Oleh: Dedy Hutajulu.
Matahari
tepat di atas kepala saat anak-anak berhampuran keluar gerbang sekolah
usai menuntaskan Ujian Nasional (UN) hari kedua. Demi menghindari
dehidrasi dan teriknya sang surya, Sadly Nugraha berteduh di warung
minimalis yang cuma berjarak lima meter dari sekolahnya, di Jalan Tilak
Medan, Selasa (16/4).
Sadly, hari itu sengaja datang ke sekolah bukan untuk ujian tetapi ingin melihat rekan-rekannya, anak kelas IPS yang sedang UN. Ia terpaksa meredam semangatnya untuk ujian lantaran pemerintah tiba-tiba mengundurkan jadwal ujian hingga 22 April mendatang, akibat kekurangan soal.
Sadly menuturkan, ketika mendengar naskah soal kurang, ia sangat kecewa. Panik. "Aku sudah belajar bagus-bagus, tapi UN kok diundur?" ujarnya.
Selain karena sudah belajar berbulan-bulan, ia juga sudah mempersiapkan mentalnya dari rumah. Tetapi sialnya, sesampainya di sekolah ia mendapat kabar beberapa saat sebelum waktu ujian, UN diundur. "Aku sangat kecewa, Bang." katanya.
Kekecewaan serupa juga dirasakan Panji. Kelas IPS. Ia sempat terkejut saat mendengar kertas soal kurang. Tapi ia bersyukur, kekurangan soal itu cuma terjadi untuk kelas IPA, bukan IPS. Keterkejutannya pun segera hilang. Bersyukur, Kepala sekolah mereka cepat-cepat ambil inisiatif menenangkan anak-anak yang perasaaan mereka sedang campur-aduk
Wajah resah juga ditunjukkan Siti Polziah Siregar, siswa SMA Negeri 1 Padang Bolak. Begitu mendengar kertas soal kurang, rasa kecewanya mencuat. "Saya benar-benar kecewa, Bang." katanya. Kemudian dilanjutkannya, "Pemerintah kok tak bilang dari awal. Mestinya kan ada pemberitahuan kalau UN ditunda. Padahal kita sudah capek-capek belajar." ujarnya
.
Di Padang Bolak, menurut penuturan rekan wartawan dari Paluta, ada empat lokal di sekolah Polziah yang tertunda UN. Artinya, ada lebih banyak lagi anak-anak yang kecewa karena tertundanya UN.
Melintasi jarak, perasaan kecewa rupanya menyambangi hingga ke Binjai. Ratna, siswa jurusan IPS dari salah satu SMA Swasta di Binjai menuturkan, begitu tahu UN ditunda, semangatnya langsung surut. Wajahnya lesu. "Aku sudah hilang semangat." jawabnya pendek.
Menanggapi hal itu, Psikolog Irna Minauli mengatakan kepanikan diakibatkan karena anak sudah menyatakan siap tempur, tiba-tiba UN ditunda. Tak pelak, penundaan itu berpotensi mengganggu stabilitas emosi si anak.
Ketika kesiapan psikologisnya terganggu, lanjut Irna, kemungkinan dua reaksi yang muncul.Pertama, anak yang sudah matang persiapannya jelas akan merasa kecewa, sedih, dan tak nayaman. Kedua, anak yang kurang persiapan malah melihat situasi ini sebagai kesenangan. Jadi reaksi anak variatif, tergantung pada kesiapannya.
Akan tetapi, fenomena kepanikan siswa ini tak boleh dianggap remeh. Sebab, selain karena anak sudah belajar jauh-jauh hari, ditambah mereka menjalani ritual-ritual keagamaan jelang UN secara melelahkan demi menguatkan semangatnya menghadapi UN.
Selain mengalami distres (panik, otaknya macet) UN juga membuat anak mengalami demotivasi (penurunan motivasi). Akar masalahnya, kata Irna, pendidikan gagal membuat anak bermental kuat. Itu diterjadi karena di sekolah anak cenderung didrill dengan soal-soal tanpa melibatkan proses yang utuh.
Kepanikan siswa ini pun tak mudah untuk dipulihkan. Butuh waktu beberapa hari untuk memulihkan kembali semangat mereka. Hal-hal yang bisa membangkitkan motivasi anak perlu digelar. Di saat bersamaan perlu juga diperhatikan, kalau dilakukan ujian ulang sebaiknya dilangsungkan teknisnya secara detail supaya anak tidak lagi menjadi korban. Anak-anak juga perlu diberitahukan informasi itu secara tepat sehingga anak punya kesiapan psikologis.
Inilah UN yang digadang-gadang pemerintah, program hebat. Nyatanya, secara teknis carut-marut. Dan buahnya, sebuah kepanikan massal.
Komentar