Langsung ke konten utama

Agen Mesra, Agen Perubahan


Empat abad terlelap, suatu malam, yang panjang, di November 2013, Sinabung tiba-tiba siuman. Sekali-kali ia terbatuk-batuk.

Melontarkan dahak berupa lahar bara disertai selimut awan panas yang memukul-mukul langit. Puluhan desa porak-poranda. Ladang sayur lantak oleh debu hingga tampak seperti gurun pasir. Dedaunan tanaman lesu dan mati kering terpanggang awan panas.

Tak pelak, sekitar 32.351 jiwa dari 15 desa yang ada di kaki Sinabung terpaksa mengungsi. Puluhan sekolah ditutup. Salah satunya, SMA Negeri 1 Simpangempat, Sibintun yang berada di 4,5 Km, harus diungsikan ke sekolah lain, demi keselamatan anak.

Dampak erupsi Sinabung menghebohkan warga di sejumlah perkampungan yang tinggal di kaki gunung tersebut. Orangtua tunggang langgang mengangkuti tilam, tikar, perkakas dibungkus lampin menuju pengungsian. Mamak-mamak sambil menggedong bayinya terbirit seperti kaki seribu. Para peladang gegas meninggalkan ladangnya. Dan ternak pun terlantar di kandang. Semua gegas lekas menyelamatkan diri. Posko-posko pengungsian darurat dibangun seadanya.

Syukur, banyak tangan terulur membantu. Bahu-membahu. Berlaksa-laksa doa dihaturkan. Berkardus-kardus bantuan materi datang. Dan penguatan batin bagi para korban datang dari segala penjuru. Para pengungsi mengira, batuknya Sinabung hanya seketika. Tak dinyana, berbulan-bulan, mendekati setahun.

Memasuki awal Januari 2014, Sinabung terus mendehem. Batuk berdahak lava pijar. Dahsyatnya. Bahkan menelan korban jiwa.  Berulang kali pihak terkait mengundurkan waktu kepulangan ke kampung karena status Sinabung selalu awas.

Kejenuhan di pengungsian pun makin kentara. Anak-anak terganggu belajar. Suara ribut dimana-mana, rengek bocah-bocah dan bayi di tetek ibunya mengganggu nikmatnya tidur di tenda pengungsi. Belum lagi gempuran hawa dingin angin gunung yang menggigilkan tubuh, sehingga tiap pengungsi harus berusaha menghangatkan tubuh dengan bersembunyi di balik selimut tebal.

Namun, rasa senasib dan sepenanggungan telah menguatkan batin mereka.
Sembilan bulan adalah bukan waktu yang singkat. Tidak mudah melaluinya. Apalagi, bagi mereka yang terbiasa hidup penuh aktivitas harian, tiba-tiba pola hidup hanya berdiam di tenda pengungsi. Tak bisa berbuat apa-apa. Lebih mengharukan, ketika 303 siswa dari SMA Negeri 1 Simpangempat, Sibintun harus menumpang belajar di SMP Negeri 2 Simpangempat, desa Ndokum Siroga, Kabanjahe.

Kondisi di SMP 2 tersebut, ada dua sekolah yang menumpang belajar. Sehingga jam belajar disusun tiga shif per hari. Pagi bagi anak-anak SMP tersebut, siang untuk sekolah lain, dan Sore bagi SMA Negeri 1 Simpangempat. Anak-anak SMA N 1 Simpangempat merasakan perubahan pola belajar. Dulu terbiasa pagi, kini, masuk Sore. “Kami jadi ngantuk. Karena pagi hari kami kerja ke ladang,” ungkap Nur Dinar, salah satu siswa.

Di sekolah tumpangan, fasilitas belajarnya seperti mobiler kursi-meja terlihat sekarat. Tripleks lapis meja sebagian terkelupas. Jendela kaca banyak yang telah pecah. Plavon bolong-bolong. Papan tulis banyak yang tergores. Cat ruangan kusam, diperkirakan, lama tak direhab. Peletakan sapu dan kain pel sembarangan. Serta sulit menemukan penghapus dan kapur.

