Langsung ke konten utama

Nasibnya Si Anak Workaholic



Syawal Gultom /foto oleh Dedy Hutajulu

Ia seorang pekerja keras. Nyaris tak kenal waktu. Baginya, ada sebuah kenikmatan bekerja jika bisa menampilkan karya terbaik. Karena itu, mengejar mutu adalah prinsip hidupnya. Dan prinsip itu, seperti sepasang sayap yang membawanya pada sekelabat sukses gemilang dalam karir akademik dan pergaulan hidupnya.
***

LELAKI itu terus bekerja hingga tengah malam, sementara bosnya sudah tidur pulas di rumah. Sebagai seorang staf biasa, ia harus rela pulang larut malam karena pekerjaan belum kelar. Beberapa kali, Usman Pelly, Guru Besar Antropolog Unimed pernah menegurnya. “Hei, jangan terus-terusan kerja. Nanti kau jadi workaholic.”

Bukan bermaksud tidak mengindahkan nasihat tersebut, tetapi Syawal telah kecanduan bekerja. “Justru bagi saya itu, sebuah kenikmatan bisa bekerja keras,” kata Syawal yang kala itu masih sebagai seorang suruhan bagi para pembantu rektor.

Ya, tugasnya sekadar mengangkat tas atau disuruh mengetik dokumen. Namun kerja-kerja begituan menjadi jalan bagi dia untuk melihat pola hidup para pejabat teras Unimed. dari proses itu pula ia punya kesempatan menyerap ilmu serta menumbuhkan sudut pandang baru melalui pengalaman-pengalaman baru. Proses itu ternyata anak tangga bagi dia untuk melompat ke pijakan yang lebih tinggi.

Dari seorang suruhan, Syawal kemudian melesat menjadi orang nomor satu di kampus hijau. Ia mengalami perjalanan hidup cukup panjang. Delapan tahun jadi staf PR I Unimed, tentu itu bukan waktu yang singkat. “Tetapi di situlah saya banyak belajar. Menjadi staffnya pembantu rektor itu adalah orang yang disuruh-suruh mengerjakan apa saja. Di situ saya belajar tentang manajemen akademik, tentang menahan perasaan, tentang menghargai orang lain, dan tentang menahan diri kalau dimarahi. Saya belajar banyak hal,” beber mantan kepala Badan Penjaminan Sumber Daya Manusia Penjaminan Mutu Pendidikan Kemendikbud era SBY itu.

Tetapi lewat pengalaman itulah, ia mengenal baik dengan hampir semua rektor Unimed, kecuali Apul Panggabean. Ia meneladani cara hidup Yunus Salim. Ia bahkan pernah mengajar di rumahnya, ketika menjadi guru privat untuk anak-anak Salim. Saat privat itulah, diam-dia ia 'mencuri' ilmu sakti tentang cara hidup Pak Salim.

Syawal juga mengenal Sukarna karena empat tahun ia bekerja pada beliau. Ia juga pernah berinteraksi intens selama delapan tahun dengan Pak Darmono. Tak ketinggalan, ia bergaul karib dengan Bu Djanius Jamin. “Saya PR 2 nya Bu Djanius Jamin, dan saya pernah jadi pemimpin proyek di zamannya,” ungkapnya bangga.

Semua pengalaman bersinggungan dengan sejumlah pejabat teras di Unimed itu diberdayakan Syawal untuk menyerap ilmu mereka dengan baik. Ia seperti kerang yang terampil dan sabar mengolah pasir hingga menjelma mutiara. Prinsip sederhana yang melekat dalam dirinya sekarang ini, yang diwarisinya dari ayahnya, itulah pandu dalam hidupnya. "Meski petani," terangnya, "Ayah selalu mendesain pekerjaannya sebaik mungkin. Pekerjaan-pekerjaan manapun dikerjakannya dengan baik."

