Langsung ke konten utama

Menikmati Mimpi Belajar di AS


Pdt Dr Deonal Sinaga


Oleh Dedy Hutajulu

BERKESEMPATAN  studi di Universitas Concordia, di Kota Portland, negara bagian Oregon, Amerika Serikat telah membuka cakrawala berpikir Deonal Sinaga. Sosok yang selama di bangku sekolah tak pernah mencolok, rupanya punya mimpi-mimpi besar. Kesabarannya memeluk mimpi, telah membawanya melanglang buana hingga ke Negeri Paman Sam.

Berbekal jejaring dan kejeliannya membangun relasi dengan banyak orang, telah membelokkan hidup Deonal hingga bertemu Dick Swee, seorang pensiunan tentara. Ketika Deonal dapat tugas belajar mematangkan keterampilan bahasa Inggrisnya ke Amerika Serikat, ia tinggal di rumah Dick Swee. Istri Dick bernama Joan Swee, seorang guru begitu ramah dan senang menerima Deonal karena berwatak jujur dan sederhana.

“Mereka sudah saya anggap sebagai keluarga. Mereka sangat menginginkan agar saya tinggal di AS jika saya kelar studi. Dick Swee bilang, saya bisa memulai hidup baru di sana, memulai bisnis. Tetapi saya katakana, saya hanya ingin menjadi hamba Tuhan dan pulang ke Indonesia. Akhirnya mereka bisa menerima pergumulan saya itu,” cetus Deonal saat diwawancarai di kediamannya, Kompleks Gereja HKBP Cinta Damai, Jalan Sunggal, Sabtu (16/4).

Di negara adidaya itu, Deonal yang masih muda, kala itu untuk pertama kalinya bertemu banyak orang-orang Indonesia, Amerika, Jerman dan manusia dari berbagai bangsa. Ia terpesona akan kehebatan Tuhan mencipta banyak rupa dan karakter manusia. Namun menariknya, di kala ia hidup di negeri orang, ia sempat mengalami krisis keuangan. Beasiswa dari sponsornya minim sekali.

“Tetapi saat itu pula saya malah bisa mengunjungi banyak kota dan negara bagian di AS. Caranya, saya bekerja di kampus, serta berkat perkawanan. Saya menyuci piring serta membersihkan taman kota. Saya mendapat sekitar $5,5 per jam. Saya bisa bekerja lebih dari 10 jam per minggu, bisa Anda bayangkan banyaknya berapa. Lalu ada kenalan yang mengajak saya ke sana-kemari, makanya saya bisa keliling banyak kota,” katanya mengenang.

Pertama kali mengunjungi AS, Deonal disambut hawa dingin. Salju mulai turun mennadai awal musim dingin. Penerbangan dari  Jakarta transit di Taipei, Taiwan. Dari situ, pesawat mendarat lagi di kota Seattel, AS. “Waktu itu, keluarga Dick Swee menyambut saya dengan sekuntum bunga. Bagi saya, itu amat mengesankan. Saya piker,  ini awal yang baik, karena saya disambut dengan hal-hal baik, disambut dengan bunga berwarna dan saya percaya hidup saya di Amerika akan berwarna,” kenangnya lagi.

Begitu pintu pesawat dibuka, Deonal mengaku terpesona akan kehebatan bandara dan moda transportasi AS. Hal pertama yang muncul dibenaknya adalah kekaguman pada negara tersebut. “Ini benar-benar sebuah negara maju. Negara yang sangat sulit untuk kita cari perbandingannya dengan Indonesia,” katanya member penilaian.

Hal-hal lain yang mengesani, kata dia, kepatuhan dan keteraruran manusia di sana. Orangnya ramah-ramah, mudah berkawan, mereka suka berkomunikasi dengan siapapun. “Saya melihat sebuah negeri dengan peradaban yang sangat maju,” pujinya.

