Langsung ke konten utama

Tingginya Jumlah Angka Pencari Kerja

Oleh: Dedy Hutajulu 

Jumlah pencari kerja 2013 sangat tinggi. Itu terlihat dalam Jobfair yang digelar di USU, Sabtu (4/5). Dalam dua hari, stand PT Lestari Group menerima 800 lamaran. Sedang stand Garuda plazahotel dalam sehari menampung lebih 300 lamaran. Bank Syariah Mandiri tak kalah banyak, lebih 400 lamaran dalam sehari. 

Tingginya jumlah lamaran dari para pencari kerja yang berburu lowongan kerja di Jobfair menunjukkan lapangan kerja sangat sempit sementara pencari kerja membludak. Memang, tak semua pelamar di jobfair itu adalah pengangguran.

Ada juga yang sedang bekerja namun karena alasan lain. Contohnya Mitaria Gultom (23). Lulusan Teknik Kimia PTKI-Medan ini masih bekerja di satu perusahaan tapi ingin mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dari segi kompensasi gaji dan jenjang karir.

Alasan lain, karena sudah tak nyaman di perusahaan sebelumnya, seperti dialami Marlina Hutabarat (23). Lulusan jurusan kimia ini memilih hengkang dari perusahaannya lantaran mengalami hal tak mengenakkan di perusahaannya.

Namun, tak sedikit pelamar ini mencari kerja lantaran frustasi terlalu lama menganggur. Sialnya, mereka yang sudah terlalu lama menantikan pekerjaan bahkan harus bersaing lagi dengan ratusan pencari kerja yang masih freshgraduated.

Lindung Silalahi (30) misalnya. Sejak didaulat sebagai sarjana teknik dari Politeknik Negeri Medan 2005 lalu, hingga hari ini masih saja pengangguran. Ia hampir frustasi. Ke sana- kemari ia coba masukka surat lamaran. Tak juga ada yang memanggil. Padahal beberapa sertifikat piagam dimilikinya.

Karena itu, kemarin dia menjatuhkan lamaran ke 10 perusahaan dalam Jobfair tersebut. "Mudah-mudahan ada yang memanggil," katanya.

Sulitnya mencari kerja walau sudah sarjana, benar-benar diderita Lindung. Karena itu, ia tak lagi memusinggakn pekerjaan yang bersinggungan dengan latar pendidikannya sarjana teknik. "Apa saja yang penting bekerja," katanya. Rasa getir terasa dari kalimatnya. "Dan aku tak boleh berharap banyak, nanti bisa kecewa lagi," tambahnya.

Sulitnya mencari kerja tentu dipengaruhi kondisi pertarungan politik-ekonomi tingkat bangsa. Kebijakan pemerintah kita yang membuka pintu masuk bagi warga negara asing untuk bekerja di tanah air lewat jalur globalisasi makin memperparah keadaan ini. Hal itu makin memusingkan pencari kerja di tengah kompetisi pencarian kerja tak terhindarkan lagi.

Mungkin orang-orang seperti Rama Sanjaya belum ketar-ketir di kompetisi ini. Lulusan baru dan masih segar ide ini tentu diincar perusahaan. Apalagi yang cakap berbahasa asing. Namun, bagi pencari kerja seperti Lindung yang banyak di sekeliling kita, ini tentu membikin remuk hati.

Ilmu yang dimiliki Lindung ternyata belum menggaransinya untuk mendapatkan pekerjaan apalagi mewujudkan cita-citanya. Hal beginian tentunya menjadi perhatian pemerintah.

Membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya menjadi tantangan pemerintah, lebih lagi. Tapi mennatikan gerak pemerintah juga tak cukup. Di lain sisi, kampus pencetak sumber daya manusia juga perlu berbenah diri. Mempersiapkan keterampilan serta kemampuan mumpuni bagi lulusannya menjadi tanggung jawab kampus.