Memasuki pintu masuk sekolah, ada aroma yang sangat memualkan. Bau pesing kencing yang menguar dari dua titik. Kamar mandi sekolah di pojok kiri dekat kantor guru dan di pojok kanan dekat ruang kelas tiga. Bau pesing itu tercium ke semua penjuru sekolah tersebut. Setelah dicek, kamar mandi itu ternyata sudah lama sekali tak dipakai.

Terbengkalai. Sampah dan kotoran menumpuk. Sisa-sisa urin juga terlihat kentara di dinding dan lantainya. Karena, anak-anak masih menggunakannya, secara terpaksa. Sulit betul menemukan air bersih di sekolah tersebut.

Kondisi belajar yang masuk di sore hari ternyata masih menyimpan duka bagi anak-anak SMA Negeri 1 Simpangempat. Kelas selalu kotor saat mereka temukan. Bahkan ada tulisan di meja, bangku dan papan tulis yang menyebut “Hei, anak pengungsi, jangan duduki kursi saya” atau “Jangan kotori kelas kami.” Sering kali, anak-anak SMA N 1 Simpangempat dituding sebagai biang kelai kotornya SMP tersebut. “Padahal, kami selalu berusaha menjaga kebersihan,” ungkap Michael, ketua Agen Mesra.

Agen Mesra adalah sebuah gerakan siswa bersatu menuju sekolah ramah anak yang dibentuk anak-anak SMA Negeri 1 Simpangempat. Inisiasi agen Mesra oleh Keluarga Peduli pendidikan (Kerlip) yang datang membantu penanganan psiko-sosial di SMA Negeri 1 Simpangempat. Agen Mesra didaulat sebagai lembaga baru saat 26 Mei, pada acara Festival Gembira. Disebut Gembira adalah singkatan dari Gerakan bersama membangun Indonesia ramah anak.

Gerakan ini hendak memperjuangkan terwujudnya sekolah yang pro anak, yang berpihak pada pemenuhan hak-hak anak secara utuh dan terpadu. Dipercaya, sekolah yang ramah anak efektif membantu tumbuh kembang anak, mendorong partisipasi anak, mampu menggali potensi anak dan menolong anak mengembangkan kapasitasnya hingga ia bisa menjulang menjadi mutiara atau berlian-berlian Indonesia.

Sekolah ramah anak tentunya mengutamakan peningkatan mutu pembelajaran. Proses belajar yang menyenangkan dan konstekstual. Mampu menjawab kebutuhan anak dalam tumbuh kembangnya. Karena ketika belajar menyenangkan, anak merasa lebih nyaman. Mereka akan lebih optimal mengembangkan potensi dirinya. Rasa nyaman adalah hal teramat penting bagi anak.

Kita tahu, bukan hal mudah bagi anak untuk menyampaikan gagasannya. Karena itu, perlu diciptakan iklim belajar dan iklim sekolah yang memberi kesempatan seluas-luasnya bagi anak untuk berkreasi, berekspresi, bersuara. Suara anak mesti didengarkan dan ditanggapi secara positif oleh siapa pun. Sebab dengan begitulh, anak akan merasa dihargai dan ia berani mengungkapkan gagasannya.

Sekolah ramah anak juga tak lepas dari dukungan guru-gurunya. Anak butuh guru yang berkompetensi atau menguasai teknik mendidik dan membimbing anak. Menguasai konsep sekolah ramah anak dan payung hukum konvensi anak, sehingga ketika berhadapan dengan anak, guru menjadi teladan. Guru selaku ujung tombak perwujudan sekolah ramah anak, sejatinya menjadi ikon bagaimana jadi pandu, jadi teladan bagi anak-anak.

Selain itu, fasilitas belajar juga perlu didukung. Setidaknya, standar pelayanan minimal terpenuhi. Sayangnya, yang terjadi bagi siswa SMA Negeri 1 Simpangempat jauh panggang dari api. Kondisi fasilitas belajar di sekolah tumpangan sangat memiriskan hati. Karena itu, Kerlip berupaya keras mendorong berdirinya sekolah darurat. Alhasil, dengan lobi ke sana-sini, bersinergi dengan pihak BNPB dan TNI, akhirnya lima tenda darurat bisa terpasang di lapangan SKB (Sanggar Kerja Bersama), Karo.

