Langsung ke konten utama

Kurang Sosialisasi

Seorang petugas penyelenggara pemilu membantu memasukkan kertas suara dari seorang ibu usai menyoblos di bilik suara di Keluraha Tegal Rejo Medan Perjuangan, rabu, 9 Desember 2015 / Foto oleh Dedy Hutajulu
DUA ibu-ibu kebingungan mencari TPS 29 Kelurahan Tegal Rejo, Medan Perjuangan, Sumatera Utara. Mereka kian cemas karena hari makin siang. Mereka telah berputar-putar, berkeliling di seputaran kecamatan demi ikut menyoblos.

Saking teriknya matahari menjerang kulit, dua ibu-ibu gendut itu kembali berhenti untuk menanyakan warga setempat dimana gerangan lokasi TPS 29. Melihat seorang lelaki berbaju jersey Ayam Kinantan, ibu-ibu tadi menghentikan laju sepeda motor. "Pak, mau tanya, dimana ya TPS 29?"

Lelaki berbaju jersey PSMS itu kaget. Ia sendiri bukan warga setempat. "Kami mau menyoblos Pak, tapi kami gak dapat lokasi tepeesnya," kata ibu itu sembari cemas. Kedua ibu itu tak menyadari kalau yang ditanya justru salah stau kandidiat walikota Medan yang potonya tertampang di kertas surat suara pemilu hari itu. Ramadhan jadi gelisah melihat warga yang kesulitan menyalurkan hak suaranya dalam pesta demokrasi kali ini.

Sehari setelah pencoblosan usai, lembaga survey hitung cepat, Indobarometer, pada sore hari segera melansir hasil temuannya: pasangan Eldin Akhyar menang telak (70 persen) sedang REDI 30 persen. Namun yang bikin kaget, berita hari ini menyebut, tingkat partisipasi golput mencapai 70 persen. Yang bikin keder, 2.508 warga binaan (Lapas) kelas 1 A Tanjung Gusta malah tidak menyoblos lantaran tidak disediakan TPS oleh KPU Medan. 

KPU Medan berdalih, Lapas masuk wilayah Deli Serdang. sedang KPU Deli Serdang juga buang badang karena merasa, Lapas Tanjung Gusta masih dalam wilayah kerja KPU Medan. Akhirnya warga binaan kehilangan hak politiknya.

Kondisi ini sangat menciderai hak-hak politik warga Medan. Padahal undang-undang kepemiluan  menegaskan, orang sakit, orang-orang tahanan, difabel itu mendapat hak dalam pemilu. Mereka harus dilayani secara baik dan setara dengan warga lainnya.

Kondisi kepemiluan hari ini, kata Ramadhan Pohan saat memantau di TPS-TPS di Kecamatan Medan Perjuangan, jika warga kesulitan mencari TPS, atau warga memilih golput, itu salah satu indikasi, KPU tidak bekerja optimal. Minimnya sosialisasi mengakibatkan pemilu tidak berjalan sesuai yang diharapkan. "Mestinya KPU lebih gereget bekerja. Sosialisasi musti digencarkan. rangkul media. Libatkan para wartawan, karena mereka selalu turun ke lapangan. Ini yang tidak terjadi," tudingnya.

Tingginya partisipasi Golput dan dihilangkannya hak para warga binaan yang jumlahnya 2,5 ribu-an, Pengamat Hukum Daniel Bangun menuding KPU telah sangat kejam. "Gugat KPU Medan!" serunya.

BERKACA

Kondisi penyelenggaraan pemilu di Medan hari ini sangat memalukan. Berkaca pada KPU Australia, (AEC), hal semacam ini jarang terjadi. Mulai dari pemutakhiran DPT (Daftar Pemilih Tetap), pengiriman surat C-6 (undangan untuk mencoblos di TPS) hingga sosialisasi pilkada jauh hari, AEC melakukannya dengan sangat baik. tak heran jika tingkat partisipasi pemilih di Australia mencapai 93 persen.

AEC aktif memutakhirkan data pemilih setiap hari. Mereka melakukan kunjungan ke rumah-rumah warga, memastikan alamat dan nama pemilih rumah sesuai dengan DPT yang ada di database AEC. Padahal di Negeri Kanguru itu tidak memakai kartu penduduk. Lantas bagaimana mereka memutakhirkan DPT?

AEC bekerjasama dengan sejumlah lembaga-lembaga terkait. baik lembaga pemerintah maupun swasta. setiap warganya wajib didaftarkan di KPU (sesuai batas umur memilh). Jika seorang warga (usia memilih) pindah alamat, ia wajib melapor ke AEC. Dan databya selalu dicek kebenarann6ya dengan kantor tempatnya bekerja. Misalnya, jika ia kerja di asuransi, maka AEC juga melacak kebenarannya, apakah orang DPT nya itu sesuai dengan alamat yang tertera di perusahaan asuransi? Semua itu dilakukan demi mengakuratkan data basenya.

"Tapi data base kami tertutup untuk publik, khususnya alamat karena data ini riskan digunakan pihak tertentu untuk kejahatan. Sehingga sifatnya sangat rahasia," kata petugas di AEC state (sejenis KPU Kabupaten/Kota) di Canberra.

Petugas AEC juga membuat sejenis peta dengan modifikasi google map, demi menjangkau daerah-daerah terisolasi (remote area), guna mengetahui jumlah pemiliih di sana, jumlah petugas pemilu, logistik serta tingkat sosialisasi yang pernah dilakukan, yang sedang dan yang akan dilakukan. Termasuk bagaimana melibatkan penduduk setempat dalam membantu kampanye/sosialisasi pemilu.

