Langsung ke konten utama
MAMA

mamaku saat istirahat di sawah kami, di Balige, Agustus 2013 lalu


Ia tangguh. Lebih dari itu bahkan. Perkasa mungkin lebi tepath. Baginya, tidak ada kata menyerah selama energi masih melekat di dalam otot. Seberat apa pun pekerjaan akan dilakoninya. Semata-mata demi anak-anaknya.

Walau umurnya kini menjelang 60. Baru-baru ini  entah kenapa tangan kanannya tak (lagi) bisa digerakkan naik. Dari lengan hingga bahu serasa ada kabel syarafnya yang tidak berfungsi baik. Kalau diurut rasa sakit menjalari sampai ke pangkal leher, bahkan otak belakang.

Kendati begtiu, ia tetap saja turun ke sawah. Mencangkul. Sembari mengangon bebek. Hari-harinya kini lebih banyak di sis ke sawah-ladang dan ke pesta. Rumah sudah sepi walau ia punya anak sepuluh. Sembilan pergi merantau. Tinggal si bungsu, Winda--dan suami terncinta-yang menemaninya.

Kadang, ladang dan sawah tak lagi bisa digarap semua. Tenaganya telah berkurang. Merosot drastis seiring usia. Ke pesta juga tidak lagi sekuat dulu yang bisa membawa sekarung kacang rebus dan tangannya menenteng keranang telor plus kecap dan garam. Ia ke pesta bukan untuk berpesta ria. Tapi jualan. Juaan kacang (tanah) rebus, kacang saok, telor bebek rebus, dan aqua-aqua botol.

Ribuan kilo dijalaninya setapak-demi setapak. Puluhan desa disambanginya demi rupiah-rupiah yang akan dibawanya pulang. Untuk saya, untuk kami anak-anaknya. Berjualan kacang, telor dan aqua baru tiga empat tahun ini dikerjakannya.

Dulu, ia masih mau turun ke danau. Menjala ikan. Manggiling dohot mardoton bahasa Tobanya, Naik sampan, memukul air, menebar jala dan memeriksa jaring-jaring. Kadang sehariaa di air tanpa makan siang, berendam di air demi menjala ikan.

Hasilnya kadang tidak sepadan dengan lelah yang luar biasa. Tak heran jika itu tubuh kini menua dan energi telah susut. Aku, yang tahu hidupnya, belum juga sesempurna yang bisa kuketahui. Banyak cerita hidupnya yang belum kupahami.

Ia terkenal atau dikenal orang bukan lagi sebagai wanita biasa. Tapi karena ejekan. "O..partolor! Parkancang?" Hanya karena dia jualan telor atau kacang. Orang suka saja menyebutnya sembarangan. Tapi ia tak hirau. "Asal jangan negatiflah," sahut mama.

Bahkan, pernah dipanggil pardinas (seragam) na rata karena acapkali mama pergi ke onan (pasar) pakai kemeja warna hijau (rata-bahasa batak Toba).

Ke onan, mama kaki ayam. Tak berselop. Selop Partakusnya bisa utuh walau sudah lebh sepuluh tahun. Selop itu jarang dipakainya kecuali ada hajatan besar. Selop dengan alas kayu, mirip Carvil tahun 90-an. Itu pn masih utuh sampai hari ini.

Ia paling alergi dipoto.

Aku salut pada mama. Ia ibu terbaik sedunia. Dua tiga tahun ini, perenunganku pada kehebatannya makin dalam. Betapa tidak, aku yang kini masih muda, 26 tahun kadang mengeluh melenguh hanya karena tak mampu menulis satu laporan berita.

Tapi mama, mengahadapi sepuluh anak, sepuluh karakter, sepuluh keinginan, bahkan lebih, ia tak pernah mengeluh. Ia lembut selembut selimut. Kadang-kadang aku heran, entah dari amna saja ia bisa mendapatkan uang untuk menyekolahkan kami. Dan bagaimana pula ia punya pengertian yang dalam mendidik kami, sedang ia cuma bersekolah smapai kelas dua sd.

Sikapnya tegas. Paling benci jika dibohongi. Pada satu ketika, ia pernah menelanjangi kami anak laki-lakinya smeua jika ada kehilangan uang di rumah. Kami semua akan dicambuk jika tidak ada yang mengaku. Baginya, kebohongan adalah aib. Memalukan. Dan tak boleh kebohongan hadir di rumah kami.

Pada mama aku belajar jujur. Belajar tangguh dan kerja keras. Dari dia aku mencipta kebiasaan bekerja nunut (telaten). Tidak boleh gegabah dan mesti cekatan. Dari dia pula, aku belajar skeptis dan harus mandiri. "Tidak perlu jaga imej, sepanjang yang kita kerjakan itu benar. Jadi orang harus berani, jangan cengeng" nasihatnya padaku sebelum aku merantau (kuliah) ke Medan pada 2005 lalu.

Aku pernah patentengan ke dia. Kutunjukkan raporku yang juara satu saat Sd dan SMP. Mama cuma bilang, jika dulu aku sekolah pasti jauh lebih pintar dari kalian. Aku tertohok. Benar saja, cuma belajar sampai kelas dua, mama cepat berhitung. Tulisannya tegak dan rapi. Pikirannya jernih. Ketegasannya tak bisa digoyahkan.