Tak sampai di situ, pemindahan anak dari sekolah tumpangan ke tenda ternyata tak mudah, sebab mobiler bangku-meja tak tersedia. Beberapa kali lobi dilakukan terhadap dinas pendidikan Karo dan dinas pendidikan Provinsi Sumatera Utara. Namun hasilnya, mengecewakan.

Akhirnya, diambil inisiatif, hanya perwakilan masing-maisng kelas yang akan didampingi di sekolah darurat di SKB, yakni sebanyaik 25-30 anak. Selebihnya, pendampingan dilakukan di sekolah. Pendampingan pada anak di tenda dan di sekolah dilakukan secara kontinu dan progresif.

 Bekerjasama dengan Komunitas Air Mata Guru, Kerlip menggelar BBM (Bimbingan Belajar Mandiri) bagi siswa kelas tiga. Kerjasama dengan tim Psikolog profesional dari USU bernama CPF, Kerlip  melakukan penangangan psiko-sosial dengan guru dan siswa. Proses ini juga tak mudah. Karena ada saja perintang seperti paradigma guru yang harus dicerahkan terlebih dulu.

Masa-masa awal pendampingan terasa berat. Karena upaya menghadirkan sekolah darurat tidak tercapai sepasti diharapkan. Namun semangat Tim Kerlip tak pernah patah arang. “Demi anak, kita harus terus maju,” ungkap Nurasiah Jamil, manager program.

Berulang kali, fasilitator dari Bandung dihadirkan. Ada Bu Nia yang setia dan tekun serta sangat teliti menilai masing-masing anak. Meneropong secara detil potensi masing-masing anak dan mendorog mereka untuk berkreasi. Ada Amilia Agustin yang tangguh dan selalu menghadirkan pembelajaran yang mengasyikkan.

Pendampingan dengan tutor sebaya terasa lebih diterima anak-anak. Amilia yang usianya hanya bertaut setahun atau dua dengan anak-anak SMA Negeri 1 Simpangempat gampang beradaptasi. Begitu pun anak-anak SMA Negeri 1 Simpangempat tidak merasa digurui oleh Amilia namun serasa menemukan kakak yang kesannya sangat dekat. Selain Ami, ada Arlian juga sebaya, turut menginspirasi.

Kehadiran inspirator-inspirator muda tersebut mendorong, dan menantang, anak-anak SMA N 1 Simpangempat untuk tunjukkan kiprah. Tak butuh berapa lama, pendampingan berbuah manis. Tampaklah berlian-berlian Karo. Ada Nita yang kreatif bikin puisi dan lantang bicara. Ada Hendy Farta Milala yang juga fasih bicara dan jago main musik.

Belakangan, secara menakjubkan, bermunculan sosok-sosok muda lainnya dengan potensi masing-masing. Ada Michael yang bertanggungjawab serta kreatif dalam hal komputer. Inez dan Andika yang pintar menjadi pembawa acara, Astri si penari juga bersuara emas, Yossi yang semangatnya meledak-ledak dan selalu ingin tampil menjulang.

Ada Frendy si ‘Suckseed’ yang menciptakan lagu “Kita punya banyak mimpi,” serta Rizky Tanjung ‘Si tukang mual” yang menggubah lagu “Agen Mesra.”
Heliyani ‘sicentil’ dan Sri Magdalena ‘si pencuri’ juga tak ingin ketinggalan dalam berkarya. Keduanya jago mencipta puisi dan membacakannya. Yang lain juga tak kalah hebat.

Benar, kata Pak Zulfikri Anas, pakar kurikulum, “Tidak ada anak yang bodoh. Semua anak punya kehebatan masing-masing.”  Kami, saat pendampingan terhadap anak-anak di Karo telah menyaksikannya. Dan kami tak malu menceritakannya ke pada siapa pun. Biar dunia tahu, di Karo ini banyak berlian-berlian yang akan menjulang jadi pandu bangsa.

Berlian-berlian muda ini, dari yang pemalu dan pendiam kini berani bersuara. Mereka sambangi kantor-kantor pejabat. Audiensi menjadi corong mereka untuk meneriakkan suara mereka. Dari Kabanjahe, pukul 7 pagi, mereka menempuh jalanan dua jam ke Medan. Untuk audiensi. Ke Biro Pemberdayaan Perempuan, Anak dan KB Provinsi Sumatera Utara, di lantai 6 kantor Gubernur Sumut, mereka sambangi. Menjumpai Ibu Rohani Bakkara. Berdiskusi tentang sekolah ramah anak. Hingga mendapatkan dukungan dari biro PPAKB.

