Langsung ke konten utama

BLSM dan Tipu-tipu

Oleh: Dedy Hutajulu

Uang bukan saja berdaya hipnotis memerahkan mata. Rupanya ampuh juga mendorong tipu-tipu. Pembagian duit  Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM), contoh dekatnya. Walau cuma Rp 300 ribu per dua bulan, tapi mengundang lakon sandiwara.

BLSM mendorong yang kaya ngaku papa, yang mapan ngaku jelata. Mereka tak malu-malu. Mereka tak peduli jika harus turun merek. Data diri dimanipulasi. Petugas dikibuli.

Rabu (26/) lusa, seorang perempuan ditolak petugas kantor pos. Wanita itu batal menerima uang BLSM lantaran orang lihat, dari penampilan jelas ia bukan kaum jelata.

Kulitnya bersih. Pakaiannya rapi. Tak ada kesan kemelaratan yang dipancarkan dari rona wajahnya. Penampilannya, sekali lagi jauh dari kesan terbiasa menghadapi kemiskinan. Wanita itu kalah malu, lalu kabur dengan mobil pribadinya.

Sedang yang lain, yang benar-benar memprihatinkan berdesakan di luar pagar, Kantor Pos Medan, Jalan Balaikota. Mereka yang di dalam, duduk manis di bangku antrean. Ada yang membawa anak-anaknya. Ada yang ditemani kerabatnya.  Mereka berdesakan demi mendapat nomor antrian. Di tangan mereka tampak kartu berwarna kuning dan KTP.

Di tengah hiruk-pikuk pembagian BLSM itu, seorang pedagang kerupuk dan kacang goreng asongan berkeliling menjajakan dagangannya. Di luar pagar, pengantre mencuri-curi celah untuk masuk. Dua petugas siap siaga.

Di arah timur dan barat, berderet sepeda motor. Sebagian besar adalah milik para penerima BLSM yang sedang mengantre. Mereka dominan datang dengan berkendara. Hanya satu dua yang naik angkot atau becak.

Sujani, misalnya. Di tangan kirinya digelangkan kunci sepeda motor. Yang lain memegang-megang helm. Lainnya lagi, sibuk berkirim pesan via SMS. Telepon seluler mereka terbilang bukan barang murah.

Memang sebagian perawakan mereka ada yang kelihatan memprihatinkan. Namun, tak sedikit dari mereka berpenampilan tidak melarat. Itu tak bisa dibohongi dari penampilan dan aksesoris yang mereka kenakan.

Nurianti contohnya. Warga Medan Timur itu, terlihat memakai dua cincin berwarna kuning emas di  jari manis tangan kirinya. Sepasang telinganya juga mengenakan kerabu.

Ia kerap menyembunyikan tangan kirinya di balik tas saat seorang juru foto siap mengambil gambarnya. Ketika meneken bukti terima, ia letakkan tangan kirinya di atas meja sambil membungkuk ia menorehkan tanda tangannya. Ia tak sadar, gerak-geriknya tengah diperhatikan.

Beda lagi dengan Nurianti. Di lengan kanannya, digelangkan kunci kereta. Ia cukup cerdik. Penampilannya terlihat biasa-biasa. Tidak ada yang wah. Namun saat keluar dari pintu. Ia  kami buntuti. Ternyata sepeda motornya sengaja diparkir agak jauh dari lokasi antrean, supaya tidak menyolok dan diperhatikan orang.

“Itu kereta Ibu?” tanya teman saya, wartawan koran lain. “Ya,” sahut Nurianti. Ia hidupkan mesin, sejurus kemudian ia menghilang di balik kendaraan yang berpacu dengan waktu.

Melihat wanita itu berlalu, terdengar gerutu dari mulut para penarik becak. “Nggak jelas siapa yang miskin, siapa yang kaya.” ujar mereka. Masuk akal, yang punya sepeda motor bisa kebagian BLSM. Para penarik becak ini, mulai meragukan keakuratan data BPS.

Kendati gerutuan tukang becak menjalar dari mulut ke mulut, pembagian BLSM tetap dilangsungkan. Seiring waktu makin menanjak sore, peserta pun mulai berkurang.