Mendesain pekerjaan sebaik mungkin dan mengerjakannya seoptimal-optimalnya, adalah suatu ikhtiar yang lama dilakoni Syawal. Ikhtiar-ikhtiar demikian telah melekat kuat dalam dirinya. Ikhtiar yang membuatnya bermental spartan dalam bekerja, pantang menyerah, gigih, dan spiritnya menghentak. Hal-hal itulah yang menjadikan Syawal jadi sosok berkarisma dan amat berpengaruh di Sumatera Utara dan Indonesia.

Banyak orang memuji kecerdasannya. Pun ketangguhannya. Tak sedikit pula yang terkagum-kagum dengan kemampuan daya pikir dan analisisnya. Tak heran jika tingginya pujian berbanding lurus dengan kiprah, karir dan sepak terjangnya yang memukau. Profesor Abdul Hamid mengakui kalau Syawal Gultom, seorang yang celik pikir dan kaya ide-ide cemerlang.

Sedangkan Profesor Manihar Situmorang mengagumi Syawal Gultom, karena lelaki itu selalu dilihatnya mampu menjelaskan idenya dengan sederhana dan sangat aplikatif. Banyak orang mampu berpikir cerdas dengan gagasan-gagsan besar, namun sedikit yang mempu mendaratkan gagasannya dna membuatnya lebih aplikatif. "Tapi Syawal selalu aplikatif, sehingga bisa dikerjakan ide itu," pujinya.

Bambang Winarji Kepala LPMP punya pandangan spesifik terhadap Syawal. “Pak Syawal itu seorang yang tangguh dan konsisten dengan pikiran dan kata-katanya. Kalau ia melontarkan sebuah gagasan, ia pasti sangat yakin dengan gagasannya itu. Kalau sudah begitu, segala argumen mendasar akan djadikannya pijakan. Itulah salah satu hebatnya dia,” ujarnya.


Siapa Syawal?
Syawal Gultom /Foto oleh Dedy Hutajulu


MASA kecilnya tidaklah  jauh beda dengan anak-anak lain di Samosir, yang kerap main gasing dan sesekali mencuri mangga atau pisang kalau lapar. Sebagai anak-anak kampung, Syawal seorang yang lincah berlari dengan kaki-kaki kecilnya di pematang sawah maupun di pinggiran danau. Bangun pagi, mudah sekali menatap air jernih dan menghirup udara segar sebab terbentang (danau) Tao Toba di halaman rumah penduduk.

Terbiasa menikmati danau menumbuhkan satu  filosofi kuat dalam benak Syawal: Hidup harus seperti danau, semakin merendah, semakin limpah airnya, semakin raya ikan di dalamnya. Sehingga ketika karirnya masih sebagai seorang dosen Matematika di IKIP ia tetap sabar. Ketika mulai menanjak menjadi seorang suruhan (pembantu bagi wakil rektor), ia tetap sabar mengikuti invisible hand yang memprosesnya.

“Jangan lihat saya yang sekarang ini. Tapi tengok dua puluh tahun lalu. Panjang proses yang saya lalui hingga sampia ke tahap ini. Prinsip saya, ya seperti yang saya sampaikan di muka: sekecil apa pun pekerjaan yang diberikan ke saya, saya berusaha mengerjakannya dengan sebaik mungkin, dengan serius," petuahnya.

Baginya bekerja seoptimal mungkin, menggunakan segenap daya, segenap nalar dan segenap hati adalah hal paling utama. Soal hasilnya, perkara kedua. "Tetapi kerjakan dulu sebaik mungkin walau pun tantangannya harus tidak tidur. Saya lakukan. Resikonya, ya, kurang tidur. Tapi itu semua harus saya lalui. Itu kan konsekuensi prinsip yang tadi,” cetusnya.

Sebuah prinsip memang selalu membawa konsekuensi yang tidak sederhana. Kita bisa menjadi korban. Karena itu tak heran banyak orang menyampaikan prinsip sederhana tetapi gagasannya tidak membumi.