Tak cukup hanya dukungan dari Biro PPAKB, Agen Mesra melanjutkan perjalanan galang dukungan ke kantor kepala dinas pendidikan Sumatera Utara. Bertemu Masri, sang kepala dinas dan Hendri Siregar, sekretarisnya. Masri mengatakan Dinas pendidikan Provsu ikut mendukung terwujudnya sekolah ramah anak.

Sorenya, Agen Mesra menyambangi kantor USAID PRIORITAS di Jalan Sei Tenang. Diterima Erix Hutasoit, ahli komunikasi. Erix secara pribadi mendukung dan berjanji memberikan waktunya untuk pengembangan kapasitas anak berupa pelatihan, sanggar kerja dan diskusi.

Galang dukungan terus digalakkan dengan menggelar diskusi grup terfokus di aula Institut teknologi Medan. Mengundang pihak-pihak terkait yang berkewajiban memangku tanggung-jawab perwujudan sekolah ramah anak. Mujur, dukungan datang dari banyak pihak. Dukungan juga diberikan oleh dua media surat kabar terbesar di Sumut, Analisa dan Tribunmedan. Dukungan itu seperti tetes-tetes embun di tanah gersang.

Terakhir, galang dukungan didapat dari kepala dinas Pendidikan Kabupaten Karo, saroha Ginting. Kendati dukungan sudah banyak, upaya mewujudkan sekolah ramah anak barulah langkah awal. Perjalanan mengawal komitmen bahwa sekolah ramah anak akan dicetus di Karo harus terus didampingi.

Di saat bersamaan, program safari gembira dari Agen Mesra sebagian sudah dimulai dan akan terus dikerjakan dengan target, menjenguk sekolah-sekolah eks SMP masing-masing dalam rangka berbagi ilmu, berbagi pengalaman Projek PUSAT (pungut sampah yang terlihat) kini menghadapi tantangan dari sekolah yakni bagaimana program ibu bukan isapan jempol melainkan sebuah kebiasaan baru di sekolah dan dimana-mana. 

Agen Mesra ditantang menjadi ikon. Sedang program jamban bersih dan pengumpulan air bersih sebotol per anak per hari, kini dalam tahap konsolidasi dengan sekolah tumpangan.

Pergerakan Agen Mesra, sejauh ini kian mantap. Langkah untuk unjuk karya, unjuk kreativitas makin dipancang. Gerakan antikorupsi diinisiasi di sekolah lewat datang tepat waktu. Gerakan “Malu datang terlambat” digagas agar membangun kedisiplinan anak-anak dalam hal mamajemen waktu. Sebab, terlambat, kata Nita Hayati, salah satu agen Mesra, adalah awal korupsi. Korupsi waktu akan membuka pintu korupsi pada hal lain.

Partisipasi, kreativitas, keberanian untuk gagal serta semangat berkarya telah ditunjukkan Agen Mesra. Mereka menyebutnya dalam tagline “Speak n Act”, bicara dan beraksi. Mereka mengaku sebagai pelajar anti kekerasan dan amat cinta keluarga. Mereka percaya, sebagai pelajar cinta terhadap keluarga amat penting.  Karena di keluargalah pertama kali diemai benih-beih kebaikan, bibit-bibit karya. Dan dalam tagline Speak n Act itu pula mereka bersafari gembira untuk mengkat ilmu lewat berbagi.

Menyaksikan karya nyata Agen mesra, semangat yang membara serta kesatuan tekad, adalah satu kebanggaan. Kita yakin, mereka akan bergerak, berderap membawa perubahan secara menghentak sedahsyat pasukan Leonidas.

Sepasti petuah Erix yang mereka aminkan kala itu, “Baru kali ini, saya lihat ada anak-anak yang peduli dengan sekolah ramah anak. Bahkan berjuang mewujudkannya. Teruslah berjuang, sobat.”

