Langsung ke konten utama

Si 'Tangan Ajaib' Kiki Hermawan Sembuhkan 3 Orang Lumpuh Di Medan

Teks Foto
AKUPUNTUR: Si 'Tangan Ajaib' Kiki Hendrawan (42) sedang mengobati Orli Panjaitan (53) dengan teknik akupuntur di Medan, Rabu (6/12). Orli seorang pemulung yang sudah tiga tahun mengalami kelumpuhan. Di tangan Kiki, banyak orang lumpuh sembuh dalam waktu singkat.

Oleh Dedy Hutajulu
Kiki Hendrawan (42), ahli akupuntur asal Bekasi telah menyembuhkan lima orang warga Medan yang menderita lumpuh dan syaraf kejepit. 

Meski hanya dua hari di Medan, pria yang dijuluki 'si tangan ajaib' ini memanfaatkan waktunya untuk mengobati orang-orang lumpuh yang tak mampu membayar biaya berobat. Ia membuka lapak pengobatan di gubuk Nursaidah di Jalan Sunggal No 325.

Jika di hari pertama, tepatnya Selasa (5/12) ia telah memulihkan kesehatan pemulung bernama Nursaidah Boru Siahaan (48), yang sudha dua tahun menderita lumpuh. Di hari kedua, Rabu (6/12), ia menangani enam orang sekaligus. Kelimanya yakni Merina Waruwu (47), janda 3 anak, M Sibarani (50), Marga Hutajulu (45), Dodi Panjaitan (35), Jojor Nainggolan (57) dan Orli Boru Panjaitan (43).

Namun karena ia harus bertolak ke Jakarta sore hari, Kiki tak bisa mengobati keenamnya. Ia hanya menangani tiga orang secara tuntas. Tiga orang yang tuntas itu yakni Merina, Dodi dan Marga Hutajulu. Ketiganya sudah pulih total. Sedangkan tiga orang lagi akan ditangani minggu depan. "Pak Jojor dan Bu Orli ini dalam kondisi kelumpuhan di level parah. Butuh penganganan ekstra. Saya sudah cek titik-titik tubuhnya yang bermasalah banyak sekali. Saya ingin mereka lebih sehat dulu baru ditangani. Kalau Bu Sibarani belum saya periksa," terang Kiki.

Merina Waruwu yang tadinya lumpuh karena stroke sebelah tersanjung dan terharu. Ia melonjak-lonjak kegirangan setelah kaki dan tangannya kembali bisa digerakkan secara normal. "Puji Tuhan. Tadi saya datang ke sini naik beca. Tak bisa gerakkan kaki dan tangan. Tak bisa jalan. Tapi selesai diobati Pak Kiki, kini saya sudah sembuh. Senang kali hatiku," ucapnya.

Kebahagiaan juga dirasakan Dodi Panjaitan dan Marga Hutajulu. Selama ini kedua pria kesulitan berjalan. Dodi mengalami syaraf kejepit di kaki sehingga terganggu berjalan sedangkan Marga Hutajulu sudah dua kali stroke. Sekarang kedua lelaki ini telah sehat kembali. Sudah bisa berjalan dan menggerakkan kaki dan tangannya tanpa kendala.

"Semoga Pak Kiki makin diberkati Tuhan. Dan lebih banyak lagi menolong orang di manapun dia berada. Terima kasih Pak Kiki," katanya memberi testimoni setemah sembuh.

Demi melihat kesembuhan para kaum marjinal dari kelumpuhannya, Uba Pasaribu, Aktivis Pemulung turut senang. Ia mengagumi kerelaan Kiki Hendrawan yang dengan iklas tanpa memungut sepeserpun biaya pengobatan dari para pasiennya.

Mendapatkan ucapan terima kasih dari para pasiennya, Kiki membalas dengan sama senangnya. Ia mengaku, sudah jadi panggilan hidupnya untuk menolong orang lain. "Saya tak pandang bulu. Tujuan saya ingin menolong orang banyak. Itu (cita-cita) saya dari awal, sebelum saya (belajar) ke China. Saya ingin bermanfaat buat banyak orang, buat siapapun," pungkasnya sebelum berangkat menuju Bandara Kualanamu.

