Langsung ke konten utama

Wejangan Ala Bondan Winarno

Keberanian Bondan Winarno menginvestigasi kasus emas Busang dan ulasan kuliner di televisi memang dua hal menarik dan melekat dalam dirinya. Namun, di balik sekelabat gemilang suksesnya itu, mantan jurnalis kawakan ini juga punya sederet wejangan tentang kehidupan keseharian kita. 

Apa saja wejangannya itu?

Pertama, belajar jangan bertanya jika sudah ada jawabannya. Tapi gali dan cari aneka sumber lain sebelum mentok. Bondan akan langsung menyemprot jika ada peserta diskusi menanyakan sesuatu hal, padahal jawabannya sudah diberikan sebelumnya.

"Anggota milis Jalan Sutra sudah kenal semprotan Pak Bondan kalau ada yang posting pertanyaan itu lagi-itu lagi, padahal topiknya pernah dibahas di thread sebelumnya. Pasti akan diingatkan untuk ngubek-ngubek threads lama atau Googling dong, ah," sahut Shintya, seorang sahabat menirukan ucapan Bondan.

Kebiasaan tidak menangkap pesan dengan baik merayapi anak muda kita hari ini. Generasi sekarang suka bolak-balik bertanya padahal jawabannya sudah tersedia sebelumnya.

Untuk orang begini, Winarno memberi nasehat pamungkas. "Be resourceful. Kalau kamu punya pertanyaan atau masalah, coba cari segala cara untuk menyelesaikannya sebelum minta bantuan orang lain," begitu. Telak sekali!

Tak hanya suka menyemprot para pemalas, pria yang mempopulerkan kata "Makyus" itu juga punya sudut pandangnya unik mengenai kegagalan? Jika banyak orang kecewa dengan kegagalan yang dialami, Bondan tidak begitu. Dia orangnya nothing to lose. "Saya tidak menyesali kegagalan. Karena setiap kegagalan adalah proses pembelajaran," timpalnya.

Bagaimana jawaban filosofis itu bisa muncul dari seorang Bondan yang sangat telaten dan gigih? Mungkin ada sangkut pautnya dengan cara dia mengambil keputusan.

Bondan mengaku selalu mengukur kemampuan dirinya. "Kalau saya mampu, saya mengambil tantangan yang terbesar dan tersulit. Kesuksesan diukur dari besarnya tantangan yang kita hadapi. Jika saya yakin saya bisa atau saya punya cara untuk mengatasi tantangan itu, saya ambil tantangan tersulit," sahutnya.

Kemudian cepat-cepat dilanjutkannya, "Ketika gagal, saya akan bersyukur dan mengingat rezeki-rezeki yang sudah saya dapat sebelumnya. Mungkin sekarang saya sedang kebagian pengalaman yang tidak enak, tapi kan saya juga sudah mendapat banyak kenikmatan dalam hidup. Tuhan toh tidak pernah menguji kita melebihi kemampuan kita. Itu saja yang saya ingat, supaya tidak kecewa berkepanjangan.” Jawaban yang sangat menohok.

Sebagai manusia yang multi talenta, bekerja di sejumlah bidang garapan serta berinteraksi dengan banyak kolega, tentulah pengusaha warung kopi ini pernah mengalami sejumlah tantangan. Namun tahukah Anda, apa tantangan terbesar baginya dalam bekerja?

"Tantangan terbesar bagi saya adalah jika rekan kerja sudah mulai mengatakan hal-hal buruk mengenai saya, yang sebetulnya tidak benar," timpalnya.

Namun, bukanlah seorang pendendam. Setiap kali ia mendengar ada suara-suara sumbang dari rekan kerjanya, ia belajar mengintrospeksi diri, merenungkan apa kesalahan yang diperbuatnya sehingga diperlakukan seperti ini. Begitu sudah tahu jawabannya, ya, dia terima dengan lapang dada.