Atau pesan manis dari arifin Alamudi, reporter Tribunmedan, ‘Ayo, adik-adik. Terus semangat belajar. Kalian harus jadi yang terbaik. Keterbatasan fasilitas tidak boleh menyurutkan semangat kalian berkarya. Kalian adalah yang terbaik dari terbaik.”

Benar, mereka adalah agen-agen pembawa perubahan. Agen pewujud sekolah ramah anak. Biar waktu yang akan menguji, mengasah bahkan menyesah mereka meraih impian.



Desain foto dan teks By Dedy Hutajulu
                                                                                                     Foto-Foto : By Dedy Hutajulu
Disusun Juni 2014













Dari Hulu ke Hilir
1.      Sekolahku
2.      Sekolah Tumpangan
3.      Belajar di Tenda
4.      Aktivitas Lain
5.      Festival Gembira
6.      Testimoni
7.      Asa
 





Bangun dari tidur panjangnya 4 abad, Sinabung siuman dan terbatuk-batuk muntahkan dahak lahar panas di akhir 2013.

SEKOLAHKU
















 Sekitar 32.351 jiwa dari 15 desa yang ada di kaki Sinabung terpaksa mengungsi. Puluhan sekolah ditutup. Salah satunya, SMA Negeri 1 Simpangempat, Sibintun yang berada di 4,5 Km, harus diungsikan ke sekolah lain.
Kondidi lapangan sekolah membelukar setelah sembilan bulan ditinggal pergi.

Lebatnya rumput menutupi pinggang kelas

Jejak langkah membekas pada debu erupsi Sinabung yang menempel di teras kelas sekolah

Bekas aliran air yang membentuk alur-alur  pada debu eruspsi Sinabung kentara


Mengukur ketebalan debu Sinabung yang menempel di lapangan Volly

Bangunan sekolah masih bagus namun berada di kisaran 4,5 KM dari Gunung Sinabung (zona merah)
Ruang Laboratorium telantar
Tebalnya debu erupsi Sinabung yang menempel di teras kelas sekolah
Debu melumpur di toilet sekolah
Toilet rusak dan berdebu
Kantin sekolah rusak
Debu-debu digonikan untuk dijadikan pupuk
Pupuk untuk tanaman di kebun







Berangkat ke sekolah naik Truknya militer


Bersesakan di mobil bak terbuka
 SEKOLAH TUMPANGAN





  SMP N 2 Simpangempat Ndokum Siroga












Jendela kaca banyak pecah. Plavon bolong-bolong
 














Pintu kelas rusak
 













Kelas Berdebu
Banyak sampah berseliweran


 










Toilet tak bisa dipakai





Sekolah Darurat












Pendirian tenda di lapangan SKB, Kabanjahe, Karo
Tim BNPB dan TNI bekerjasama mendirikan tenda sekolah darurat

BELAJAR DI TENDA
                                                         Inez sedang membuat lingkaran untuk mandala diri
 
Rhabba dan lingkaran yang dilukisnya


Pendampingan



Frendy unjuk kebolehan menyanyikan lagu ‘suckseed’ berbahasa Thailand







Mendiskudikan kartu pos untuk calon presiden 2014-06-21

 
Astri mengintip dari balik tirai

Tenda adalah rumah kedua kami
Rhabba dan impiannya

Ericha mendiskusikan (kiri) impiannya dengan kawan-kawan sekelompoknya
Selalu gembira
Sangat gembira
Terus Gembira
 Bersenang-senang karena belajar diselingi game
Bermain sambil belajar
Memilih isu sosial
Nia Kurniati sebagai Fasilitator
Dari balik jendela tenda

 Baku gali ide
 
Andika ingin jadi presiden
Bersama orangtua belajar membikin kerajinan tangan dari sampah plastik
Mandala diri Roy
 Presentasi projek
Bu Nia menunjukkan tas hasil rajutan dari sampah

Sajadah rajutan dari olahan bungkus minuman caffucino sachet.
Orangtua belajar menyusun papan impian
Orangtua, guru dan siswa sama sama menyusun papan impian masing-masing

