Langsung ke konten utama

Mungkinkah Penegak Hukum Kembali Fenomenal? Fenomenal! Kata yang pas buat Gayus Tambunan (GT). Kelakuannya sulit ditebak, membuat lembaga-lembaga penegak hukum menjadi bulan-bulanan. Bukan hanya itu, dikatakan fenomenal juga karena figur mafia pajak kelas teri (yang pertama terkuak ke publik) yang begitu lihai mengemplang pajak, melakukan pencucian uang hingga rekening pribadinya hampir muntah menampung kucuran dana miliaran rupiah dari beberapa perusahaan besar yang bermasalah pajak yang ditanganinya sendiri. Dengan kekuasaannya, dia juga mampu menyuap penyidik dan hakim, mengelabui banyak orang dengan memalsukan identitas paspor senilai hampir Rp 1 Milyar (Rp 900 juta). Sedari awal hingga kini, kasus Gayus Tambunan (GT) masih penuh misteri. Meskipun Gayus hanya seorang pegawai pajak golongan rendah, ternyata pengungkapannya tidak gampang. Sangat sulit. Bahkan, lembaga-lembaga penegak hukum sempat dibuat limbung. Tak pelak, sejumlah nama polisi, jaksa, hakim, advokat yang ada kaitannya dengan kasus Gayus telah diseret ke pengadilan. Bahkan, kini nama Antasari Azhar pun (mantan ketua KPK) mulai disebut-sebut. Mereka yang terseret Gayus versi litbang kompas antara lain: Ajun Komisaris Sri Sumartini (vonis 2 tahun), Komisaris Arafat (Vonis 5 tahun), Muhtadi Asnun (Vonis 2 tahun), Alif Kuncoro (Vonis 5 tahun), Andi Kosasih (Vonis 5 tahun), Lambertus Palang Ama (Vonis 5 tahun), Haposan Hutagalung (Vonis 7 tahun). Dan Gayus sendiri divonis 7 tahun denda Rp 300 juta, yang sebelumnya dituntut jaksa untuk dihukum 20 tahun penjara dan denda Rp 500 juta, (kompas 20/1). Lebih hebat lagi, begitu kasus ini ditangani sepenuhnya oleh lembaga kepolisian dan kita berharap Gayus akan jera, tapi yang dipertontonkan kepada publik justru hukum seperti tunduk kepada Gayus. Institusi polri tidak mampu menyelesaikan kasus Gayus dalam tenggat waktu yang dijanjikan Kapolri sendiri (pol Trimur Pradopo.). Anehnya, saat Gayus di dalam bui, logika kita seperti diputarbalikkan: bagaimana bisa seorang tahanan bebas melenggang dari tahanan berkali kali (sampai 68 kali). Padahal, penjara markas komando Brimob nya dikenal sebagai penjara paling ’angker’. Yang lebih fenomenal lagi adalah ketika pasca putusan hakim untuk vonis bagi Gayus dibacakan di persidangan negeri jakarta selatan, Gayus kembali berkicau. Dan kicauan itu membuat SBY kaget. Di luar persidangan, Gayus dengan penuh percaya diri membacakan sebuah pernyataan tertulis yang menyangkut anggota satgas pemberantasan mafia hukum yang konon dibentuk presiden SBY. Presiden kaget? Serangan balik koruptor memang tak terduga. Maka, kekagetan presiden bisa dimaklumi dan mungkin dikarenakan presiden tidak sepenuhnya menganggap semua yang diungkapkan Gayus adalah kebohongan. SBY sendiri masih memiliki rasa penasaran yang besar, dan mungkin masih menaruh rasa percaya atas pernyataan tertulis Gayus itu, meski kadarnya sedikit. Tapi, hal itu tak bisa dianggap remeh. Sebagai pemimpin, SBY tentu tidak sembarangan menunjukkan kekagetannya di depan orang-orang dekatnya. Alasan lain, karena ungkapan Gayus itu menyangkut orang kepercayaan presiden (Denny Indrayana). Aksi Gayus menyerang satgas pemberantasan mafia hukum dan satgas yang segera membantah Gayus menjadi episode demi episode yang menarik banyak perhatian masyarakat. Masyarakat ada yang geram, ada yang curiga, ada keragu-raguanan, dan ada pula kebencian. Tapi, efek yang paling mencolok dari adegan tersebut telah membuahkan ketidakpercayaan rakyat yang luar biasa kepada pemerintah dan lembaga penegak hukum. Ketidakpercayaan itu seperti Merapi di Jawa tengah yang siap meletus-memuntahkan amarah kebenciannya. Meski demikian fenomenal, kita tetap optimis kepada pemerintahan SBY dalam memberantas mafia pajak dan mafia peradilan. Meski polpularitas SBY mulai rontok karena beliau terkesan lamban menyelesaikan kasus-kasus mega korupsi dan seperti tak berdaya dalam memimpin pemberantasan korupsinya seperti yang sejak awal digenda presiden SBY dalam pemerintahannya sekarang, tapi, optimisme pemberantasan korupsi semakin mengakar ke dalam dan berpucuk ke atas. Butuh Komitmen Momentum pengungkapan kasus Gayus yang kini mulai memuncak, kelak akan memicu semangat para penegak hukum untuk lebih greget. Maka komitmen dari lembaga-lembaga penegak hukum dan komitmen presiden menjadi sesuatu yang sangat tidak bisa ditawar-tawar lagi. Komitmen itu seperti api yang menyala-nyala di dasar hati para penegak hukum. Dia bagaikan roh yang menuntun naluri dan mendongkrak spirit baru bagi seseorang untuk bekerja sepenuh hati dan benci pola kerja yang asal-asalan untuk memutuskan belitan korupsi sehingga timbul kerelaan hati yang dalam untuk mengabdi mencucurkan keringat terbaiknya bagi orang lain, meski dia sendiri mungkin akan mengalami banyak ketidakenakan. Presiden memang telah memberikan intruksi untuk menyelesaikan kasus Gayus. Namun, instruksi saja tidak cukup. SBY harus berkomitmen merealisasikan instruksinya, mengawal jalannya penegakan hukum secara progres dan militan. Saatnya, SBY menunjukkan kehebatannya. Semua lembaga penegak hukum adalah ’kaki’ dan ’tangan’ presiden. Presiden punya kapasitas untuk menggerakkan ’kaki’ dan ’tangannya’ itu untuk melawan korupsi. Jika SBY mampu menyelesaikan kasus Gayus ini sampai tuntas, tentu Marwahnya sebagai pemegang amanah rakyat akan terdongkrak. Oleh karena itu, kasus Gayus ini harus menjadi momentum yang tak boleh berlalu begitu saja, tanpa menghasilkan apa-apa. Presiden dan lembaga-lembaga penegak hukum harus bisa mewujudkannya. Kita masih percaya kepada Presiden dan lembaga-lembaga penegak hukum akan mampu menyelesaikan kasus Gayus ini. Meski Gayus fenomenal, tapi Presiden dan Lembaga-lembaga penegak hukum akan jauh lebih fenomenal jika mampu melawan korupsi. Itulah argumen saya untuk menjawab judul tulisan di atas. Semoga terbukti!

