Langsung ke konten utama

Memanfaatkan Kompor Tenaga Surya


(Analisa/dedy hutajulu) Kompor Tenaga Surya: Habibul Khoir Lubis, siswa kelas 3 MTs N 2 Medan mempresentasikan kompor tenaga surya yang dirancangnya, Kamis (2/5) lalu. Kompor yang ramah lingkungan bisa menekan penggunaan bahan bakar minyak.


Oleh: Dedy Hutajulu

Berani susah payah, langkah menuju sukses. Itu prinsip yang diamini Habibul Khoir Lubis. Prinsip itu pula yang mengantarkar siswa kelas 3 MTs Negeri 2 Medan itu akhirnya dapat kesempatan besar tampil presentase di depan Konsul AS Kathryn A Crockart, Ketua DPRD Medan Amiruddin, dan Walikota Medan Rahudman Harahap, untuk presentase. Kejadian itu, tepatnya di Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei lalu.

Tak dinyana, pejabat publik sekelas Konsul, Walikota dan Ketua DPRD rela duduk manis sekitar setengah jam demi menyaksikan paparan Habib, (demikian dia disapa) mengenai kompor tenaga surya hasil rancangannya.

Tak sampai disitu, tiga pejabat publik ini bahkan memberikan tepuk tangan atas karya Habib.
Memang, kompor tenaga surya ini bukan murni terobosan Habib. Ia memang hanya mendesain ulang apa yang sudah ditemukan Horace de Saussure seperempat abad lalu, tepatnya pada 1767. Kala itu Horace telah berhasil memanfaatkan energi surya sebagai bahan bakar kompor rancangannya.

Lalu apa yang asyik dari cerita ini? O, jelas ada! Habib telah berulang kali seluncur di internet mencari tahu secara menyeluruh mengenai kompor tak berbahan bakar minyak ini. Ia pun segera mewujudkannya dalam bentuk nyata. Demi niatnya itu, ia tak segan-segan menyita waktu gurunya jika sewaktu-waktu ia butuh bimbingan.

Hasilnya? Kompor tenaga surya bikinannya itu bisa digunakan memasak dan itu telah diuji di sekolahnya. Tak pelak, sepotong pisang rebus hasil olah kompor tenaga surya ini sudah dicicipi Walikota Rahudman.
Ini seru.

Di tengah gembar-gembor isu pemanasan global serta krisis energi yang mendera negeri ini, rasanya pemanfaatan kompor tenaga surya patut kita lirik. Dengan menggunakan alat yang ramah lingkungan ini, kita sudah bisa menekan pemakaian bahan bakar seperti minyak, gas, dan kayu bakar yang setiap saat dapat habis.

Badan Kesehatan Dunia(WHO) mengabarkan bahwa memasak menggunakan kayu bakar seperti merokok dua bungkus rokok dalam sehari. Karena itu, saatnya kita beralih ke teknologi ramah lingkungan, seramah kompor tenaga surya ini.

Prinsip kerja alat ini juga mudah dipahami. Pertama, pemusatan cahaya matahari. Kedua, mengubah cahaya menjadi panas. Terakhir, memerangkap panas. Soal pembuatannya juga gampang. Bahannya murah dan mudah didapat.

Sebutlah kardus, aluminium foil, karton hitam. Begitu juga alat kerja yang dibutuhkan, mudah didapat, antara lain gunting, pensil, rol, lem, panci lebih baik yang tipis dan hitam, dan  plastik untuk tutup berbahan gelas kaca bening.

Lalu bagaimana cara membuatnya? “Begini,” terang Habibi, “bentuk kardus menyerupai kotak ataupun panel sedemikian rupa. Gunting aluminium foil sesuai lebar dalam kardus, lalu tempelkan. Gunting karton hitam sesuai lebar luar kardus, kemudian rekatkan. Usahakan bagian dalam bawah kardus berwarna hitam. Selesai.”

Kelihatannya mudah dan memang iya. Namun perlu diketahui, karena prinsip utama kompor ini mengandalkan tenaga surya, maka sebaiknya digunakan saat sinar matahari memadai, biasanya antara pukul 9 pagi hingga pukul 2 sore.

Hal lain yang perlu diindahkan, kecepatan angin, tutup panci, jumlah dan ukuran bahan yang dimasak dan banyaknya air yang digunakan. Hal hal ini memengaruhi kecepatan masaknya bahan pangan yang dimasak.

