikasi google map, AEC kini bisa memetakan persebaran kolompok-kelompok marginal dan mengidentifikasi kelompok-kelompok mana, di daerah mana yang belum dikunjungi, mana yang sudah dikunjungi, mana yang sudah diberi pendidikan kepemiluan, mana yang sudah diberi pelatihan dan mana yang sudah layak mandiri.

Dengan peta tersebut, AEC juga mampu memetakan lokasi-lokasi strategis peletakan tempat pemungutan suara dan mudah menentukan berapa jumlah TPS yang akan disediakan serta jumlah sumber daya penyelenggara pemilu di daerah-daerah tersebut.  Upaya ini dilakukan sebab pemilu merupakan amanah yang harus dijalankan sebaik-baiknya (voting mandatory).

Karena itu sudah menjadi tugas AEC untuk menyediakan TPS serta memberikan pendidikan kepemiluan kepada semua warga negaranya.  AEC bukan hanya menyelenggarakan pemilihan umum, tetapi juga memberikan pencerdasan khususnya terkait kepemiluan terhadap warganya.

AEC juga berkewajiban memastikan bahwa kelompok marginal ikut terlibat dalam pemilu. Memang salah satu kesulitan yang dihadapi adalah karena kelompok marginal terdiri dari beragam komunitas dengan beragam budaya, bahasa, dan paradigma. Inilah tantangan AEC bahwa mereka harus bisa menjangkau komunitas ini, meyakinkan mereka merespon ajakan AEC untuk memilih dan menggaransi bahwa pendidikan kepemiluan serta akses untuk menyalurkan suaranya tersedia memadai.



bunga di antara tumpukan daun. Foto oleh Dedy Hutajulu

Tuna Netra
Selain menjangkau penduduk asli, AEC juga mengupayakan menyediakan akses memilih kepada kaum marginal lainnya. Tunanetra misalnya. AEC kini memiliki sistem yang mampu memfasilitasi kaum tuna netra menyalurkan suaranya.

Ada staf AEC yang bekerja di bagian layanan (service area), bekerjasama dengan banyak lembaga-lembaga lain yang bergerak di bidang kepemiluan. AEC mengirimkan dokumen kepada para tuna netra. Dokumen yang dikirim AEC itu dilengkapi dengan bar code. Dengan bar code itu, para tuna netra bisa menelpon pihak AEC untuk menyampaikan suaranya.

Sebelumnya, ketika sistem ini belum diberlakukan, susah bagi kaum tuna netra mendapatkan privasinya karena mereka pasti dibantu keluarganya dalam menentukan suara pilihannya. Namun dengan sistem baru ini, tuna netra bisa memilih langsung tanpa bantuan pihak keluarga. Pada pemilu federal 2013 silam, ada 3.500 pemilih tuna netra yang ikut memilih. (*)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Selamatkan Lapangan Merdeka Medan

Lapangan Merdeka (Vukoraido) BERKACA dari keberhasilan penyelamatan Gedung Nasional Medan, kini para sejarawan, akademisi, mahasiswa, budayawan, pengamat budaya, dan dosen serta aktivis di Medan makin merapatkan barisan. Mereka sedang mengupayakan penyelamatan Lapangan Merdeka Medan dari usaha penghancuran pihak tertentu. Gerakan ini bermaksud mendorong pemerintah agar menyelamatkan Lapangan Merdeka yang kini telah kopak-kapik sehingga merusak makna sejarah yang ada tentang kota ini. Pembangunan skybridge (jembatan layang) sekaligus city cek in dan lahan parkir di sisi timur Lapangan Merdeka, menurut Hamdani Siregar, pengamat sejarah, itu adalah bagian dari upaya penghancuran sejarah. Apalagi, ketika pembangunan tersebut malah makin memunggungi satu monumen bersejarah di Medan, yakni monumen proklamasi kemerdekaan RI. “Ini momentum bagi kita untuk bangkit melawan. Bangkit menyelamatkan Lapangan Merdeka. Karena pembangunan di situ telah merusak sejarah bangsa i...

E-Vote, Tranparansi dan Kampanye Pohon

Oleh Dedy Hutajulu Meski, tingkat partisipasi warganya memilih sangat tinggi dan kepercayaan publiknya kepada AEC sebagai lembaga penyelenggara pemilu luar biasa tinggi, negeri kanguru ini sama sekali tidak menerapkan e-voting. Sebabnya, e-voting dianggap tidak aman dan rawan kejahatan. House Of Representatif Australia/Foto oleh Dedy Hutajulu UNIKNYA, lagi mereka bahkan memilih mencontreng dengan pensil. Kok bisa? “Jauh lebih hemat,” ujar Phil Diak, Direktur Pendidikan dan Komunikasi AEC (Australia Electoral Commission) . Selain didasari alasan ekonomis, sistem pemerintahan Australia yang berbentuk federal, mekanisme pemungutan suara secara elektronik (e-voting) belum dianulir di undang-undang kepemiluan mereka. Menurut Phil, butuh perubahan besar dalam undang-undang kalau mau memberlakukan sistem baru tersebut. "Sejauh ini, peraturan kami tidak ada menyatakan penggunaan e-voting. Meski JSCE, sedang meneliti tentang model e-voting," ujarnya. Joint St...

Membuat Kerangka Tulisan

Amat perlu kita tahu bagaimana membuat kerangka tulisan untuk menolong kita membatasi apa yang hendak ditulis. Outline memudahkan kita untuk menentukan maksud dan arah tulisan. Dengan adanya kerangka, kita jadi mudah mengontrol alur berpikir tulisan kita seperti maksud tulisan yang kita harapkan sejak awal. Bahkan, kita juga akan terlatih membuat efektivitas kalimat. Membuat kerangka tulisan sama artinya dengan menentukan apa saja topik yang akan kita bahas. Jadi semacam tahapan pembahasan. Harapannya, orang yang baca jadi mudah paham dengan apa yang kita maksud dalam tulisan kita buat. Jelas alurnya. Perlu diketahui bahwa setiap tulisan lahir dari sebuah ide utama yang kemudian dikembangkan menjadi ide-ide kecil yang disebut dengan pokok-pokok pikiran. Artinya, setiap tulisan laiknya mengandung satu maksud utama. Kalaupun ada ide-ide lain, ide-ide tersebut hanyalah ide penunjang bagi ide utama agar kuat kuasa tulisan semakin tertancam dalam-dalam dibenak pembaca. Jadi, dari satu ...