Namun kisah hidup Syawal mengajarkan satu hal: siap berproses saat bergaul dengan banyak orang dan berusaha sebaik mungkin menyerap segala ilmu dari orang-orang sekitar. Kerelaan berproses dan keterampilan menyerap ilmu dari sekitar adalah dua hal unggul dalam diri lelaki asal Samosir ini dan ia sukses melakoni perannya. Ini yang bikin hidupnya jauh lebih berwarna. (*)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dicari Caleg Perduli Parmalim*

Banyak calon legislatif menduga komunitas Parmalim bakal golput. Tetapi Parmalim menampiknya. Dugaan itu muncul karena para caleg ternyata sama sekali tak mengenal apa itu Parmalim. Celakanya, kaum Parmalim juga tidak mengenal kandidatnya. Bagaimana nasib pemilu kita nanti? Oleh Dedy Hutajulu Desi (kanan) dan rekan-rekannya di depan Bale Parsattian (rumah ibadah Parmalim) di Jalan Air Bersih, Medan, Sabtu (8/3).--foto dedy hutajulu  DESI SIRAIT malu-malu saat lensa kamera diarahkan kepadanya. Ia memalingkan wajah. Di depan Bale Parsattian ia bercengkerama bersama teman sebaya. Bale Parsattian sebutan bagi rumah ibadah komunitas Parmalim. Bale Parsattian ini terletak di Jalan Air Bersih, Medan. Desi Sirait baru berusia 19 tahun. Ini tahun pertama baginya mengikuti pemilu. Ketika ditanya: nyoblos atau tidak? Desi tak langsung menjawab. Ia berpikir dalam-dalam. “Aku takut nanti salah ­­bicara. Jadi masalah pula bagi ugamo kami,” katanya. Desi berasal dari Pemantang

Kalang Baru dan Kenangan di Bondar

aku cuma cuci muka di air bondar Kesal. Kesal banget terus dikibuli si Rindu Capah. Dia ajak kami , katanya cebur ke sungai. Aku sudah senang. Buru-buru keluar dari rumahnya. Berlari sambil bawa kamera dan sabun dan odol.  Aku berharap pagi ini dapat suasana sungai yang indah di Kalang Baru, Sidikalang. Poto unutk oleh-oleh ke Medan. Kami bertiga berjalan menyusuri kebun kopi. Masuk lewat jalan-jalan tikus. Melewati rerimbunan bambu. Turun ke bawah dengan tangga-tanggah tanah yang dibentuk sedemikian rupa supaya serupa tangga. Cukup curam turunan itu. Di bawah tampak aliran sungai melintasi selokan-selokan yang berdempetan dengan sawah.  Banyak remaja dan gadis-gadis di bawah sedang mencuci dan mandi. Kami harus teriak "Lewat..atau Boa" baru mereka menyahut dan kami bis alewat. Begitu tiba di bawah, kukira kami akan berjalan masih jauh lagi menuju sungai yang dibilang Rindu. Tahu-tahunya, sungai yang di maksud adalah selokan ini. Gondok benar hatiku. "I

Syawal Gultom: Unimed Bagi Negeri

Oleh Dedy Hutajulu   Berkarir tinggi sampai ke Jakarta, tak membuat Syawal Gultom melupakan Unimed. Ia pulang membawa pengetahuan baru, biarKampus Hijau bisa menjadi pandu bagi negeri. Syawal Gultom LELAKI itu bangkit dari kursi. Ia tinggalkan setumpuk pekerjaan hanya demi menyambutku. Ruangan kami bertemu hanya seluas lapangan volley. Diisi banyak buku. Di tengah ruangan, ada sebuah meja dengan sofa yang disusun melingkar.Sofa itu biasa dipakai untuk menjamu paratamu.Laki-laki yang dimaksud adalah Syawal Gultom. Rektor baru Unimed.  Periode sebelumnya Syawal mengabdikan diri sebagai Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya   Manusia Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDMPMP) Kemendikbud, Jakarta. Di pundak Syawal saat itu dibebankan tanggung jawab berat. Ia harus menjamin desain besar mutu pendidikan di Indonesia. Seperti merpati yang ingat pulang, Syawalpun kembali ke Unimed. Mayoritas anggota Senat mendukung Syawal sebagai nahkoda Unimed. Sampai 2019 nanti, gerak Lembaga P