Kiki seorang ahli dalam ilmu tusuk jarum (akupuntur). Ia mendalami spesifikasi keilmuannya di negeri Tiongkok. Ia sudah wara-wiri ke berbagai daerah demi mengobati banyak orang. Sederet nama yang pernah diobatinya yakni musisi Oddie Agam, musisi Andre Hehanusa, Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat, Komisi 5 DPR RI Nasir Jamil, musisi Doddy Katamsi, mantan Vokalis Boomerang Roy Jeconiah dan banyak lagi.

Kiki tak pernah pilih-pilih pasien. Ia mengobati orang mulai dari figur publik hingga orang biasa. Karena itu, ia selalu dicari orang untuk minta diobati. (*)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dicari Caleg Perduli Parmalim*

Banyak calon legislatif menduga komunitas Parmalim bakal golput. Tetapi Parmalim menampiknya. Dugaan itu muncul karena para caleg ternyata sama sekali tak mengenal apa itu Parmalim. Celakanya, kaum Parmalim juga tidak mengenal kandidatnya. Bagaimana nasib pemilu kita nanti? Oleh Dedy Hutajulu Desi (kanan) dan rekan-rekannya di depan Bale Parsattian (rumah ibadah Parmalim) di Jalan Air Bersih, Medan, Sabtu (8/3).--foto dedy hutajulu  DESI SIRAIT malu-malu saat lensa kamera diarahkan kepadanya. Ia memalingkan wajah. Di depan Bale Parsattian ia bercengkerama bersama teman sebaya. Bale Parsattian sebutan bagi rumah ibadah komunitas Parmalim. Bale Parsattian ini terletak di Jalan Air Bersih, Medan. Desi Sirait baru berusia 19 tahun. Ini tahun pertama baginya mengikuti pemilu. Ketika ditanya: nyoblos atau tidak? Desi tak langsung menjawab. Ia berpikir dalam-dalam. “Aku takut nanti salah ­­bicara. Jadi masalah pula bagi ugamo kami,” katanya. Desi berasal dari Pemantang

Syawal Gultom: Unimed Bagi Negeri

Oleh Dedy Hutajulu   Berkarir tinggi sampai ke Jakarta, tak membuat Syawal Gultom melupakan Unimed. Ia pulang membawa pengetahuan baru, biarKampus Hijau bisa menjadi pandu bagi negeri. Syawal Gultom LELAKI itu bangkit dari kursi. Ia tinggalkan setumpuk pekerjaan hanya demi menyambutku. Ruangan kami bertemu hanya seluas lapangan volley. Diisi banyak buku. Di tengah ruangan, ada sebuah meja dengan sofa yang disusun melingkar.Sofa itu biasa dipakai untuk menjamu paratamu.Laki-laki yang dimaksud adalah Syawal Gultom. Rektor baru Unimed.  Periode sebelumnya Syawal mengabdikan diri sebagai Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya   Manusia Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDMPMP) Kemendikbud, Jakarta. Di pundak Syawal saat itu dibebankan tanggung jawab berat. Ia harus menjamin desain besar mutu pendidikan di Indonesia. Seperti merpati yang ingat pulang, Syawalpun kembali ke Unimed. Mayoritas anggota Senat mendukung Syawal sebagai nahkoda Unimed. Sampai 2019 nanti, gerak Lembaga P

Kalang Baru dan Kenangan di Bondar

aku cuma cuci muka di air bondar Kesal. Kesal banget terus dikibuli si Rindu Capah. Dia ajak kami , katanya cebur ke sungai. Aku sudah senang. Buru-buru keluar dari rumahnya. Berlari sambil bawa kamera dan sabun dan odol.  Aku berharap pagi ini dapat suasana sungai yang indah di Kalang Baru, Sidikalang. Poto unutk oleh-oleh ke Medan. Kami bertiga berjalan menyusuri kebun kopi. Masuk lewat jalan-jalan tikus. Melewati rerimbunan bambu. Turun ke bawah dengan tangga-tanggah tanah yang dibentuk sedemikian rupa supaya serupa tangga. Cukup curam turunan itu. Di bawah tampak aliran sungai melintasi selokan-selokan yang berdempetan dengan sawah.  Banyak remaja dan gadis-gadis di bawah sedang mencuci dan mandi. Kami harus teriak "Lewat..atau Boa" baru mereka menyahut dan kami bis alewat. Begitu tiba di bawah, kukira kami akan berjalan masih jauh lagi menuju sungai yang dibilang Rindu. Tahu-tahunya, sungai yang di maksud adalah selokan ini. Gondok benar hatiku. "I