Aisha-poto diambil di auditorium Unimed, Senin (2/9) |
Maka kesempatan itu tidak disia-siakan para murid. Masing-masing ambil kesibukan. Ada yang bernyanyi, memukul meja, menggangu teman, mondar mandir, dan macam-macam. Tak pelak kelas pun diisi suara ribut murid-murid.
Salah satu diantara murid itu mulai sadar kalau waktu itu berharga. Tak mungkin kembali. Karena itu perlu dimanfaatkan. Anak itu namanya Aisha. Selengkapnya Aisha Anindita. Siswa SD kelas 4 Panca Budi. "Dari pada ribut mending kita bikin puisi yok." usul Aisha pada teman semejanya, Siti Kalizah. "Ayo..." sahut Kalizah.
Mereka segera mengambil kertas dan pena. Aisha memulai sajaknya.
Sekolah tempatku menimba ilmuKalizah melanjutkan dengan ide yang masih satu benang merah
Sekolah tempatku bertemu temanAisha jadi bersemangat. Ide di kepalanya kentara ia segera meneruskan
Sekolah tempatku bertemu guruMasuk ke bait dua, Aisha dan Kalizah berkejar-kejaran dalam ide. Tidak ingat lagi siapa yang memulai atau ini kalimat siapa hingga terangkumlah ide berikut:
Sekolah tempat gembiraku ceria
Marilah kawan kita pergi sekolahCoretan itu, memang tidak secepat yang saya tuliskan ini. Ada beberapa kata diganti. Ada yang dipangkas karena dirasa kepanjangan atau bunyinya kurang ramah ditelinga. Begitu puisi itu kelar, mereka menyusun nada-nada di mulut. nanana...nanana..nanana
ambil buku kita belajar
kan kita songsong masa depan gemilang
mari menimba ilmu raih cita-cita
Na..na..na itu membikin semangat mereka bangkit. Mereka berpikir perlu ada guru yang membantu mengaransemen lagu itu ke dalam musik. Tak pelak, Pak Taufik, guru seni musik mereka jumpai. Naskah itu mereka tunjukkan dan "na..na..na" itu mereka bunyikan.
Mendengar "na..na...na" dua muridnya itu, Pak Taufik tertarik. Ia segera pasang keyboard. Memilih nada-nada yang pas dan memainkannya. Jadilah sebuah lagu yang indah. Lagu berjudul "Sekolahku." Asyik, merdu dan rancak. Sarat makna pula!
Sambutan Pak Taufik tidak sampai disitu. Lagu karangan dua muridnya itu kemudian diperdengarkan kepada kepala sekolah. Tak dinyana, Pak Kepsek Darron juga suka. Maka atas instruksinya, lagu itu kemudian dijadikan lagu wajib yang harus diputarkan setiap hari, termasuk di even-even besar di sekolah.
"Sungguh saya tak menyangka akan jadi begini," ujar Aisha mengenang, saat diwawancarai di Auditorium Unimed, Senin (2/9), usai mempersembahkan sebuah lagu tentang Danau Toba, ciptaannya di hadapan Gubsu Gatot, Pangdam I/BB, Kapoldasu Syarif Gunawan, Konjen AS untuk Sumut Kathryn Crockart dan para pejabat Sumut serta guru, dosen, orang tua serta tamu undangan.
Gadis yang lahir 14 tahun silam itu ternyata tidak cuma jago bernyanyi dan mencipta lagu. Ia juga sayang lingkungan. Aisha kini menggemakan lagu tentang keindahan Danau Toba."Supaya semua orang di Sumut sadar bahwa Danau Toba itu indah." katanya. Baru-baru ini ia bersama komunitas lukisnya mengelar aksi bersih-bersih lingkungan pinggiran Danau Toba. "Kita kemudian melukis kerbau." sahutnya.
Selain peduli lingkungan, remaja berparas manis yang satu ini rupanya punya sederet pretasi. Pada 8 Oktober 2012, ia menyabet juara 2 Lomba Cipta lagu Nasional. Penyerahan hadiah langsung di Istana Kepresidenan, Cipanas, Jawa Barat. Baru-baru ini, 28 Juni 2013, ia menggondol juara 3 Lomba Poster Nasional "Sanitasi" di Istana Merdeka.
Tak kalah bergengsi, Desember 2012 lalu, putri sulung pasangan Drs Ermansyah MHum-Rusana Yanti SE ini memenangi lomba lukis Juara 3 dalam rangka O2SN antar SMP se-Kota Medan. dan masih banyak lagi. Sedikitnya 300 piala telah tertata apik dirumahnya hasil menjuarai loma menulis, lukis, nyanyi, mendongeng dan cipta lagu.
Aisha terbilang sukses menata hidupnya dalam sekolah dan berkarya, antara belajar dengan ikut komunitas. Namun semua talentanya itu tak lepas dari campur tangan orangtuanya. Ayahnyalah yang pertama melihat bakatnya menanyi, walau ibunya bilang, "Tuh suara anakmu cempreng. Mana bisa jadi penyanyi?" Kata Aisha menirukan ucapan mamanya dulu.
Kendati demikian, apa pun yang dibilang ibunya, Ayah Aisha tetap menyemangai Aisha supaya rajin bernyanyi. Aisha kerap di bawa ke tempat karaokean sekadar untuk bernyanyi. dan proses itulah yang kian membantu Aisha menggali bakat nyanyinya.
Sementara bakat melukisnya, pertama kali disadari ibunya. "Ibu selalu membelikan aku crayon dan kertas gambar. Aku suka coret-coret. Suka warna-warna," tutur Aisha yang didampingi ibunya. Ibunya mengangguk saja atas perkataan Aisha.
Kini Aisha multitalenta. Banyak jalur bisa ditempuhnya. Masa depan baginya terbuka lebar. Ia tinggal memilih apa yang akan membawanya pada jalan kegemilangan. Inilah asyiknya jika potensi anak itu tergali secara maksimal sejak kecil. Apalagi didukung penuh orangtua. Siapa tidak gembira jika melihat masa depan anak kita indah dan menjanjikan? Karena itu, mari kita gali potensi anak-anak kita sejak dini dan biarkan mereka berekspresi di kemudaan mereka.
Komentar