"Saya memang sering dianggap sebagai pemarah. Saya pemarah terhadap kesia-siaan. Jadi, jika melihat orang pekerjaannya tidak benar, saya marah. Berarti dia menyia-nyiakan resources yang dimilikinya. Jika pekerjaan bisa diselesaikan dalam satu jam, kok dia perlu seharian?" tandasnya.

Semua prinsip-prinsip baik itu tentu tidak muncul begitu saja. Itu dibangunnya selama bertahun-tahun. Sejak ia masih kecil. Apalagi saat masih duduk di bangku sekolah menengah pertama, ia belajar kemandirian lewat kegiatan ekstra kurikuler. "Saya aktif ikut pramuka sejak kecil hingga SMP, SMA, dan sempat menjadi pembimbing," terangnya.

Aktif berorganisasi sejak di bangku SMP hingga perguruan tinggi, didukung kecakapannya berinteraksi dengan banyak orang, telah membentuk Bondan menjadi pribadi yang gaul, akrab dengan orang lintas agama, gender, suku maupun profesi. Di setiap interaksi dengan orang berbeda memang terjadi gesekan. Namun Bondan mampu mengatasi segala perbedaan. Rahasianya dua: menghindari adu argumen dan menghargai perbedaan.

"Saya cenderung menghindari kemunculan argumen-argumen. Saya mengakui, saya sebenarnya pengecut. Lebih suka menghindari perkelahian. Kenapa sih kita selalu mencoba mencari perbedaan jika ternyata persamaannya lebih banyak? Saya menghargai perbedaan. Itu semangat yang ada di negara kita, berbeda-beda tapi sama. Bukan berarti semua orang harus memiliki pendapat yang sama, namun lebih baik mencari persamaan di antara perbedaan itu." sahutnya.

Tak kalah menarik adalah wejangan sudut pandang Bondan tentang sosok pemimpin. Di mata Bondan pemimpin yang baik itu bukan seperti Catur di filem 3 Idiots: Orang yang berusaha membesarkan diri sendiri dengan mengecilkan/menjatuhkan orang lain. "Seorang pemimpin menjadi besar karena orang lain yang menganggap dia besar, bukan karena dia mengecilkan orang lain," imbuhnya.

Wejangan yang paling menarik nagi saya tak lain, tentang tanggung jawab. Kata Bondan, ketika kita menerima tanggung jawab, harus dikerjakan sebaik-baiknya. Kalau memang tidak mampu atau memiliki masalah di tengah jalan, lebih baik bicara lebih dulu dan menjelaskan duduk perkaranya dari pada diam-diam saja dan akhirnya menimbulkan masalah yang lebih besar.

Soal tanggung jawab ini, perlu direnungkan baik-baik, diendap dalam benak kemudian dikerjakan dengan sekuat daya, nalar dan hati.

Tak ketinggalan, wejangan beliau tentang arti sebuah penghargaan. Meski penghargaan itu sangat penting, bagi seorang Bondan, mencari penghargaan justru hal yang tidak disukainya. Ia setuju jika penghargaan harus diberikan kepada siapapun dan dalam bentuk apapun.

"Misalnya berterima kasih atau bahkan memberikan tip kepada penjaga kamar kecil yang melakukan tugasnya dengan baik, atau memuji cucu saya yang sudah menggambar buat saya. Bagi saya, lebih baik memberi penghargaan daripada diberi penghargaan," ungkapnya.

Menurut Bondan, penghargaan bisa dalam banyak bentuk. Bentuk paling sederhana namun butuh ketulusan adalah mengucap terima kasih atau memuji. "Saya bersyukur jika diberi penghargaan, tapi saya akan lebih puas jika saya sudah melakukan yang terbaik dalam pekerjaan saya."

Semua wejangan di atas, begitu dekat dengan kehidupan keseharian kita. Dari mulai jangan banyak tanya jika sudah ada jawabannya, belajar bertanggung jawab, memaknai kegagalan, sampai seni menghargai dan memuji orang lain, kapan pun, dimana pun dan dalam bentuk apapun.


