Langsung ke konten utama

BONUS NULIS

SETIYO, panitia Anugerah Jurnalistik Badan Standarisasi Nasional (BSN) mengirim pesan singkat via WhatsApp. "Pagi, Pak Dedy. Mau menginformasikan bahwa naskah bapak menjadi juara 3 kategori media cetak," tulisnya.

Mendapat pesan singkat itu, hati saya sungguh dibesarkan. Usaha saya untuk menulis berbuahkan hasil. Naskah tulisan saya meraih penghargaan jurnalistik tingkat nasional. Ini bonus gede. Nama makin dikenal, dapat penghargaan bergengsi dan duitnya lumayan gede. Ini sebuah prestasi membanggakan.

Bagi saya pribadi, ini serupa pelecut yang akan menyemangati saya untuk terus berkarya. Saya ingin terus menulis meskipun dapat juara atau tidak. Sebab, juara, nama baik, piagam dan duit, bagi saya itu hanyalah bonus. Inti dari menulis bukanlah mengejar bonus, tetapi alat untuk berjuang, alat untuk menyampaikan pesan mulia. Dan saya ingin terus berkirim pesan kebaikan lewat tulisan. (*)



Referensi:
1. http://technology-indonesia.com/lain-lain/umum-lain-lain/inilah-jawara-anugerah-jurnalistik-bsn-2018/
2. https://sorotdaerah.com/daerah/jawara-lomba-jurnalistik-bsn-2018/

Komentar

Lusy Mariana Pasaribu mengatakan…
Terharu baca tulisan ini, berbagi lewat tulisan tanpa mengharapkan sesuatu tapi ketika di apresiasi itu buat kebahagiaan tersendiri
Lusy Mariana Pasaribu mengatakan…
Terharu baca tulisan ini dan berbagi kisah lewat tulisan tanpa mengharapkan sesuatu tapi ketika di apresiasi itu buat kebahagiaan tersendiri

Postingan populer dari blog ini

Selamatkan Lapangan Merdeka Medan

Lapangan Merdeka (Vukoraido) BERKACA dari keberhasilan penyelamatan Gedung Nasional Medan, kini para sejarawan, akademisi, mahasiswa, budayawan, pengamat budaya, dan dosen serta aktivis di Medan makin merapatkan barisan. Mereka sedang mengupayakan penyelamatan Lapangan Merdeka Medan dari usaha penghancuran pihak tertentu. Gerakan ini bermaksud mendorong pemerintah agar menyelamatkan Lapangan Merdeka yang kini telah kopak-kapik sehingga merusak makna sejarah yang ada tentang kota ini. Pembangunan skybridge (jembatan layang) sekaligus city cek in dan lahan parkir di sisi timur Lapangan Merdeka, menurut Hamdani Siregar, pengamat sejarah, itu adalah bagian dari upaya penghancuran sejarah. Apalagi, ketika pembangunan tersebut malah makin memunggungi satu monumen bersejarah di Medan, yakni monumen proklamasi kemerdekaan RI. “Ini momentum bagi kita untuk bangkit melawan. Bangkit menyelamatkan Lapangan Merdeka. Karena pembangunan di situ telah merusak sejarah bangsa i...

Mewaspadai Terorisme

Oleh : Dedy Hutajulu Tepatlah nasihat ‘bang napi’ (yang mengemuka lewat siaran SERGAP di RCTI) mengingatkan kita hari-hari ini: Waspadalah…waspadalah!  Aksi terorisme sepertinya mulai bergeser, inilah kesimpulan kita untuk sementara (meski kebenarannya masih perlu dibuktikan). Perampokan Bank CIMB Niaga di jalan Aksara Medan, penangkapan sejumlah tersangka perampok yang diduga teroris, penembakan tiga orang polisi di Polsek Hamparan Perak, serta perampokan ATM BNI, Bank Nagari dan BRI di Padang Pariaman mengindikasikan aksi terorisme telah menjadikan Sumatera sebagai basis baru kegiatan terorisme.Mereka mulai berpindah dari Pulau Jawa ke Pulau Sumatera. Mari kita cermati bberapa kejadian berikut. Bukan hanya di Sumut, di padang juga belakangan ini polisi sedang mengejar komplotan perampok yang dinilai sebagai jaringan teroris. Meski sudah berulang kali berita teroris mengemuka di sekeliling kita, namun setiap kali berita perampokan dan serangan teroris datang, setiap kali pula...

Pidato SBY dan Nasib Demokrat

Oleh: Dedy Hutajulu Menyikapi dinamika politik terkini yang menyoal krisis Partai Demokrat (PD), SBY selaku penasihat PD segera menggelar jumpa pers di Cikeas. Sebagai rakyat biasa, saya hanya bisa mencermatinya lewat menonton tivi. Selama mengikuti jalannya berita, bukannya mendapat pencerahan, perasaan tidak nyaman justru memenuhi kepala saya, memuncak hingga ke ubun-ubun. Namun, karena beritanya krusial, saya urungkan niat mengganti ke saluran lain. Perasaan tak nyaman itu saya coba urai. Pertama, ketika melihat Anas Urbaningrum selaku ketum PD dan Marzuki Ali yang kita tahu sebagai pejabat public berdiri mematung di belakang SBY yang sedang berpidato. Saya tak mengerti menagap mereka berdiri di sana. Merak tak ubahnya dua ajudan yang sedang mengawal inspektur upacara saat memerankan upacara bendera. Padahal, inikan acara jumpa pers bukan upacara bendera. Kejanggalan kedua, yang paling mencolok dari acara itu adalah bahwa pidato SBY gregetnya tidak terasa. Meski SBY menyampaik...