Padahal pemilu Australia bisa berlangsung kapan saja, dan batas waktu persiapan pemilu hanya 33-58 hari. di kita? Bisa sampai satu setengan tahun.  Namun yang menarik, Di negeri Kanguru ini, berlaku Early Voting Day, yang artinya, orang bisa memilih lebih dulu sebeluh hari H pencoblosan. Waktunya disediakan tiga minggu.

Namun yang berhak menggunakan masa Early Voting day ini hanya orang-orang tertentu dengan alasan yang kuat, misalnya seorang wanita hamil yang sudah memprediksi persalinannya pada hari H pencoblosan, atau ia pindah alamat dua minggu kemudian, atau ia seorang dokter yang sedang dalam tugas mengoperasi seseorang beberapa dari menjelang hari H atau ada hal-ahal emergensi, yang semuanya itu punya dasar yang kuat serta meyakinkan. Sebab di Australia, mewajibkan setiap warga negaranya memilih. Jika tidak memilih, undang-undang kepemiluan mereka memberi sanksi dan denda. Besarannya bikin bulu kuduk merinding!

Ada fenomena, kata Phik Diak, Direktur Eksekutirf AEC, warga Australia kini lebih mneggandrungi Early Voting day. AEC sendiri melalui lembaga riset kepemiluannya yang bernama CABER, sedang meriset apakah  early voting Day ini akan diterapkan atau bukan? Mungkin usulan Early Voting day bisa dilakukan di Medan--Indonesia mengingat banyak sekali kasusu di mana-mana yang mengakibatkan hak-hak politik warga terciderai.

Begitu juga sosialisasi dan pemutakhiran DPT menjadi tantangan besar bagi KPU dari tahun-ke tahun. Barang kali, butuh ketegasan atau sanksi bagi KPU yang tidak bekerja optimal. Sebab, ketika warga mulai tidka percaya dengan KPU, itu berarti pemilu sebaiknya ditiadakan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dicari Caleg Perduli Parmalim*

Banyak calon legislatif menduga komunitas Parmalim bakal golput. Tetapi Parmalim menampiknya. Dugaan itu muncul karena para caleg ternyata sama sekali tak mengenal apa itu Parmalim. Celakanya, kaum Parmalim juga tidak mengenal kandidatnya. Bagaimana nasib pemilu kita nanti? Oleh Dedy Hutajulu Desi (kanan) dan rekan-rekannya di depan Bale Parsattian (rumah ibadah Parmalim) di Jalan Air Bersih, Medan, Sabtu (8/3).--foto dedy hutajulu  DESI SIRAIT malu-malu saat lensa kamera diarahkan kepadanya. Ia memalingkan wajah. Di depan Bale Parsattian ia bercengkerama bersama teman sebaya. Bale Parsattian sebutan bagi rumah ibadah komunitas Parmalim. Bale Parsattian ini terletak di Jalan Air Bersih, Medan. Desi Sirait baru berusia 19 tahun. Ini tahun pertama baginya mengikuti pemilu. Ketika ditanya: nyoblos atau tidak? Desi tak langsung menjawab. Ia berpikir dalam-dalam. “Aku takut nanti salah ­­bicara. Jadi masalah pula bagi ugamo kami,” katanya. Desi berasal dari Pemantang

Kalang Baru dan Kenangan di Bondar

aku cuma cuci muka di air bondar Kesal. Kesal banget terus dikibuli si Rindu Capah. Dia ajak kami , katanya cebur ke sungai. Aku sudah senang. Buru-buru keluar dari rumahnya. Berlari sambil bawa kamera dan sabun dan odol.  Aku berharap pagi ini dapat suasana sungai yang indah di Kalang Baru, Sidikalang. Poto unutk oleh-oleh ke Medan. Kami bertiga berjalan menyusuri kebun kopi. Masuk lewat jalan-jalan tikus. Melewati rerimbunan bambu. Turun ke bawah dengan tangga-tanggah tanah yang dibentuk sedemikian rupa supaya serupa tangga. Cukup curam turunan itu. Di bawah tampak aliran sungai melintasi selokan-selokan yang berdempetan dengan sawah.  Banyak remaja dan gadis-gadis di bawah sedang mencuci dan mandi. Kami harus teriak "Lewat..atau Boa" baru mereka menyahut dan kami bis alewat. Begitu tiba di bawah, kukira kami akan berjalan masih jauh lagi menuju sungai yang dibilang Rindu. Tahu-tahunya, sungai yang di maksud adalah selokan ini. Gondok benar hatiku. "I

Syawal Gultom: Unimed Bagi Negeri

Oleh Dedy Hutajulu   Berkarir tinggi sampai ke Jakarta, tak membuat Syawal Gultom melupakan Unimed. Ia pulang membawa pengetahuan baru, biarKampus Hijau bisa menjadi pandu bagi negeri. Syawal Gultom LELAKI itu bangkit dari kursi. Ia tinggalkan setumpuk pekerjaan hanya demi menyambutku. Ruangan kami bertemu hanya seluas lapangan volley. Diisi banyak buku. Di tengah ruangan, ada sebuah meja dengan sofa yang disusun melingkar.Sofa itu biasa dipakai untuk menjamu paratamu.Laki-laki yang dimaksud adalah Syawal Gultom. Rektor baru Unimed.  Periode sebelumnya Syawal mengabdikan diri sebagai Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya   Manusia Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDMPMP) Kemendikbud, Jakarta. Di pundak Syawal saat itu dibebankan tanggung jawab berat. Ia harus menjamin desain besar mutu pendidikan di Indonesia. Seperti merpati yang ingat pulang, Syawalpun kembali ke Unimed. Mayoritas anggota Senat mendukung Syawal sebagai nahkoda Unimed. Sampai 2019 nanti, gerak Lembaga P