Harus diakui, setiap alat punya kelebihan dan kekurangan. Kelebihan alat ini, jelas tidak menggunakan bahan bakar minyak dan harganya murah. Dan untungnya, memasak dengan alat ini, kita bisa menekan laju pemanasan global sebab bisa mengurangi konsumsi bahan bakar minyak atau penebangan hutan.

Sedang kelemahannya, karena sepenuhnya bergantung pada sinar matahari, maka alat ini tak dapat digunakan saat cuaca mendung atau malam hari.

Setelah melihat kekurangan dan kelebihan alat ini, kini kita sudah punya semacam pertimbangan untuk mencoba memberdayakan atau mengabaikan alat ini. Keputusan dikembalikan ke diri kita masing-masing. Tetapi sangat baik, jika kita mau mencobanya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dicari Caleg Perduli Parmalim*

Banyak calon legislatif menduga komunitas Parmalim bakal golput. Tetapi Parmalim menampiknya. Dugaan itu muncul karena para caleg ternyata sama sekali tak mengenal apa itu Parmalim. Celakanya, kaum Parmalim juga tidak mengenal kandidatnya. Bagaimana nasib pemilu kita nanti? Oleh Dedy Hutajulu Desi (kanan) dan rekan-rekannya di depan Bale Parsattian (rumah ibadah Parmalim) di Jalan Air Bersih, Medan, Sabtu (8/3).--foto dedy hutajulu  DESI SIRAIT malu-malu saat lensa kamera diarahkan kepadanya. Ia memalingkan wajah. Di depan Bale Parsattian ia bercengkerama bersama teman sebaya. Bale Parsattian sebutan bagi rumah ibadah komunitas Parmalim. Bale Parsattian ini terletak di Jalan Air Bersih, Medan. Desi Sirait baru berusia 19 tahun. Ini tahun pertama baginya mengikuti pemilu. Ketika ditanya: nyoblos atau tidak? Desi tak langsung menjawab. Ia berpikir dalam-dalam. “Aku takut nanti salah ­­bicara. Jadi masalah pula bagi ugamo kami,” katanya. Desi berasal dari Pemantang

Kalang Baru dan Kenangan di Bondar

aku cuma cuci muka di air bondar Kesal. Kesal banget terus dikibuli si Rindu Capah. Dia ajak kami , katanya cebur ke sungai. Aku sudah senang. Buru-buru keluar dari rumahnya. Berlari sambil bawa kamera dan sabun dan odol.  Aku berharap pagi ini dapat suasana sungai yang indah di Kalang Baru, Sidikalang. Poto unutk oleh-oleh ke Medan. Kami bertiga berjalan menyusuri kebun kopi. Masuk lewat jalan-jalan tikus. Melewati rerimbunan bambu. Turun ke bawah dengan tangga-tanggah tanah yang dibentuk sedemikian rupa supaya serupa tangga. Cukup curam turunan itu. Di bawah tampak aliran sungai melintasi selokan-selokan yang berdempetan dengan sawah.  Banyak remaja dan gadis-gadis di bawah sedang mencuci dan mandi. Kami harus teriak "Lewat..atau Boa" baru mereka menyahut dan kami bis alewat. Begitu tiba di bawah, kukira kami akan berjalan masih jauh lagi menuju sungai yang dibilang Rindu. Tahu-tahunya, sungai yang di maksud adalah selokan ini. Gondok benar hatiku. "I

Syawal Gultom: Unimed Bagi Negeri

Oleh Dedy Hutajulu   Berkarir tinggi sampai ke Jakarta, tak membuat Syawal Gultom melupakan Unimed. Ia pulang membawa pengetahuan baru, biarKampus Hijau bisa menjadi pandu bagi negeri. Syawal Gultom LELAKI itu bangkit dari kursi. Ia tinggalkan setumpuk pekerjaan hanya demi menyambutku. Ruangan kami bertemu hanya seluas lapangan volley. Diisi banyak buku. Di tengah ruangan, ada sebuah meja dengan sofa yang disusun melingkar.Sofa itu biasa dipakai untuk menjamu paratamu.Laki-laki yang dimaksud adalah Syawal Gultom. Rektor baru Unimed.  Periode sebelumnya Syawal mengabdikan diri sebagai Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya   Manusia Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDMPMP) Kemendikbud, Jakarta. Di pundak Syawal saat itu dibebankan tanggung jawab berat. Ia harus menjamin desain besar mutu pendidikan di Indonesia. Seperti merpati yang ingat pulang, Syawalpun kembali ke Unimed. Mayoritas anggota Senat mendukung Syawal sebagai nahkoda Unimed. Sampai 2019 nanti, gerak Lembaga P