Oleh: Dedy Hutajulu

Fenomenal! Kata yang pas buat Gayus Tambunan (GT). Kelakuannya sulit ditebak, membuat lembaga-lembaga penegak hukum menjadi bulan-bulanan. Bukan hanya itu, dikatakan fenomenal juga karena figur mafia pajak kelas teri (yang pertama terkuak ke publik) yang begitu lihai mengemplang pajak, melakukan pencucian uang hingga rekening pribadinya hampir muntah menampung kucuran dana miliaran rupiah dari beberapa perusahaan besar yang bermasalah pajak yang ditanganinya sendiri. Dengan kekuasaannya, dia juga mampu menyuap penyidik dan hakim, mengelabui banyak orang dengan memalsukan identitas paspor senilai hampir Rp 1 Milyar (Rp 900 juta). Sedari awal hingga kini, kasus Gayus Tambunan (GT) masih penuh misteri. Meskipun Gayus hanya seorang pegawai pajak golongan rendah, ternyata pengungkapannya tidak gampang. Sangat sulit. Bahkan, lembaga-lembaga penegak hukum sempat dibuat limbung. Tak pelak, sejumlah nama polisi, jaksa, hakim, advokat yang ada kaitannya dengan kasus Gayus telah diseret ke pengadilan. Bahkan, kini nama Antasari Azhar pun (mantan ketua KPK) mulai disebut-sebut. Mereka yang terseret Gayus versi litbang kompas antara lain: Ajun Komisaris Sri Sumartini (vonis 2 tahun), Komisaris Arafat (Vonis 5 tahun), Muhtadi Asnun (Vonis 2 tahun), Alif Kuncoro (Vonis 5 tahun), Andi Kosasih (Vonis 5 tahun), Lambertus Palang Ama (Vonis 5 tahun), Haposan Hutagalung (Vonis 7 tahun). Dan Gayus sendiri divonis 7 tahun denda Rp 300 juta, yang sebelumnya dituntut jaksa untuk dihukum 20 tahun penjara dan denda Rp 500 juta, (kompas 20/1). Lebih hebat lagi, begitu kasus ini ditangani sepenuhnya oleh lembaga kepolisian dan kita berharap Gayus akan jera, tapi yang dipertontonkan kepada publik justru hukum seperti tunduk kepada Gayus. Institusi polri tidak mampu menyelesaikan kasus Gayus dalam tenggat waktu yang dijanjikan Kapolri sendiri (pol Trimur Pradopo.). Anehnya, saat Gayus di dalam bui, logika kita seperti diputarbalikkan: bagaimana bisa seorang tahanan bebas melenggang dari tahanan berkali kali (sampai 68 kali). Padahal, penjara markas komando Brimob nya dikenal sebagai penjara paling ’angker’.   Yang lebih fenomenal lagi adalah ketika pasca putusan hakim untuk vonis bagi Gayus dibacakan di persidangan negeri jakarta selatan, Gayus kembali berkicau. Dan kicauan itu membuat SBY kaget. Di luar persidangan, Gayus dengan penuh percaya diri membacakan sebuah pernyataan tertulis yang menyangkut anggota satgas pemberantasan mafia hukum yang konon dibentuk presiden SBY.  Presiden kaget? Serangan balik koruptor memang tak terduga. Maka, kekagetan presiden bisa dimaklumi dan mungkin dikarenakan presiden tidak sepenuhnya menganggap semua yang diungkapkan Gayus adalah kebohongan. SBY sendiri masih memiliki rasa penasaran yang besar, dan mungkin masih menaruh rasa percaya atas pernyataan tertulis Gayus itu, meski kadarnya sedikit. Tapi, hal itu tak  bisa dianggap remeh. Sebagai pemimpin, SBY tentu tidak sembarangan menunjukkan kekagetannya di depan orang-orang dekatnya. Alasan lain, karena ungkapan Gayus itu menyangkut orang kepercayaan presiden (Denny Indrayana). Aksi Gayus menyerang satgas pemberantasan mafia hukum dan satgas yang segera membantah Gayus menjadi episode demi episode yang menarik banyak perhatian masyarakat.  