Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2015

Kurang Sosialisasi

Seorang petugas penyelenggara pemilu membantu memasukkan kertas suara dari seorang ibu usai menyoblos di bilik suara di Keluraha Tegal Rejo Medan Perjuangan, rabu, 9 Desember 2015 / Foto oleh Dedy Hutajulu DUA ibu-ibu kebingungan mencari TPS 29 Kelurahan Tegal Rejo, Medan Perjuangan, Sumatera Utara. Mereka kian cemas karena hari makin siang. Mereka telah berputar-putar, berkeliling di seputaran kecamatan demi ikut menyoblos. Saking teriknya matahari menjerang kulit, dua ibu-ibu gendut itu kembali berhenti untuk menanyakan warga setempat dimana gerangan lokasi TPS 29. Melihat seorang lelaki berbaju jersey Ayam Kinantan, ibu-ibu tadi menghentikan laju sepeda motor. "Pak, mau tanya, dimana ya TPS 29?" Lelaki berbaju jersey PSMS itu kaget. Ia sendiri bukan warga setempat. "Kami mau menyoblos Pak, tapi kami gak dapat lokasi tepeesnya," kata ibu itu sembari cemas. Kedua ibu itu tak menyadari kalau yang ditanya justru salah stau kandidiat walikota Medan yang potony

Tabu, Mengangkat Guru Honorer di Medan

Oleh Dedy Hutajulu MENYIKAPI pernyataan Plt Wali Kota Medan Randiman Tarigan tentang rencana mengangkat jadi pegawai negeri separuh dari 3.800 total guru honorer di kota Medan, pada 2015 ini, Akademisi Unimed Dr. Irsan Rangkuti, MPd dan Spesialis Tata Kelola Guru USAID PRIORITAS Rimbananto angkat bicara. "Itu konyol, namanya," ujar Irsan Rangkuti, saat diwawancarai di kantornya Jalan Sei Tenang, Medan, Selasa (1/12). Plt Walikota Medan Randiman Tarigan Padahal, kebutuhan guru (SD dan SMP Negeri) di kota Medan cuma 6.500 orang.  Sementara guru PNS yang ada sekarang sudah 6.370 orang. Jadi hanya butuh sekitar 30 guru lagi, itupun jika semuanya yang dibutuhkan harus pegawai negeri. Tapi sekarang ada guru honorer sebanyak 1.700-an (untuk tingkat SD dan SMP), sehingga mengakibatkan guru berlebih sebanyak 1.549 orang. Kalau ditambah guru tingkat SMA totalnya sekitar 3.800 guru honorer. Pada 2013 silam, USAID PRIORITAS sudah menghitung kelebihan guru (tingkat SD dan SMP)

Gak Bisa Bahasa Inggris, Enyah!

BILA orang sukses bicara, orang rela memasang telinga. Pandangan dan gagasannya di bidang gelutannya itu, terasa begitu kentara. Seakan-akan, ia adalah Romy Rafael yang menghipnotis dengan setiap kalimatnya. Kalimat-kalimat berupa asupan gizi ilham bagi para pemirsa yang haus cerita. Kalimat yang bernada biasa-biasa namun meresap, menyesap, masuk lebih dalam, ya, jauh lebih dalam hingga ke alam bawah sadar. Itulah yang dilakukan Junita Togatorop, alumnus Unimed yang sukses meraih beasiswa LPDP. Ia menyihir puluhan peserta talkshow bertajuk "bagaimana meraih beasiswa," yang digelar di Aula FE USU, Medan, Jumat, 22 Oktober 2015.   Juni satu-satunya dari Unimed di periode ini yang meraih beasiswa LPDP. Sedang dari Sumut hanya dua. Dia dan Mahyuni Harahap. Sedangkan se-Indonesia ada 150 orang. Angka yang terbilang amat kecil dalam lumbung pelajar Indonesia. Namun, orang-orang muda sepasti Junita dan Mahyuni masuk dalam bilangan manusia tangguh. Mereka telah mengalahkan di