 Gembira berdiskusi
Aktivitas Lain
Menyusun papan impian di kelas Dipandu mentor
Tes psikologi anak oleh tim psikolog

tes ke pada semua anak per kelas
Perkembangan psikologi anak terus dipantau
Tes psikologi juga dilakukan pada para guru
Tim psikolog dari USU
Melatih pengungsi membuat kerajinan dari sampha plastik menjenguk anak-anak pengungsi
Bahan bungkus minuman kopi sacet
Produk
Berlatih bikin kerajinan
Festival Gembira
Menarikan tari Karo, lestarikan kearifan lokal
Menari di bawah matahari

Hardiles dan gayanya
Heliyani dan jurus silatnya menantang Hendy

Evi ‘si pemalu’ akhirnya berani bicara di depan publik
Kita punya banyak mimpi, Bung
Pede jadi MC (Andika dan Inez)

Michael (pegang mike), ketua Agen Mesra yang bertanggung jawab
Yossi dan Frendy menyanyikan lagu “Kita Punya Banyak Mimpi”. Lagu tersebut adalah karangan Frendy sendiri
Penonton rela berpanas-panasan menyaksikan para agen mesra unjuk kebolehan

 













Nita dengan puisinya bertajuk “Pendidikan” dan Heliyani dengan puisinya bertema “Mengertilah Kami”
Sri Magdalena juga dengan puisinya “Pencuri!”
PELEMBAGAAN AGEN MESRA KARO











Penyematan PIN pada Hendy, dkk, tanda resmi didaulat sebagai agen Mesra
Swardi, perwakilan dari Dinas pendidikan Prov Sumut menyematikan Pin ke Michael

Para pengunjung menikmati pameran karya di dalam tenda
 Bu Nelli Saragih, guru sosiologi, menangis terharu karena bangga akan potensi para agen Mesra
Opera (Obrolan seputar ramah anak) bersama orangtua, guru dan pendamping dari kerlip di tenda
GALANG DUKUNGAN











Mempersiapkan mental
 
Briefing materi di Masjid AgungAudiensi ke kantor Biro Pemberdayaan Perempuan, Anak dan KB, Prov Sumut
Ir Rohani Bakkara menerima para Agen Mesra audiensi di ruangannya, Lantai 6 Kantor Gubernur Sumatera Utara. Biro PPAKB, kata Rohani mendukung terwujudnya sekolah ramah anak
Presentase sat audiensi ke Kantor Dinas Pendidikan Sumatera Utara
Berdialog dengan Kepala Dinas Pendidikan Provsu, Masri dan sekretarisnya Hendri Siregar

Menyambangi kantor USAID PRIORITAS

Mendengarkan cita-cita anak-anak Agen Mesra
Bergembira bersama Erix Hutasoit, ahli komunikasi USAID PRIORITAS

Diskusi bareng Arifin Alamudi, asisten redaktur Tribunmedan
Di Ruang redaksi Tribunmedan

Newsroom Tribunmedan
Cha-cha dan Luki menertawakan isi berita
Di Aula kantor Harian Analisa
Foto bareng RedakturSumut Analisa, Sugiatmo dan wartawan Taufik Wal Hidayah
Michael menyampaikan pendapat ke Kadisdik Karo, Saroha Ginting
Bersempit-sempitan di ruang kerja Saroha Ginting saat audiensi
Yossi saat presentasi di hadapan Kepala Dinas Pendidikan Karo, Saroha Ginting
Frendy menampilkan lagu ciptaannya saat diskusi terfokus tentang Ramah Anak di Aula Institut Tekologi Medan

Para pemangku kewajiban pendidikan menandatangani lembar komitmen dukungan untuk perwujudan sekolah ramah anak
Testimoni

 




 















 





 




























ASA DARI KAWULA MUDA
Gerakan PUSAT (Pungut Sampah yang Terlihat)





Menuju Sekolah Ramah Anak
Umur kami masih muda. Masih panjang jalan masa depan yang akan kami tempuh. Termasuk masa depan terwujudnya sekolah yang ramah anak. Namun kami tahu, tidaklah mudah mencapai itu. Karena itu, hari ini kami bajakan mental kami. Kami penuhkan tangki spirit kami dengan semangat membara. Dan kami baku genggam tangan. Berpengangan satu sama lain. Bahu membahu. Kami yakin, sekolah ramah anak bisa kami wujudkan di kampung halaman, tanah Karo Simalem.  Dari kampung halaman ini, lalu kami gelindingkan semangat itu ke segala penjuru. Lewat safari gembira ke sekolah-sekolah. Kami percaya perubahan perlu digelindingkan, disuarakan, diperjuangkan terus menerus. Perjuangan kami tak mengenal lelah, tak kenal menyerah. Karena kami adalah agen Mesra.
Salam Mesra,
Tanah Karo, Juni 2014



