Langsung ke konten utama

Kisah Dibalik Mural

Bernice, Reporter A Radio asal Medan berfose di sebuah mural di kota Ipoh, Malaysia. Mural seorang bocah wanita yang berusaha meraih sangkar burung di dekat ambang jendela

SEORANG gadis kecil menjinjit meraih sangkar burung. Tangannya kurang panjang untuk meraih sangkar itu. Di antara sebuah dinding bangunan tua di kota Ipoh, gadis kecil itu dikekalkan dalam lukisan mural. Bernice, seorang reporter radio dari Medan terpukau dengan lukisan tersebut. Ia segera berjongkok menyediakan punggungnya supaya si gadis kecil bisa menjangkau sangkar itu. Kami pun lekas memotret adegan tersebut.

Di sudut lainnya, gambar-gambar air minum dalam bungkus plastik diikat dengan pipet dan digantung di dinding bangunan tua mewarnai jalanan. Mendekati sebuah restoran China, ada mural bergambar tiga lelaki sedang tos minum arak.

Namun yang paling mengesankan adalah mural di sebuah bangunan China di dinding kiri, sebuah coretan yang menggambarkan dibukanya tambang biji timah. Lukisan tersebut hanya dihias dengan warna hitam putih. Warna tersebut kesannya sangat kuat, seakan sebuah kota telah berlumur dengan biji timah.

Karnadi Liam, Fotografer asal Medan sedang mengabadikan mural di kota Ipoh, Malaysia. Mural ini menggambarkan sejumlah kuli sedang menambang biji timah. Karena timah timah itu berwarna perak, maka daerah ini disebut Negeri Perak.
Menurut Director & CEO Destination Perak Abd Raheem Mohamad saat ditemui di kantornya di Ipoh, baru-baru ini, ada ratusan gedung mewah bergaya kolonial Inggris di Kota Ipoh, Negeri Perak, Malaysia yang dihias dengan mural. Pelukisnya tak lain Ernest Zacharevic, seorang pecinta mural kenamaan asal Lithuania. Namanya tersohor ke banyak negara.

Sebelumnya, Zachrarevic melukis gedung-gedung tua di dunia dengan mural gaya natural. Khusus di Ipoh, ia bekerjasama dengan Old Town White Coffee dan Old Town untuk mewujudkan Ipoh sebagai "Old Town Art," Kota Tua berseni. Old Town sendiri, sebuah perusahaan kopi terkemuka di Malaysia
Oleh Zachrarevic, sejumlah dinding bangunan bersejarah dihias untuk menimbulkan suasana yang lebih hidup. keterampilannya melukis seperti meniupkan nafas bagi kota tua yang sekarat itu.

Mural-mural itu memicu rasa penasaran. Sebab selalu ada cerita dan sarat makna, ketika mural-mural itu melekat di dinding-dinding bangunan tua bersejarah. Mural itu telah menandai jejak peradaban masa lalu yang masih memeluk era kekinian.

"Estetika mural memadukan era lampau, kini dan masa depan," ujar Raheem Mohamad.

Entah apa alasannya, sehingga Zachrarevic tertarik menghias kota tua Ipoh. Ipoh sendiri hanya sebuah kota kecil yang makmur berkat tambang timah di masa lampau. Lewat mural tergambar jelas, bagaimana Ipoh di masa lampau laksana kota Batavia yang hanya Sunda Kelapa dan seiring waktu berkembang pesat menjadi kota sesak Jakarta.

Mural bergambar tiga lelaki sedang tos minum bir

Nama Ipoh disematkan karena masa lampau perkampungan tersebut penuh dengan pokok-pokok ipoh. Ipoh satu jenis tanaman yang tumbuh di daerah tropis. Sejak tambang biji timah dibuka, banyak lahan digali dan pohon-pohon ipoh trerpaksa harus ditumbangkan. Kini di jantung kota itu, di sebuah bundarah, sebuah pokok ipoh terpelihara dengan baik. Pokok itu seperti tonggak yang menandai jati diri kota.

Sejak ditemukannya sumber biji timah di Ipoh, penggalian dilakukan secara besar-besaran. Sebagai dampak langsung, perekonomian Ipoh berkembang pesat dari hasil penjualan biji timah. Biji-biji timah bagai kutub magnet yang menarik banyak investor. Para orang kaya termasuk kolonial Inggris membangun rumah-rumahnya di Ipoh. Namun, ketika harga timah merosot pada 1980-an, bangunan-bangunan bergaya kolonial Inggris perlahan-lahan ditinggalkan. Lalu bangunan-bangunan itu tak terawat dan sebagian rusak.