Banyak pihak menaruh asa pada kampus agar tak cuma mencekoki mahasiswa dengan teori, tetapi perlu memperlengkapi dengan keterampilan. Sehingga lulusannya tidak hanya menjadi manusia pasif hanya menjadi pencari kerja tetapi proaktif mencipta lapangan pekerjaan. Ini tantangan!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dicari Caleg Perduli Parmalim*

Banyak calon legislatif menduga komunitas Parmalim bakal golput. Tetapi Parmalim menampiknya. Dugaan itu muncul karena para caleg ternyata sama sekali tak mengenal apa itu Parmalim. Celakanya, kaum Parmalim juga tidak mengenal kandidatnya. Bagaimana nasib pemilu kita nanti? Oleh Dedy Hutajulu Desi (kanan) dan rekan-rekannya di depan Bale Parsattian (rumah ibadah Parmalim) di Jalan Air Bersih, Medan, Sabtu (8/3).--foto dedy hutajulu  DESI SIRAIT malu-malu saat lensa kamera diarahkan kepadanya. Ia memalingkan wajah. Di depan Bale Parsattian ia bercengkerama bersama teman sebaya. Bale Parsattian sebutan bagi rumah ibadah komunitas Parmalim. Bale Parsattian ini terletak di Jalan Air Bersih, Medan. Desi Sirait baru berusia 19 tahun. Ini tahun pertama baginya mengikuti pemilu. Ketika ditanya: nyoblos atau tidak? Desi tak langsung menjawab. Ia berpikir dalam-dalam. “Aku takut nanti salah ­­bicara. Jadi masalah pula bagi ugamo kami,” katanya. Desi berasal dari Pemantang

Kalang Baru dan Kenangan di Bondar

aku cuma cuci muka di air bondar Kesal. Kesal banget terus dikibuli si Rindu Capah. Dia ajak kami , katanya cebur ke sungai. Aku sudah senang. Buru-buru keluar dari rumahnya. Berlari sambil bawa kamera dan sabun dan odol.  Aku berharap pagi ini dapat suasana sungai yang indah di Kalang Baru, Sidikalang. Poto unutk oleh-oleh ke Medan. Kami bertiga berjalan menyusuri kebun kopi. Masuk lewat jalan-jalan tikus. Melewati rerimbunan bambu. Turun ke bawah dengan tangga-tanggah tanah yang dibentuk sedemikian rupa supaya serupa tangga. Cukup curam turunan itu. Di bawah tampak aliran sungai melintasi selokan-selokan yang berdempetan dengan sawah.  Banyak remaja dan gadis-gadis di bawah sedang mencuci dan mandi. Kami harus teriak "Lewat..atau Boa" baru mereka menyahut dan kami bis alewat. Begitu tiba di bawah, kukira kami akan berjalan masih jauh lagi menuju sungai yang dibilang Rindu. Tahu-tahunya, sungai yang di maksud adalah selokan ini. Gondok benar hatiku. "I

Syawal Gultom: Unimed Bagi Negeri

Oleh Dedy Hutajulu   Berkarir tinggi sampai ke Jakarta, tak membuat Syawal Gultom melupakan Unimed. Ia pulang membawa pengetahuan baru, biarKampus Hijau bisa menjadi pandu bagi negeri. Syawal Gultom LELAKI itu bangkit dari kursi. Ia tinggalkan setumpuk pekerjaan hanya demi menyambutku. Ruangan kami bertemu hanya seluas lapangan volley. Diisi banyak buku. Di tengah ruangan, ada sebuah meja dengan sofa yang disusun melingkar.Sofa itu biasa dipakai untuk menjamu paratamu.Laki-laki yang dimaksud adalah Syawal Gultom. Rektor baru Unimed.  Periode sebelumnya Syawal mengabdikan diri sebagai Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya   Manusia Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDMPMP) Kemendikbud, Jakarta. Di pundak Syawal saat itu dibebankan tanggung jawab berat. Ia harus menjamin desain besar mutu pendidikan di Indonesia. Seperti merpati yang ingat pulang, Syawalpun kembali ke Unimed. Mayoritas anggota Senat mendukung Syawal sebagai nahkoda Unimed. Sampai 2019 nanti, gerak Lembaga P