Masyarakat ada yang geram, ada yang curiga, ada keragu-raguanan, dan ada pula kebencian. Tapi, efek yang paling mencolok dari adegan tersebut telah membuahkan ketidakpercayaan rakyat yang luar biasa kepada pemerintah dan lembaga penegak hukum. Ketidakpercayaan itu seperti Merapi di Jawa tengah yang siap meletus-memuntahkan amarah kebenciannya. Meski demikian fenomenal, kita tetap optimis kepada pemerintahan SBY dalam memberantas mafia pajak dan mafia peradilan. Meski polpularitas SBY mulai rontok karena beliau terkesan lamban menyelesaikan kasus-kasus mega korupsi dan seperti tak berdaya dalam memimpin pemberantasan korupsinya seperti yang sejak awal digenda presiden SBY dalam pemerintahannya sekarang, tapi, optimisme pemberantasan korupsi semakin mengakar ke dalam dan berpucuk ke atas. Butuh Komitmen Momentum pengungkapan kasus Gayus yang kini mulai memuncak, kelak akan memicu semangat para penegak hukum untuk lebih greget. Maka komitmen dari lembaga-lembaga penegak hukum dan komitmen presiden  menjadi sesuatu yang sangat tidak bisa ditawar-tawar lagi. Komitmen itu seperti api yang menyala-nyala di dasar hati para penegak hukum. Dia bagaikan roh yang menuntun naluri dan mendongkrak spirit baru bagi seseorang untuk bekerja sepenuh hati dan benci pola kerja yang asal-asalan untuk memutuskan belitan korupsi sehingga timbul kerelaan hati yang dalam untuk mengabdi mencucurkan keringat terbaiknya bagi orang lain, meski dia sendiri mungkin akan mengalami banyak ketidakenakan. Presiden memang telah memberikan intruksi untuk menyelesaikan kasus Gayus. Namun, instruksi saja tidak cukup. SBY harus berkomitmen merealisasikan instruksinya, mengawal jalannya penegakan hukum secara progres dan militan. Saatnya, SBY menunjukkan kehebatannya. Semua lembaga penegak hukum adalah ’kaki’ dan ’tangan’ presiden. Presiden punya kapasitas untuk menggerakkan ’kaki’ dan ’tangannya’ itu untuk melawan korupsi. Jika SBY mampu menyelesaikan kasus Gayus ini sampai tuntas, tentu Marwahnya sebagai pemegang amanah rakyat akan terdongkrak. Oleh karena itu, kasus Gayus ini harus menjadi momentum yang tak boleh berlalu begitu saja, tanpa menghasilkan apa-apa.  Presiden dan lembaga-lembaga penegak hukum harus bisa mewujudkannya. Kita masih percaya kepada Presiden dan lembaga-lembaga penegak hukum akan mampu menyelesaikan kasus Gayus ini.  Meski Gayus fenomenal, tapi Presiden dan Lembaga-lembaga penegak hukum akan jauh lebih fenomenal jika mampu melawan korupsi. Itulah argumen saya untuk menjawab judul tulisan di atas. Semoga terbukti!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dicari Caleg Perduli Parmalim*