Kellie's Castle: Cinta Yang Tak Rampung

Saya berpoto di dekat Kellis's Castle di kota Ipoh, Negeri perak, Malaysia. BEREDAR selentingan tentang Kastil Kellie. Ada yang menyebutnya sebagai bukti cinta tak berujung. Ada juga bilang, saksi seorang warga sipil yang ingin mendongkrak status derajat sosialnya. Yang lain menuding, istana itu justru wujud kecongkakan Eropa di negeri Melaka. Dari beberapa selentingan itu, kisah asmara yang tak berujung adalah bagian paling menarik. Sepasang sejoli menggelar sesi pemotretan prewedding, di selasar sebuah kastil yang megah di Ipoh, Malaysia. Kastil itu berdiri di sebuah dataran yang agak tinggi. Dan, di sekelilingnya tumbuh rerumputan hijau. Sebuah sungai mengalir di halaman depan. Hawa panas begitu kentara memasuki tengah hari. Tapi orang-orang muda terus berdatangan seakan tiada bosan-bosannya. Menaiki kastil itu, ada beberapa orang berfoto di balkon, sebagian selfie di sejumlah bilik-biliknya. Sedikitnya ada 14 bilik dengan ruang pengudaraan dan pencahay

Kisah Dibalik Mural

Bernice, Reporter A Radio asal Medan berfose di sebuah mural di kota Ipoh, Malaysia. Mural seorang bocah wanita yang berusaha meraih sangkar burung di dekat ambang jendela SEORANG gadis kecil menjinjit meraih sangkar burung. Tangannya kurang panjang untuk meraih sangkar itu. Di antara sebuah dinding bangunan tua di kota Ipoh, gadis kecil itu dikekalkan dalam lukisan mural. Bernice, seorang reporter radio dari Medan terpukau dengan lukisan tersebut. Ia segera berjongkok menyediakan punggungnya supaya si gadis kecil bisa menjangkau sangkar itu. Kami pun lekas memotret adegan tersebut. Di sudut lainnya, gambar-gambar air minum dalam bungkus plastik diikat dengan pipet dan digantung di dinding bangunan tua mewarnai jalanan. Mendekati sebuah restoran China, ada mural bergambar tiga lelaki sedang tos minum arak. Namun yang paling mengesankan adalah mural di sebuah bangunan China di dinding kiri, sebuah coretan yang menggambarkan dibukanya tambang biji timah. Lukisan ters

Nasibnya Si Anak Workaholic

Syawal Gultom /foto oleh Dedy Hutajulu Ia seorang pekerja keras. Nyaris tak kenal waktu. Baginya, ada sebuah kenikmatan bekerja jika bisa menampilkan karya terbaik. Karena itu, mengejar mutu adalah prinsip hidupnya. Dan prinsip itu, seperti sepasang sayap yang membawanya pada sekelabat sukses gemilang dalam karir akademik dan pergaulan hidupnya. *** LELAKI itu terus bekerja hingga tengah malam, sementara bosnya sudah tidur pulas di rumah. Sebagai seorang staf biasa, ia harus rela pulang larut malam karena pekerjaan belum kelar. Beberapa kali, Usman Pelly, Guru Besar Antropolog Unimed pernah menegurnya. “Hei, jangan terus-terusan kerja. Nanti kau jadi workaholic .” Bukan bermaksud tidak mengindahkan nasihat tersebut, tetapi Syawal telah kecanduan bekerja. “Justru bagi saya itu, sebuah kenikmatan bisa bekerja keras,” kata Syawal yang kala itu masih sebagai seorang suruhan bagi para pembantu rektor. Ya, tugasnya sekadar mengangkat tas atau disuruh mengetik dokumen. Namun

Syawal Gultom: Unimed Bagi Negeri

Oleh Dedy Hutajulu   Berkarir tinggi sampai ke Jakarta, tak membuat Syawal Gultom melupakan Unimed. Ia pulang membawa pengetahuan baru, biarKampus Hijau bisa menjadi pandu bagi negeri. Syawal Gultom LELAKI itu bangkit dari kursi. Ia tinggalkan setumpuk pekerjaan hanya demi menyambutku. Ruangan kami bertemu hanya seluas lapangan volley. Diisi banyak buku. Di tengah ruangan, ada sebuah meja dengan sofa yang disusun melingkar.Sofa itu biasa dipakai untuk menjamu paratamu.Laki-laki yang dimaksud adalah Syawal Gultom. Rektor baru Unimed.  Periode sebelumnya Syawal mengabdikan diri sebagai Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya   Manusia Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDMPMP) Kemendikbud, Jakarta. Di pundak Syawal saat itu dibebankan tanggung jawab berat. Ia harus menjamin desain besar mutu pendidikan di Indonesia. Seperti merpati yang ingat pulang, Syawalpun kembali ke Unimed. Mayoritas anggota Senat mendukung Syawal sebagai nahkoda Unimed. Sampai 2019 nanti, gerak Lembaga P