Langsung ke konten utama

Mama, Aku dan Elisabeth

Saat aku masih pulas tidur mama sudah mencangkul di sawah. Aku buka mata pukul 8 pagi. Mama sudah keringatan dan kelelahan usai meratakan tanah. Ia duduk sambil menyulut rokoknya.. Sesekali diperhatikannya bebek-bebeknya yang asyik berenang. Aki mengobrol lagi, dan kuambil lagi potonya.

mama mencangkul sawah

terus mencangkul

Same (benih dari yg baru nampak berupa kecambah)

mama menduduki batang cangkul sebagai alas

bebek-bebek mama

sawah mama

di antara batang bambu busuk
Sebelumnya, kau liputan 8 hari tentang kehidupan kelompok masyarakat penghayat kepercayaan Parmalim di desa Batunagodang Siatas. Onan Ganjang, Humbahas. Sebelum balik ke Medan, aku singgah ke rumah. Walau cuma semalam. Aku sempatkan menemui mamaku. Mama terbaik sedunia.

Sambil ngobrol, malam itu diam-diam kupasang kamera henponku untuk menangkap wajah ibuku. Untuk kuabadikan. Ia tak tahu kalau aku terus mengobrol supaya bisa mencuri perhatiannya sehingga saat dia memandang ke arahku jariku sudah siaga memencet tombol oke. Dan kudapatkanlah beberapa frame wajah mama yang tetap cantik walau diusia menjelang 60-an.

mamaku dalam obrolan malam saat aku pulang dari Humbang Hasundutan, Agustus 2013


mama menghisap rokoknya saat istirahat di pematang sawah
Sore hari, menjelang pukul 6, aku tancap sepeda motorku ke arah pantai. Berjarak 10 kilo dari rumah ke bawah. Aku parkirkan kereta di sepan kantor penambakan udang itu. Aku berlari menuju pasir putih dan berpose dalam suasana sunset yang indah.

kaki-kakiku merasakan lembutnya pasir pantai Danau Toba

memunggungi matahari sore di Pantai Balige

siap menendang pasir

tonggak asmara
Kusebut tonggak asmara karena telah kutambatkan hatiku pada satu nama. Gadis yang manis. Namanya kuguratkan di atas pasir tepat segaris dengan tonggak itu. Dan kuserukan namanya. Pada langit dan debur ombak dan eceng gondok menjadi saksi. Kalau aku meneriakkan cintaku pada dia, gadis pembalut rindu, Wanita dengan suara yang meredakan gundahku.

untukmu kekasihku
 Untukmu, kekasihku, belahan jiwaku, ingin kuperkenalkan engaku pada mamaku sesegera mungkin. Supaya mama bisa merasakan kelembutanmu pula dan engaku menemukan kasih sayang mamaku sepasti pernah kuceritakan padamu. Tapi aku mesti bersabar. Samapi ada waktu yang tepat bagi kita berdua.

Balige, 26 Agustus 2013

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dicari Caleg Perduli Parmalim*

Banyak calon legislatif menduga komunitas Parmalim bakal golput. Tetapi Parmalim menampiknya. Dugaan itu muncul karena para caleg ternyata sama sekali tak mengenal apa itu Parmalim. Celakanya, kaum Parmalim juga tidak mengenal kandidatnya. Bagaimana nasib pemilu kita nanti? Oleh Dedy Hutajulu Desi (kanan) dan rekan-rekannya di depan Bale Parsattian (rumah ibadah Parmalim) di Jalan Air Bersih, Medan, Sabtu (8/3).--foto dedy hutajulu  DESI SIRAIT malu-malu saat lensa kamera diarahkan kepadanya. Ia memalingkan wajah. Di depan Bale Parsattian ia bercengkerama bersama teman sebaya. Bale Parsattian sebutan bagi rumah ibadah komunitas Parmalim. Bale Parsattian ini terletak di Jalan Air Bersih, Medan. Desi Sirait baru berusia 19 tahun. Ini tahun pertama baginya mengikuti pemilu. Ketika ditanya: nyoblos atau tidak? Desi tak langsung menjawab. Ia berpikir dalam-dalam. “Aku takut nanti salah ­­bicara. Jadi masalah pula bagi ugamo kami,” katanya. Desi berasal dari Pemantang

Kalang Baru dan Kenangan di Bondar

aku cuma cuci muka di air bondar Kesal. Kesal banget terus dikibuli si Rindu Capah. Dia ajak kami , katanya cebur ke sungai. Aku sudah senang. Buru-buru keluar dari rumahnya. Berlari sambil bawa kamera dan sabun dan odol.  Aku berharap pagi ini dapat suasana sungai yang indah di Kalang Baru, Sidikalang. Poto unutk oleh-oleh ke Medan. Kami bertiga berjalan menyusuri kebun kopi. Masuk lewat jalan-jalan tikus. Melewati rerimbunan bambu. Turun ke bawah dengan tangga-tanggah tanah yang dibentuk sedemikian rupa supaya serupa tangga. Cukup curam turunan itu. Di bawah tampak aliran sungai melintasi selokan-selokan yang berdempetan dengan sawah.  Banyak remaja dan gadis-gadis di bawah sedang mencuci dan mandi. Kami harus teriak "Lewat..atau Boa" baru mereka menyahut dan kami bis alewat. Begitu tiba di bawah, kukira kami akan berjalan masih jauh lagi menuju sungai yang dibilang Rindu. Tahu-tahunya, sungai yang di maksud adalah selokan ini. Gondok benar hatiku. "I

Syawal Gultom: Unimed Bagi Negeri

Oleh Dedy Hutajulu   Berkarir tinggi sampai ke Jakarta, tak membuat Syawal Gultom melupakan Unimed. Ia pulang membawa pengetahuan baru, biarKampus Hijau bisa menjadi pandu bagi negeri. Syawal Gultom LELAKI itu bangkit dari kursi. Ia tinggalkan setumpuk pekerjaan hanya demi menyambutku. Ruangan kami bertemu hanya seluas lapangan volley. Diisi banyak buku. Di tengah ruangan, ada sebuah meja dengan sofa yang disusun melingkar.Sofa itu biasa dipakai untuk menjamu paratamu.Laki-laki yang dimaksud adalah Syawal Gultom. Rektor baru Unimed.  Periode sebelumnya Syawal mengabdikan diri sebagai Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya   Manusia Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDMPMP) Kemendikbud, Jakarta. Di pundak Syawal saat itu dibebankan tanggung jawab berat. Ia harus menjamin desain besar mutu pendidikan di Indonesia. Seperti merpati yang ingat pulang, Syawalpun kembali ke Unimed. Mayoritas anggota Senat mendukung Syawal sebagai nahkoda Unimed. Sampai 2019 nanti, gerak Lembaga P