Banyak calon legislatif menduga komunitas Parmalim bakal golput. Tetapi Parmalim menampiknya. Dugaan itu muncul karena para caleg ternyata sama sekali tak mengenal apa itu Parmalim. Celakanya, kaum Parmalim juga tidak mengenal kandidatnya. Bagaimana nasib pemilu kita nanti? Oleh Dedy Hutajulu Desi (kanan) dan rekan-rekannya di depan Bale Parsattian (rumah ibadah Parmalim) di Jalan Air Bersih, Medan, Sabtu (8/3).--foto dedy hutajulu  DESI SIRAIT malu-malu saat lensa kamera diarahkan kepadanya. Ia memalingkan wajah. Di depan Bale Parsattian ia bercengkerama bersama teman sebaya. Bale Parsattian sebutan bagi rumah ibadah komunitas Parmalim. Bale Parsattian ini terletak di Jalan Air Bersih, Medan. Desi Sirait baru berusia 19 tahun. Ini tahun pertama baginya mengikuti pemilu. Ketika ditanya: nyoblos atau tidak? Desi tak langsung menjawab. Ia berpikir dalam-dalam. “Aku takut nanti salah ­­bicara. Jadi masalah pula bagi ugamo kami,” katanya. Desi berasal dari Pemantang

Kalang Baru dan Kenangan di Bondar

aku cuma cuci muka di air bondar Kesal. Kesal banget terus dikibuli si Rindu Capah. Dia ajak kami , katanya cebur ke sungai. Aku sudah senang. Buru-buru keluar dari rumahnya. Berlari sambil bawa kamera dan sabun dan odol.  Aku berharap pagi ini dapat suasana sungai yang indah di Kalang Baru, Sidikalang. Poto unutk oleh-oleh ke Medan. Kami bertiga berjalan menyusuri kebun kopi. Masuk lewat jalan-jalan tikus. Melewati rerimbunan bambu. Turun ke bawah dengan tangga-tanggah tanah yang dibentuk sedemikian rupa supaya serupa tangga. Cukup curam turunan itu. Di bawah tampak aliran sungai melintasi selokan-selokan yang berdempetan dengan sawah.  Banyak remaja dan gadis-gadis di bawah sedang mencuci dan mandi. Kami harus teriak "Lewat..atau Boa" baru mereka menyahut dan kami bis alewat. Begitu tiba di bawah, kukira kami akan berjalan masih jauh lagi menuju sungai yang dibilang Rindu. Tahu-tahunya, sungai yang di maksud adalah selokan ini. Gondok benar hatiku. "I

Syawal Gultom: Unimed Bagi Negeri

Oleh Dedy Hutajulu   Berkarir tinggi sampai ke Jakarta, tak membuat Syawal Gultom melupakan Unimed. Ia pulang membawa pengetahuan baru, biarKampus Hijau bisa menjadi pandu bagi negeri. Syawal Gultom LELAKI itu bangkit dari kursi. Ia tinggalkan setumpuk pekerjaan hanya demi menyambutku. Ruangan kami bertemu hanya seluas lapangan volley. Diisi banyak buku. Di tengah ruangan, ada sebuah meja dengan sofa yang disusun melingkar.Sofa itu biasa dipakai untuk menjamu paratamu.Laki-laki yang dimaksud adalah Syawal Gultom. Rektor baru Unimed.  Periode sebelumnya Syawal mengabdikan diri sebagai Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya   Manusia Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDMPMP) Kemendikbud, Jakarta. Di pundak Syawal saat itu dibebankan tanggung jawab berat. Ia harus menjamin desain besar mutu pendidikan di Indonesia. Seperti merpati yang ingat pulang, Syawalpun kembali ke Unimed. Mayoritas anggota Senat mendukung Syawal sebagai nahkoda Unimed. Sampai 2019 nanti, gerak Lembaga P