Langsung ke konten utama

Mimpi, Asa dan Tindakan


Logo Blacberry/dedy hutajulu
Aku tak pernah jemu menulis tentang mimpi. Sebab ia begitu indah, asyik, dan menggetarkan, semenggetarkan cinta saat adu pandang dengan si belahan jiwa.

Dan jiwa terasa hidup--bahkan lebih bermakna--ketika mimpi itu terus nyala dan menjalari seluruh sel-sel tubuhku. Impian yang terjaga itu selalu memasok semangat yang tak pernah kubayangkan. Sehingga aku bisa bekerja keterlaluan sampai tak mengenal waktu ketika didorong oleh percikan-percikan mimpi itu.

Bermimpi membuatku merasa hebat. Lebih hebat dari tokoh mana pun di bumi ini. Ia meniupkan roh gebrakan di dadaku hingga aku merasa harus mencari cara untuk mewujudkannya supaya nyata--dan orang lain pun memercayainya.

Namun bermimpi saja tidak cukup. Perlu diikuti tindak nyata mewujudkannya agar jadi kenyataan. Dalam usaha mewujudkannya itu, memang tak semudah yang kita bayangkan. Ada saja rintangan yang harus kita hadapi.

Mungkin datang dari dalam diri kita seperti rasa tidak percaya diri, atau malas. Atau datang dari luar diri kita. Anda tahu maksudku kan? Ya, seperti penolakan. Penolakan pada ide yang kita gulirkan. Sebab banyak orang-orang skeptis berdiri di sekeliling kita.

Tapi percayalah, selama mimpi itu kita jaga, tak satu pun yang bisa membatasi mimpi kita, termasuk malaikat. Jadi teruslah bermimpi dan berkerja keras untuk mewujudkanya setangguh Garry Klassen, si pencetus BBM (Black Berry Messenger), aplikasi social chat yang digandrungi 60 juta pengguna di seluruh dunia.

Saat Gery pertama kali menggulirkan idenya, pihak perusahaan kurang respek. Tapi gery tak patah arang. Ia cari akal. Ia selalu menaruh asa.

Dengan sedikit berusaha lebih keras lagi, ia berhasil meyakinkan perusahaannya bahwa ide BBM-nya berpotensi menjadi yang pertama di perangkat mobile. "Dan hanya ada di perangkat mobile," cetus Gery mengisahkan (dikutip dari okezon, 3/9).

Dalam mewujudkan impiannya, Gery acapkali menghadapi kegagalan. Tapi ia terus mengakrabinya. "Kami menguji coba banyak hal yang akhirnya gagal." sahutnya. Kemudian cepat-cepat dilanjutkannya, "Tapi dari kesalahan-kesalahan itulah kemudian menghasilkan inovasi baru yang lebih penting."

Mengakrabi kegagalan tentu harus dibiasakan oleh siapa pun yang sedang berjuang mewujudkan mimpi. Tidak peduli walau harus bercucur keringat, air mata dan darah. Sebab ketika mimpi itu terwujud hasilnya akan sepadan, bahkan lebih, dari segala sesuatu yang telah dikorbankan.

Gery memaklumkan hal itu. "Saya tak pernah berpikir akan jadi sebesar ini," ujarnya, "tapi ketika Anda memiliki mimpi, Anda memiliki harapan, dan Anda mengerjakan apa yang direncanakan, segalanya bisa terjadi."

Gery yang hari ini bersaksi tentang mimpi, meyakinkanku kembali bahwa tidak ada yang mustahil jika aku mau berusaha mewujudkan mimpiku. Karena itu, kupancangkan kembali impian itu. Kukobarkan lagi semangatku, dan asaku.

Wai, impianku, kusongsong dikau. Sambutlah aku dengan wajah misteriusmu dan kedhasyatanmu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dicari Caleg Perduli Parmalim*

Banyak calon legislatif menduga komunitas Parmalim bakal golput. Tetapi Parmalim menampiknya. Dugaan itu muncul karena para caleg ternyata sama sekali tak mengenal apa itu Parmalim. Celakanya, kaum Parmalim juga tidak mengenal kandidatnya. Bagaimana nasib pemilu kita nanti? Oleh Dedy Hutajulu Desi (kanan) dan rekan-rekannya di depan Bale Parsattian (rumah ibadah Parmalim) di Jalan Air Bersih, Medan, Sabtu (8/3).--foto dedy hutajulu  DESI SIRAIT malu-malu saat lensa kamera diarahkan kepadanya. Ia memalingkan wajah. Di depan Bale Parsattian ia bercengkerama bersama teman sebaya. Bale Parsattian sebutan bagi rumah ibadah komunitas Parmalim. Bale Parsattian ini terletak di Jalan Air Bersih, Medan. Desi Sirait baru berusia 19 tahun. Ini tahun pertama baginya mengikuti pemilu. Ketika ditanya: nyoblos atau tidak? Desi tak langsung menjawab. Ia berpikir dalam-dalam. “Aku takut nanti salah ­­bicara. Jadi masalah pula bagi ugamo kami,” katanya. Desi berasal dari Pemantang

Kalang Baru dan Kenangan di Bondar

aku cuma cuci muka di air bondar Kesal. Kesal banget terus dikibuli si Rindu Capah. Dia ajak kami , katanya cebur ke sungai. Aku sudah senang. Buru-buru keluar dari rumahnya. Berlari sambil bawa kamera dan sabun dan odol.  Aku berharap pagi ini dapat suasana sungai yang indah di Kalang Baru, Sidikalang. Poto unutk oleh-oleh ke Medan. Kami bertiga berjalan menyusuri kebun kopi. Masuk lewat jalan-jalan tikus. Melewati rerimbunan bambu. Turun ke bawah dengan tangga-tanggah tanah yang dibentuk sedemikian rupa supaya serupa tangga. Cukup curam turunan itu. Di bawah tampak aliran sungai melintasi selokan-selokan yang berdempetan dengan sawah.  Banyak remaja dan gadis-gadis di bawah sedang mencuci dan mandi. Kami harus teriak "Lewat..atau Boa" baru mereka menyahut dan kami bis alewat. Begitu tiba di bawah, kukira kami akan berjalan masih jauh lagi menuju sungai yang dibilang Rindu. Tahu-tahunya, sungai yang di maksud adalah selokan ini. Gondok benar hatiku. "I

Syawal Gultom: Unimed Bagi Negeri

Oleh Dedy Hutajulu   Berkarir tinggi sampai ke Jakarta, tak membuat Syawal Gultom melupakan Unimed. Ia pulang membawa pengetahuan baru, biarKampus Hijau bisa menjadi pandu bagi negeri. Syawal Gultom LELAKI itu bangkit dari kursi. Ia tinggalkan setumpuk pekerjaan hanya demi menyambutku. Ruangan kami bertemu hanya seluas lapangan volley. Diisi banyak buku. Di tengah ruangan, ada sebuah meja dengan sofa yang disusun melingkar.Sofa itu biasa dipakai untuk menjamu paratamu.Laki-laki yang dimaksud adalah Syawal Gultom. Rektor baru Unimed.  Periode sebelumnya Syawal mengabdikan diri sebagai Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya   Manusia Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDMPMP) Kemendikbud, Jakarta. Di pundak Syawal saat itu dibebankan tanggung jawab berat. Ia harus menjamin desain besar mutu pendidikan di Indonesia. Seperti merpati yang ingat pulang, Syawalpun kembali ke Unimed. Mayoritas anggota Senat mendukung Syawal sebagai nahkoda Unimed. Sampai 2019 nanti, gerak Lembaga P