Langsung ke konten utama

Aku Benci Oktober

Aku benci dengan Oktober.

Kulewati hari-hari di bulan ini dengan banyak kekuatiran. Kekuatiran tentang masa depan, tentang arapan-harapan yang sempat kupancangkan, tentang wanita yang kudamba namun tak memberi rasa saat keadaanku kian terpuruk.

Meski tinggal tiga hari lagi, tetap saja aku ingin bulan penuh kekuatiran ini berakhir tanpa kusadari, laiknya malam yang hilang di kala kita tengah terlelap dalam tidur.

Kebencianku pada bulan sepuluh di tahun ini, terasa kentara. Sampai-sampai kau tak bisa mneutup mata di kala tidur. Ada rasa sepat di ujung lidah. Ada perassaan mual setiap kali punggungku sudah nyaman dengan kasur sehingga terpaksa bangun untuk sekadar mengambilkan air galon buat mengusir sepat.

Aku benci dengan Oktober.

Ada cinta yang mengendur. Surut. Layu. Pada wanita yang kurindu, mungkin dia telah melupakanku.
Ah, pikiran ini terlampau jahat. Lalu cepat-cepat kutindas. Batuk terus menyesak. Rasanya paru-paruku tersumbal banyak kotoran atau tenggorokanku serasa dilak dengan kelenjar-kelenjar bening.

Sintilan rekan-rekan, betapa beruntungnya diriku karena memiliki dia, ternyata malah semakin membuat hati ini teriris. Apa benar seberuntung itu, kau bocah penyakitan?

Aku benci kejujuran ini.
Kalau ternyata malam-malamku berlalu dengan banyak penyesalan. Kalau ternyata bintang-bintang tak mengerti resah yang merayapi ubun-ubunku. Tentang naskah itu. Tentang mereka yang menuntutku menuliskan sajak-sajak kehidupan terbaik sementara jari-jari ini makin tumpul semenjak resah terus bergejolak.

Aku benci. Bahwa ternyata aku baru sadar, kebencian ini pun sesungguhnya rida yang mesti kunikmati supaya aku bisa menikmati hidup yang sesungguhnya tak pernah hadir sewarna. Bahwa hidup selalu datang dalam banyak rasa: gelap-terang, manis-pahit, suka-duka, cinta-benci, dan warna-warna lain yang menghadirkan rasa yang lain pula.

Tapi, Oktober tak juga berlalu secepat yangkuinginkan. Atau mungkin dia juga membenciku sekuat benci yang kupendam padanya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Selamatkan Lapangan Merdeka Medan

Lapangan Merdeka (Vukoraido) BERKACA dari keberhasilan penyelamatan Gedung Nasional Medan, kini para sejarawan, akademisi, mahasiswa, budayawan, pengamat budaya, dan dosen serta aktivis di Medan makin merapatkan barisan. Mereka sedang mengupayakan penyelamatan Lapangan Merdeka Medan dari usaha penghancuran pihak tertentu. Gerakan ini bermaksud mendorong pemerintah agar menyelamatkan Lapangan Merdeka yang kini telah kopak-kapik sehingga merusak makna sejarah yang ada tentang kota ini. Pembangunan skybridge (jembatan layang) sekaligus city cek in dan lahan parkir di sisi timur Lapangan Merdeka, menurut Hamdani Siregar, pengamat sejarah, itu adalah bagian dari upaya penghancuran sejarah. Apalagi, ketika pembangunan tersebut malah makin memunggungi satu monumen bersejarah di Medan, yakni monumen proklamasi kemerdekaan RI. “Ini momentum bagi kita untuk bangkit melawan. Bangkit menyelamatkan Lapangan Merdeka. Karena pembangunan di situ telah merusak sejarah bangsa i...

Kalang Baru dan Kenangan di Bondar

aku cuma cuci muka di air bondar Kesal. Kesal banget terus dikibuli si Rindu Capah. Dia ajak kami , katanya cebur ke sungai. Aku sudah senang. Buru-buru keluar dari rumahnya. Berlari sambil bawa kamera dan sabun dan odol.  Aku berharap pagi ini dapat suasana sungai yang indah di Kalang Baru, Sidikalang. Poto unutk oleh-oleh ke Medan. Kami bertiga berjalan menyusuri kebun kopi. Masuk lewat jalan-jalan tikus. Melewati rerimbunan bambu. Turun ke bawah dengan tangga-tanggah tanah yang dibentuk sedemikian rupa supaya serupa tangga. Cukup curam turunan itu. Di bawah tampak aliran sungai melintasi selokan-selokan yang berdempetan dengan sawah.  Banyak remaja dan gadis-gadis di bawah sedang mencuci dan mandi. Kami harus teriak "Lewat..atau Boa" baru mereka menyahut dan kami bis alewat. Begitu tiba di bawah, kukira kami akan berjalan masih jauh lagi menuju sungai yang dibilang Rindu. Tahu-tahunya, sungai yang di maksud adalah selokan ini. Gondok benar hatiku. "I...

Menunggu Langkah Progres Timur Pradopo

Oleh Dedy Hutajulu “Congratulation pak Timur Pradopo. Semoga sukses menakhodai kepolisisan di negeri ini, segala harapan kami dipundakmu sang Jenderal. Kami (rakyat) kini menanti kepemimpinanmu”. Demikianlah gema harap dan ucapan selamat masih terus mengalir dari hati-ke-hati, meski proses terpilihnya bapak Timur sebagai Kapolri baru sarat dengan kontroversi. Namun, meski demikian (sarat kontroversi), siapapun yang terpilih berhak mendapat kesempatan itu. Timur Pradopo sudah dilantik menjadi Kapolri baru. Begitu beliau menanggalkan jubah lamanya, dan telah mengenakan jubah barunya, maka segala harapan rakyat terkait tugasnya, melekat dalam jubah baru yang dikenakannya saat ini. Seiring dengan itu, segala restu, doa, harap senantiasa menyertai hari-hari kapolri baru kita ini. Sederet Tugas Kapolri Dengan terpilihnya Timur sebagai kapolri bukan berarti semua masalah lantas berakhir, seperti riak kontroversinya yang kini tinggal sayup-sayup. Sederet panjang nan berat tugas untuk k...