MEMPERDALAM BAHASA
Selain hendak  memperdalam bahasa Inggris, Deonal rupanya diam-diam tertarik mempelajari tentang sejarah dan budaya Amerika Serikat. Ia menyadari betul bawah sejarah tidak bisa lepas dari kebudayaan. Selain itu, ia juga tertantang mempelajari sistem perpolitikan Amerika Serikat. Ia mengaku sejak SMA, ia sudah jatuh hati pada Amerika, karena itu ia bertekad untuk mempelajari budaya dan prinsip hidup manusia di sana.

“Impian saya, waktu itu, agar bahasa Inggris saya benar-benar bagus. Saya memang sangat suka belajar bahasa Inggris sejak sekolah dasar. Selain ingin fasih berbahasa Inggris, saya juga ingin bisa mengenal AS lebih dekat, mengapa bangsa itu bisa menjulang sebagai negeri adidaya. Apa falsafah hidup mereka. Waktu itu saya tidak pernah terpikir untuk melanjutkan studi di AS. Tetapi jalan hidup berkata lain,” pungkasnya.

Pada akhirnya, Deonal  sukses menyelesaikan program studinya di AS dengan nilai bagus. Baik secara akademis maupun sosial. Ia juga merasa puas, karena berhasil menambah banyak sekali teman dari lintas negara, juga berhasil membangun hubungan yang baik dengan jemaat dan keluarga tempat dia tinggal, serta dengan rekan-rekan mahasiswa serta dosen dan warga Indonesia yang bermukim di sana.

Komentar

marpmaqdie mengatakan…
Tks ya. Inspiratif dan komposisinya jg bgus. Gbus

Postingan populer dari blog ini

Selamatkan Lapangan Merdeka Medan

Lapangan Merdeka (Vukoraido) BERKACA dari keberhasilan penyelamatan Gedung Nasional Medan, kini para sejarawan, akademisi, mahasiswa, budayawan, pengamat budaya, dan dosen serta aktivis di Medan makin merapatkan barisan. Mereka sedang mengupayakan penyelamatan Lapangan Merdeka Medan dari usaha penghancuran pihak tertentu. Gerakan ini bermaksud mendorong pemerintah agar menyelamatkan Lapangan Merdeka yang kini telah kopak-kapik sehingga merusak makna sejarah yang ada tentang kota ini. Pembangunan skybridge (jembatan layang) sekaligus city cek in dan lahan parkir di sisi timur Lapangan Merdeka, menurut Hamdani Siregar, pengamat sejarah, itu adalah bagian dari upaya penghancuran sejarah. Apalagi, ketika pembangunan tersebut malah makin memunggungi satu monumen bersejarah di Medan, yakni monumen proklamasi kemerdekaan RI. “Ini momentum bagi kita untuk bangkit melawan. Bangkit menyelamatkan Lapangan Merdeka. Karena pembangunan di situ telah merusak sejarah bangsa i...

Tabu, Mengangkat Guru Honorer di Medan

Oleh Dedy Hutajulu MENYIKAPI pernyataan Plt Wali Kota Medan Randiman Tarigan tentang rencana mengangkat jadi pegawai negeri separuh dari 3.800 total guru honorer di kota Medan, pada 2015 ini, Akademisi Unimed Dr. Irsan Rangkuti, MPd dan Spesialis Tata Kelola Guru USAID PRIORITAS Rimbananto angkat bicara. "Itu konyol, namanya," ujar Irsan Rangkuti, saat diwawancarai di kantornya Jalan Sei Tenang, Medan, Selasa (1/12). Plt Walikota Medan Randiman Tarigan Padahal, kebutuhan guru (SD dan SMP Negeri) di kota Medan cuma 6.500 orang.  Sementara guru PNS yang ada sekarang sudah 6.370 orang. Jadi hanya butuh sekitar 30 guru lagi, itupun jika semuanya yang dibutuhkan harus pegawai negeri. Tapi sekarang ada guru honorer sebanyak 1.700-an (untuk tingkat SD dan SMP), sehingga mengakibatkan guru berlebih sebanyak 1.549 orang. Kalau ditambah guru tingkat SMA totalnya sekitar 3.800 guru honorer. Pada 2013 silam, USAID PRIORITAS sudah menghitung kelebihan guru (tingkat SD dan SMP) ...