Ratusan bangunan peninggalan kolonial Inggris itulah yang hari ini dijadikan oleh pihak Negeri Perak sebagai aset berharga untuk mendongkrak sektor pariwisata. Mural-mural juga dirawat sebagai bagian destinasi. Para pelancong dibawa berkeliling di jalanan, di antara gang-gang demi mendapatkan cerita tentang mural itu.

Salah satu bangunan peninggalan kolonial Inggris yang sudah beumur lebih seabad di kota Ipoh, Negeri Perak, Malaysia

Bernice, dara muda asal Medan itu, tak ketinggalan. Ia dibawa berkeliling oleh pemandu wisata bernama Abdul Najid Bin Faisal, untuk menapaktilasi sejarah pertambangan timah di Negeri Perak dan sumbangsih besar biji timah terhadap perekonomian warga kota Ipoh. (Dedy Hutajulu)

Bernice dan mural gadis cilik meraih sangkar burung di kota Ipoh. Malaysia kini menjadikan mural sebagai bagian dari sektor pelancongan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dicari Caleg Perduli Parmalim*

Banyak calon legislatif menduga komunitas Parmalim bakal golput. Tetapi Parmalim menampiknya. Dugaan itu muncul karena para caleg ternyata sama sekali tak mengenal apa itu Parmalim. Celakanya, kaum Parmalim juga tidak mengenal kandidatnya. Bagaimana nasib pemilu kita nanti? Oleh Dedy Hutajulu Desi (kanan) dan rekan-rekannya di depan Bale Parsattian (rumah ibadah Parmalim) di Jalan Air Bersih, Medan, Sabtu (8/3).--foto dedy hutajulu  DESI SIRAIT malu-malu saat lensa kamera diarahkan kepadanya. Ia memalingkan wajah. Di depan Bale Parsattian ia bercengkerama bersama teman sebaya. Bale Parsattian sebutan bagi rumah ibadah komunitas Parmalim. Bale Parsattian ini terletak di Jalan Air Bersih, Medan. Desi Sirait baru berusia 19 tahun. Ini tahun pertama baginya mengikuti pemilu. Ketika ditanya: nyoblos atau tidak? Desi tak langsung menjawab. Ia berpikir dalam-dalam. “Aku takut nanti salah ­­bicara. Jadi masalah pula bagi ugamo kami,” katanya. Desi berasal dari Pemantang

Kalang Baru dan Kenangan di Bondar

aku cuma cuci muka di air bondar Kesal. Kesal banget terus dikibuli si Rindu Capah. Dia ajak kami , katanya cebur ke sungai. Aku sudah senang. Buru-buru keluar dari rumahnya. Berlari sambil bawa kamera dan sabun dan odol.  Aku berharap pagi ini dapat suasana sungai yang indah di Kalang Baru, Sidikalang. Poto unutk oleh-oleh ke Medan. Kami bertiga berjalan menyusuri kebun kopi. Masuk lewat jalan-jalan tikus. Melewati rerimbunan bambu. Turun ke bawah dengan tangga-tanggah tanah yang dibentuk sedemikian rupa supaya serupa tangga. Cukup curam turunan itu. Di bawah tampak aliran sungai melintasi selokan-selokan yang berdempetan dengan sawah.  Banyak remaja dan gadis-gadis di bawah sedang mencuci dan mandi. Kami harus teriak "Lewat..atau Boa" baru mereka menyahut dan kami bis alewat. Begitu tiba di bawah, kukira kami akan berjalan masih jauh lagi menuju sungai yang dibilang Rindu. Tahu-tahunya, sungai yang di maksud adalah selokan ini. Gondok benar hatiku. "I

Syawal Gultom: Unimed Bagi Negeri

Oleh Dedy Hutajulu   Berkarir tinggi sampai ke Jakarta, tak membuat Syawal Gultom melupakan Unimed. Ia pulang membawa pengetahuan baru, biarKampus Hijau bisa menjadi pandu bagi negeri. Syawal Gultom LELAKI itu bangkit dari kursi. Ia tinggalkan setumpuk pekerjaan hanya demi menyambutku. Ruangan kami bertemu hanya seluas lapangan volley. Diisi banyak buku. Di tengah ruangan, ada sebuah meja dengan sofa yang disusun melingkar.Sofa itu biasa dipakai untuk menjamu paratamu.Laki-laki yang dimaksud adalah Syawal Gultom. Rektor baru Unimed.  Periode sebelumnya Syawal mengabdikan diri sebagai Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya   Manusia Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDMPMP) Kemendikbud, Jakarta. Di pundak Syawal saat itu dibebankan tanggung jawab berat. Ia harus menjamin desain besar mutu pendidikan di Indonesia. Seperti merpati yang ingat pulang, Syawalpun kembali ke Unimed. Mayoritas anggota Senat mendukung Syawal sebagai nahkoda Unimed. Sampai 2019 nanti, gerak Lembaga P