Oleh Dedy Hutajulu
Riset di Australia
bukan hanya memengaruhi mekanisme kepemiluan dan hal-hal teknis, tetapi turut
menentukan kebijakan pengalokasian anggaran negara secara tepat serta memberi
kesempatan bagi publik untuk ikut terlibat sebagai watchdog alias pengawal
demokrasi.
RUANG rapat paripurna bergemuruh. Pihak oposisi mencak-mencak
atas hasil laporan keuangan “Budget Night 2015” yang diterbitkan pemerintah
tadi malam. Menteri Keuangan Australia Joe Hockey harus meladeni rentetan
kritik dari posisi yang terus mencecar struktur dan postur anggaran tersebut.
Suara meninggi. Tensi memanas. Sidang sangat alot.
Di lantai dua sebelah kanan, barisan anak sekolah duduk manis
menyaksikan perdebatan sengit itu. Mereka menonton bagaimana para senatornya
bertegang urat di sidang pari purna. Di ruangan lain, para parlemen tak kalah
hebtanya adu nyali. Opini dan kritik terlontar ke udara bagai semarak petasan
cabai. Segala pertanyaan dijawab dengan argumen-argumen mendasar dan cukup
detil serta masuk akal. Perdebatan ini amat menarik dan diperlukan demi
kejelasan penggunaan anggaran negara: untuk apa dan kepada siapa
diprioritaskan.
Ada banyak komite dan rapat-rapat yang dilaksanakan di gedung
parlemen tersebut. Rapat komite menjadi jalan tengah, karena para wakil rakyat
ini bertemu dan untuk memutuskan satu kasus saja, kadang waktunya tidak
memadai. “Jadi, jalan tengahnya digelar rapat komite. Ada kesempatan bagi
mereka yang ada di parlemen untuk hadir,” ujar Pip Blackwood, Manajer Sosial
Media Parlemen Australia.
Saat rapat komite, tampak jurnalis mengambil posisi di tribun
atas sebaris meja majelis. Para jurnalis ini hadir untuk meliput dan
melaporkannya di media. Parlemen memberikan akses seluas-luasnya kepada pers
untuk mendapatkan informasi tersebut untuk dimuat di media massa, baik
elektronik maupun cetak.
Investigasi
Blacwood menjelaskan, salah satu agenda rapat komite belakangan
ini yang jadi perhatian besar adalah soal tunjangan anak yang orangtuanya
bercerai. Apabila ada orangtua yang bercerai, biasanya ada pihak yang
membayarkan tunjangan terhadap anak pasangan yang bercerai tersebut.
Bagi Australia, kasus seperti ini menjadi beban sekaligus
menjadi isu yang menyita perhatian publik. “Ini merupakan isu yang sangat kompleks
untuk tahun-tahun belakangan ini. Sebelum mengubah sistemnya, pemerintah
memutuskan harus ada investigasi bagaimana meningkatkan dan memperbaikinya. Ada
proses inkuiri dan investigasi untuk memperbaikinya selama 12 bulan,”
terangnya.
Investigasi bertujuan menggali keterangan dari berbagai lapisan
masyarakat, khususnya para orangtua, apa pendapat mereka tentang bagaimana
memperbaiki masalah ini. Lalu mereka akan menyediakan lembar kuisioner, semacam
survei dan publik juga dilibatkan. Survei digelar secara online.
Survei tersebut melibatkan 2.000 responden. Dalam survei ini,
responden diberi kesempatan menyalurkan opini atau pendapatnya secara
tertulis kepada komite.
Selain mengumpulkan data dan fakta lewat lembar kuisioner,
panitia juga memberdayakan lembar-lembar aspirasi yang kerap disebut
submission. Biasanya submission muncul dari kalangan komunitas,
misalnya komunitas penanggulangan kasus KDRT (kekerasan dalam rumah tangga),
komunitas guru, dan kelompok lain.
Tetapi bisa juga muncul dari departemen-departemen atau
lembaga-lembaga pemerintahan. Biasanya bentuk submissionnya tertulis,
bisa satu sampai 100 halaman. Komite banyak mendapat fakta-fakta dan
bukti-bukti dari dokumen-dokumen submission yang diunggah masyarakat itu
di situs parlemen (House of Representatif) Australia.
Selain mengandalkan data submission, komite juga kerap
mengumpulkan data/fakta dari hasil publik hearing atau rembuk keluarga.
Sistem publik hearing dikerjakan dengan mendatangi komunitas-komunitas
untuk menyerap aspirasi masyarakat di akar rumput. Komite turun ke
lapangan untuk mendengarkan langsung apa saja yang dialami masyarakat,
khususnya mereka yang menjadi korban atas isu kekerasan. Ini semacan reses DPR.
Kemudian, semua informasi hasil publik hearing itu
diunggah ke websitenya parlemen. Dengan tersedianya submission serta
laporan publik hearing, sangat mudah bagi para jurnalis untuk
mengaksesnya. Bahkan setiap komite mengumumkan jadwal kapan submission
diunggah ke website.
Jadwal itu memudahkan jurnalis untuk mendapatkan data dan
memakainya untuk kepentingan pemberitaan.
Tentu saja, tidak semua submission terbuka untuk umum.
Namun hampir semua bisa diakses jurnalis. Hanya sebagian kecil yang tak dibuka
ke publik. Misalnya, submission yang sifatnya menyangkut keamanan warganya.
Kenapa tidak diterbitkan? Jika dipublikasikan, sebagian warga rentan mendapat
teror dari pihak tertentu ketika data-data dan aspirasinya yang bersifat
rahasia bisa dilihat oleh orang lain.
Meski penyusunan angaran untuk berbagai program dilakukan dengan
sangat detil, dan program-program yang akan didanai juga sudah melalui hasil
riset, tetap saja perdebatan alot masih terjadi. Perbedaan pandangan tetap tak
terhindarkan. Namun pada akhirnya, baik oposisi maupun pemerintah memutuskan
penggunaan anggaran secara lebih efektif dan keputusannya jauh lebih rasional.
Pentingnya riset telah menunjukkan bagaimana mempengaruhi alokasi anggaran
secara tepat. Ini sangat menarik sekali. (*)
Komentar