                                     

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dicari Caleg Perduli Parmalim*

Banyak calon legislatif menduga komunitas Parmalim bakal golput. Tetapi Parmalim menampiknya. Dugaan itu muncul karena para caleg ternyata sama sekali tak mengenal apa itu Parmalim. Celakanya, kaum Parmalim juga tidak mengenal kandidatnya. Bagaimana nasib pemilu kita nanti? Oleh Dedy Hutajulu Desi (kanan) dan rekan-rekannya di depan Bale Parsattian (rumah ibadah Parmalim) di Jalan Air Bersih, Medan, Sabtu (8/3).--foto dedy hutajulu  DESI SIRAIT malu-malu saat lensa kamera diarahkan kepadanya. Ia memalingkan wajah. Di depan Bale Parsattian ia bercengkerama bersama teman sebaya. Bale Parsattian sebutan bagi rumah ibadah komunitas Parmalim. Bale Parsattian ini terletak di Jalan Air Bersih, Medan. Desi Sirait baru berusia 19 tahun. Ini tahun pertama baginya mengikuti pemilu. Ketika ditanya: nyoblos atau tidak? Desi tak langsung menjawab. Ia berpikir dalam-dalam. “Aku takut nanti salah ­­bicara. Jadi masalah pula bagi ugamo kami,” katanya. Desi berasal dari Pemantang

Kalang Baru dan Kenangan di Bondar

aku cuma cuci muka di air bondar Kesal. Kesal banget terus dikibuli si Rindu Capah. Dia ajak kami , katanya cebur ke sungai. Aku sudah senang. Buru-buru keluar dari rumahnya. Berlari sambil bawa kamera dan sabun dan odol.  Aku berharap pagi ini dapat suasana sungai yang indah di Kalang Baru, Sidikalang. Poto unutk oleh-oleh ke Medan. Kami bertiga berjalan menyusuri kebun kopi. Masuk lewat jalan-jalan tikus. Melewati rerimbunan bambu. Turun ke bawah dengan tangga-tanggah tanah yang dibentuk sedemikian rupa supaya serupa tangga. Cukup curam turunan itu. Di bawah tampak aliran sungai melintasi selokan-selokan yang berdempetan dengan sawah.  Banyak remaja dan gadis-gadis di bawah sedang mencuci dan mandi. Kami harus teriak "Lewat..atau Boa" baru mereka menyahut dan kami bis alewat. Begitu tiba di bawah, kukira kami akan berjalan masih jauh lagi menuju sungai yang dibilang Rindu. Tahu-tahunya, sungai yang di maksud adalah selokan ini. Gondok benar hatiku. "I

Syawal Gultom: Unimed Bagi Negeri

Oleh Dedy Hutajulu   Berkarir tinggi sampai ke Jakarta, tak membuat Syawal Gultom melupakan Unimed. Ia pulang membawa pengetahuan baru, biarKampus Hijau bisa menjadi pandu bagi negeri. Syawal Gultom LELAKI itu bangkit dari kursi. Ia tinggalkan setumpuk pekerjaan hanya demi menyambutku. Ruangan kami bertemu hanya seluas lapangan volley. Diisi banyak buku. Di tengah ruangan, ada sebuah meja dengan sofa yang disusun melingkar.Sofa itu biasa dipakai untuk menjamu paratamu.Laki-laki yang dimaksud adalah Syawal Gultom. Rektor baru Unimed.  Periode sebelumnya Syawal mengabdikan diri sebagai Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya   Manusia Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDMPMP) Kemendikbud, Jakarta. Di pundak Syawal saat itu dibebankan tanggung jawab berat. Ia harus menjamin desain besar mutu pendidikan di Indonesia. Seperti merpati yang ingat pulang, Syawalpun kembali ke Unimed. Mayoritas anggota Senat mendukung Syawal sebagai nahkoda Unimed. Sampai 2019 nanti, gerak Lembaga P