Kendati demikian, pembagian BLSM telah menjadi potret nyata kemiskinan kota, akibat kelalaian pemerintah mengamankan sumber energi dan mencarikan sumber energi terbarukan. BLSM, tak lupa, potret manusia melakoni tipu-tipu, bersandiwara jadi jelata.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Selamatkan Lapangan Merdeka Medan

Lapangan Merdeka (Vukoraido) BERKACA dari keberhasilan penyelamatan Gedung Nasional Medan, kini para sejarawan, akademisi, mahasiswa, budayawan, pengamat budaya, dan dosen serta aktivis di Medan makin merapatkan barisan. Mereka sedang mengupayakan penyelamatan Lapangan Merdeka Medan dari usaha penghancuran pihak tertentu. Gerakan ini bermaksud mendorong pemerintah agar menyelamatkan Lapangan Merdeka yang kini telah kopak-kapik sehingga merusak makna sejarah yang ada tentang kota ini. Pembangunan skybridge (jembatan layang) sekaligus city cek in dan lahan parkir di sisi timur Lapangan Merdeka, menurut Hamdani Siregar, pengamat sejarah, itu adalah bagian dari upaya penghancuran sejarah. Apalagi, ketika pembangunan tersebut malah makin memunggungi satu monumen bersejarah di Medan, yakni monumen proklamasi kemerdekaan RI. “Ini momentum bagi kita untuk bangkit melawan. Bangkit menyelamatkan Lapangan Merdeka. Karena pembangunan di situ telah merusak sejarah bangsa i...

Tabu, Mengangkat Guru Honorer di Medan

Oleh Dedy Hutajulu MENYIKAPI pernyataan Plt Wali Kota Medan Randiman Tarigan tentang rencana mengangkat jadi pegawai negeri separuh dari 3.800 total guru honorer di kota Medan, pada 2015 ini, Akademisi Unimed Dr. Irsan Rangkuti, MPd dan Spesialis Tata Kelola Guru USAID PRIORITAS Rimbananto angkat bicara. "Itu konyol, namanya," ujar Irsan Rangkuti, saat diwawancarai di kantornya Jalan Sei Tenang, Medan, Selasa (1/12). Plt Walikota Medan Randiman Tarigan Padahal, kebutuhan guru (SD dan SMP Negeri) di kota Medan cuma 6.500 orang.  Sementara guru PNS yang ada sekarang sudah 6.370 orang. Jadi hanya butuh sekitar 30 guru lagi, itupun jika semuanya yang dibutuhkan harus pegawai negeri. Tapi sekarang ada guru honorer sebanyak 1.700-an (untuk tingkat SD dan SMP), sehingga mengakibatkan guru berlebih sebanyak 1.549 orang. Kalau ditambah guru tingkat SMA totalnya sekitar 3.800 guru honorer. Pada 2013 silam, USAID PRIORITAS sudah menghitung kelebihan guru (tingkat SD dan SMP) ...

Syawal Gultom: Unimed Bagi Negeri

Oleh Dedy Hutajulu   Berkarir tinggi sampai ke Jakarta, tak membuat Syawal Gultom melupakan Unimed. Ia pulang membawa pengetahuan baru, biarKampus Hijau bisa menjadi pandu bagi negeri. Syawal Gultom LELAKI itu bangkit dari kursi. Ia tinggalkan setumpuk pekerjaan hanya demi menyambutku. Ruangan kami bertemu hanya seluas lapangan volley. Diisi banyak buku. Di tengah ruangan, ada sebuah meja dengan sofa yang disusun melingkar.Sofa itu biasa dipakai untuk menjamu paratamu.Laki-laki yang dimaksud adalah Syawal Gultom. Rektor baru Unimed.  Periode sebelumnya Syawal mengabdikan diri sebagai Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya   Manusia Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDMPMP) Kemendikbud, Jakarta. Di pundak Syawal saat itu dibebankan tanggung jawab berat. Ia harus menjamin desain besar mutu pendidikan di Indonesia. Seperti merpati yang ingat pulang, Syawalpun kembali ke Unimed. Mayoritas anggota Senat mendukung Syawal sebagai nahkoda Unimed. Sampai 2019 nanti, g...