Aku senang, belakangan ini bisa mengenang rupa-rupa kebijaksanaannya di masa lewat, yang menataku hari ini. Kearifannya, kecelikannnya, kejujurannya, keberaniannya, dan ketangguhannya mengahdapi hidup menegurku untuk tak boleh mengalah pada keadaan. kerendahan hati mama juga saat bertemu siapa saja, mengingatkanku untuk hidup selalu rendah hati.


Seluruh pelajaran kehidupan dari mama jadi teladan praktik hidup yang baik bagiku. Itu semacam video berputar di kepalaku. Yang hadir di kala akau menghadapi banyak kebuntuan, pergumulan, kekecewaan dan kegundahan. Pada masa gembira, kau juga teringat mama, agar tahu bersyukur.

Ya, Allahku, yang menitipkanku pada seorang ibu. Mahabesar Engkau. Tiada ibu terhebat dimataku, selain dia. Mamaku tersayang. Dari dia aku bisa mengenal kasih-Mu dan keilahian-Mu. Jauh, lebih jauh dari yang diajarkan guru agamaku. Dalam,  dan sangat dalam, lebh dalam dari siapapun yang menasihatkan aku tentang kebesaran-Mu. Karena itu, Ya, Allah, limpahkanlah cinta-Mu hari lepas hari untuk mamaku.

O Ibu, terimakasih untuk cinta dan pembentukanmu padaku. Teladanmu seumpama mercu suar di jalanku.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Selamatkan Lapangan Merdeka Medan

Lapangan Merdeka (Vukoraido) BERKACA dari keberhasilan penyelamatan Gedung Nasional Medan, kini para sejarawan, akademisi, mahasiswa, budayawan, pengamat budaya, dan dosen serta aktivis di Medan makin merapatkan barisan. Mereka sedang mengupayakan penyelamatan Lapangan Merdeka Medan dari usaha penghancuran pihak tertentu. Gerakan ini bermaksud mendorong pemerintah agar menyelamatkan Lapangan Merdeka yang kini telah kopak-kapik sehingga merusak makna sejarah yang ada tentang kota ini. Pembangunan skybridge (jembatan layang) sekaligus city cek in dan lahan parkir di sisi timur Lapangan Merdeka, menurut Hamdani Siregar, pengamat sejarah, itu adalah bagian dari upaya penghancuran sejarah. Apalagi, ketika pembangunan tersebut malah makin memunggungi satu monumen bersejarah di Medan, yakni monumen proklamasi kemerdekaan RI. “Ini momentum bagi kita untuk bangkit melawan. Bangkit menyelamatkan Lapangan Merdeka. Karena pembangunan di situ telah merusak sejarah bangsa i...

Kalang Baru dan Kenangan di Bondar

aku cuma cuci muka di air bondar Kesal. Kesal banget terus dikibuli si Rindu Capah. Dia ajak kami , katanya cebur ke sungai. Aku sudah senang. Buru-buru keluar dari rumahnya. Berlari sambil bawa kamera dan sabun dan odol.  Aku berharap pagi ini dapat suasana sungai yang indah di Kalang Baru, Sidikalang. Poto unutk oleh-oleh ke Medan. Kami bertiga berjalan menyusuri kebun kopi. Masuk lewat jalan-jalan tikus. Melewati rerimbunan bambu. Turun ke bawah dengan tangga-tanggah tanah yang dibentuk sedemikian rupa supaya serupa tangga. Cukup curam turunan itu. Di bawah tampak aliran sungai melintasi selokan-selokan yang berdempetan dengan sawah.  Banyak remaja dan gadis-gadis di bawah sedang mencuci dan mandi. Kami harus teriak "Lewat..atau Boa" baru mereka menyahut dan kami bis alewat. Begitu tiba di bawah, kukira kami akan berjalan masih jauh lagi menuju sungai yang dibilang Rindu. Tahu-tahunya, sungai yang di maksud adalah selokan ini. Gondok benar hatiku. "I...

Menunggu Langkah Progres Timur Pradopo

Oleh Dedy Hutajulu “Congratulation pak Timur Pradopo. Semoga sukses menakhodai kepolisisan di negeri ini, segala harapan kami dipundakmu sang Jenderal. Kami (rakyat) kini menanti kepemimpinanmu”. Demikianlah gema harap dan ucapan selamat masih terus mengalir dari hati-ke-hati, meski proses terpilihnya bapak Timur sebagai Kapolri baru sarat dengan kontroversi. Namun, meski demikian (sarat kontroversi), siapapun yang terpilih berhak mendapat kesempatan itu. Timur Pradopo sudah dilantik menjadi Kapolri baru. Begitu beliau menanggalkan jubah lamanya, dan telah mengenakan jubah barunya, maka segala harapan rakyat terkait tugasnya, melekat dalam jubah baru yang dikenakannya saat ini. Seiring dengan itu, segala restu, doa, harap senantiasa menyertai hari-hari kapolri baru kita ini. Sederet Tugas Kapolri Dengan terpilihnya Timur sebagai kapolri bukan berarti semua masalah lantas berakhir, seperti riak kontroversinya yang kini tinggal sayup-sayup. Sederet panjang nan berat tugas untuk k...