Terima kasih Pak Bondan telah mewariskan wejangan-wejangan mulia ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dicari Caleg Perduli Parmalim*

Banyak calon legislatif menduga komunitas Parmalim bakal golput. Tetapi Parmalim menampiknya. Dugaan itu muncul karena para caleg ternyata sama sekali tak mengenal apa itu Parmalim. Celakanya, kaum Parmalim juga tidak mengenal kandidatnya. Bagaimana nasib pemilu kita nanti? Oleh Dedy Hutajulu Desi (kanan) dan rekan-rekannya di depan Bale Parsattian (rumah ibadah Parmalim) di Jalan Air Bersih, Medan, Sabtu (8/3).--foto dedy hutajulu  DESI SIRAIT malu-malu saat lensa kamera diarahkan kepadanya. Ia memalingkan wajah. Di depan Bale Parsattian ia bercengkerama bersama teman sebaya. Bale Parsattian sebutan bagi rumah ibadah komunitas Parmalim. Bale Parsattian ini terletak di Jalan Air Bersih, Medan. Desi Sirait baru berusia 19 tahun. Ini tahun pertama baginya mengikuti pemilu. Ketika ditanya: nyoblos atau tidak? Desi tak langsung menjawab. Ia berpikir dalam-dalam. “Aku takut nanti salah ­­bicara. Jadi masalah pula bagi ugamo kami,” katanya. Desi berasal dari Pemantang

Kalang Baru dan Kenangan di Bondar

aku cuma cuci muka di air bondar Kesal. Kesal banget terus dikibuli si Rindu Capah. Dia ajak kami , katanya cebur ke sungai. Aku sudah senang. Buru-buru keluar dari rumahnya. Berlari sambil bawa kamera dan sabun dan odol.  Aku berharap pagi ini dapat suasana sungai yang indah di Kalang Baru, Sidikalang. Poto unutk oleh-oleh ke Medan. Kami bertiga berjalan menyusuri kebun kopi. Masuk lewat jalan-jalan tikus. Melewati rerimbunan bambu. Turun ke bawah dengan tangga-tanggah tanah yang dibentuk sedemikian rupa supaya serupa tangga. Cukup curam turunan itu. Di bawah tampak aliran sungai melintasi selokan-selokan yang berdempetan dengan sawah.  Banyak remaja dan gadis-gadis di bawah sedang mencuci dan mandi. Kami harus teriak "Lewat..atau Boa" baru mereka menyahut dan kami bis alewat. Begitu tiba di bawah, kukira kami akan berjalan masih jauh lagi menuju sungai yang dibilang Rindu. Tahu-tahunya, sungai yang di maksud adalah selokan ini. Gondok benar hatiku. "I

Syawal Gultom: Unimed Bagi Negeri

Oleh Dedy Hutajulu   Berkarir tinggi sampai ke Jakarta, tak membuat Syawal Gultom melupakan Unimed. Ia pulang membawa pengetahuan baru, biarKampus Hijau bisa menjadi pandu bagi negeri. Syawal Gultom LELAKI itu bangkit dari kursi. Ia tinggalkan setumpuk pekerjaan hanya demi menyambutku. Ruangan kami bertemu hanya seluas lapangan volley. Diisi banyak buku. Di tengah ruangan, ada sebuah meja dengan sofa yang disusun melingkar.Sofa itu biasa dipakai untuk menjamu paratamu.Laki-laki yang dimaksud adalah Syawal Gultom. Rektor baru Unimed.  Periode sebelumnya Syawal mengabdikan diri sebagai Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya   Manusia Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDMPMP) Kemendikbud, Jakarta. Di pundak Syawal saat itu dibebankan tanggung jawab berat. Ia harus menjamin desain besar mutu pendidikan di Indonesia. Seperti merpati yang ingat pulang, Syawalpun kembali ke Unimed. Mayoritas anggota Senat mendukung Syawal sebagai nahkoda Unimed. Sampai 2019 nanti, gerak Lembaga P