Kulihat senyum diwajahmu
saat suaramu menyapa nuraniku
Rasanya seperti menanam biji
perlahan namun pasti
membuahkan kebaikan.
tidak dengan tangan yang hampa
kau ukir tiap bongkahan hatiku dengan kejujuran.
karena kejujuran adalah kekuatan dan ketulusan adalah pengharapan
kau buat segalanya begitu mudah.
ketegaranmu mendampingiku tumbuh dewasa
Perhatianmu mengawal hari-hariku kemanapun kakiku melangkah.
waktu tak mampu menjelaskan bagaimana engkau mengusir kesunyian.
Dibawah gerimis kau setia merawat kesabaran
menunggu lahir kata nasihat hingga tanah
lapang penuh tawa membuat hidupku penuh makna
Medan, 20 Juni 2010
Kenangan di Rumah Kedua
Saat matahari menyinari wajah kami kulihat keseriusan.
terpatri pengabdian di setiap aliran darah dan dalam setiap desahan nafasmu.
mengalun doa dan harapan-harapanmu akan masa depan
kami hingga prestasi tak cukup diukir di atas kertas
Kau telah membuka mata kami jejak yang tak mudah dilupakan.
kau memberi pesan yang mendalam.
saat waktu menjadi panggung kasih sayang.
kau mencelikkan mata kami melihat apa yang selama ini terkubur di dibalik tubuh jelek ini.
mengajar kami untuk tak pernah berhenti bermimpi dan berharap suatu saat kami menjadi bintang
Tak mudah untuk melupakanmu.
terlalu banyak kenangan darimu segala sesuatu takkan kubiarkan berlalu begitu saja.
dibalik kehidupanku kenangan itu selalu tersimpan
sampai ke dalam waktu akan kutulis rahasiamu
selalu...
Medan, 20 juni 2010
Sandiwara pendidikan
Saat jiwaku masih layu tak tahu
darimana akan datang pertolongan
desahan angin segar yang bisa
membuat kepala tegak kembali agar tak hilang pengharapan
Di balik tembok-tembok kelas kini hanya terukir kebohongan.
jiwa batu pualam enggan meratap mungkin sudah terpaku mati.
Keceriaan dan kejujuran yang dulu primadona tak lagi berharga malah dianggap tabu.
entah kapan puisi ini yang tak diharapkan ini tak lagi berkicau?
Medan, 20 juni 2010
Surat Buat Walikota
Entahkah kami bisa tegak berdiri,
entahkah kami tak lagi bungkuk karena tertunduk.
kapankah rumah kami tak kunjung digusur?
kapankah mimpi si budi bisa mendengkur?
ingin bisa bermimpi
tersenyum
dan nyenyak tidur,
menulis,
membaca komik,
menonton,
sambil melahap kangkung
ditemani para kurcaci
Seperti kata-katamu
yang terpampang di sembarang papan iklan
berseliweran disembarang jalan utama
bagai sabda malaikat
bahkan kau siap berdebat melepaskanku
dari jerat resah yang selama ini
setia mendampingi mimpi kami
Sedalam usiaku,
sekerontang sawah kami
di usia kota yang semakin tampak renta
Tertatih sudah pendidikan menanggung bebannya.
jika engkau duduk dikursimu nanti
ingat kami yang tak punya receh membeli pensil dan kertas.
getirnya kota ini akan kami gubah menjadi cerita
seperti seperti kancil dan buaya.
saat pena kami macet nanti tentu tak lagi
bisa menuliskan dongeng buat cucu kami tentang
kota Medan
ini
yang dipimpin seorang dewa yang baik hati
Walikota kami tercinta....
tolong bantu ibu kami
yang sedang sekarat
karena melahirkan kegelapan
menelurkan kecemasan
diselembar daun-daun kering kegelisahan.
Medan, 20 juni 2010
Bermimpi jadi penyanyi
Bagai bunga matahari yang mekar
di terik matahari memberi harapan
dan pengaruh bagi anak-anak adam.
Ingin melihat semua orang tersenyum
dan bahagia bersenandung nyanyian hati.
Meski lagu yang sedih namun engkau
mengubah kesunyian menjadi senyum
di bibir hati menguatkan jiwa yang sudah
lama lesu.
ketika suaramu bersetubuh
dengan sinar lampu,
detak gampus bekerja meramu air
mata menjadi komitmen untuk bangkit lagi.
Aku bermimpi suatu saat nanti semua orang
bisa bernyanyi dengan hati.
Rasa kesal,
dendam,
kecewa
tercurah dalam lidah melodi
agar tak lagi ada yang cemberut.
Suatu saat nanti
akan kutulis diraut wajah negeriku
sebuah lagu
tentang kekayaan kami yang telah habis dikorupsi.
dan saat janinku lahir nanti,
ia tak perlu menangis lagi.
laut,
ikan
dan awan
bukan milik penguasa,
bukan milik pengusaha.
sekolah,
guru
dan pendidikan
adalah untuk mereka anak-anak
burung camar...
Maka aku terus menjaga mimpiku menjadi penyanyi negeri...
Medan, 20 juni 2010
saat suaramu menyapa nuraniku
Rasanya seperti menanam biji
perlahan namun pasti
membuahkan kebaikan.
tidak dengan tangan yang hampa
kau ukir tiap bongkahan hatiku dengan kejujuran.
karena kejujuran adalah kekuatan dan ketulusan adalah pengharapan
kau buat segalanya begitu mudah.
ketegaranmu mendampingiku tumbuh dewasa
Perhatianmu mengawal hari-hariku kemanapun kakiku melangkah.
waktu tak mampu menjelaskan bagaimana engkau mengusir kesunyian.
Dibawah gerimis kau setia merawat kesabaran
menunggu lahir kata nasihat hingga tanah
lapang penuh tawa membuat hidupku penuh makna
Medan, 20 Juni 2010
Kenangan di Rumah Kedua
Saat matahari menyinari wajah kami kulihat keseriusan.
terpatri pengabdian di setiap aliran darah dan dalam setiap desahan nafasmu.
mengalun doa dan harapan-harapanmu akan masa depan
kami hingga prestasi tak cukup diukir di atas kertas
Kau telah membuka mata kami jejak yang tak mudah dilupakan.
kau memberi pesan yang mendalam.
saat waktu menjadi panggung kasih sayang.
kau mencelikkan mata kami melihat apa yang selama ini terkubur di dibalik tubuh jelek ini.
mengajar kami untuk tak pernah berhenti bermimpi dan berharap suatu saat kami menjadi bintang
Tak mudah untuk melupakanmu.
terlalu banyak kenangan darimu segala sesuatu takkan kubiarkan berlalu begitu saja.
dibalik kehidupanku kenangan itu selalu tersimpan
sampai ke dalam waktu akan kutulis rahasiamu
selalu...
Medan, 20 juni 2010
Sandiwara pendidikan
Saat jiwaku masih layu tak tahu
darimana akan datang pertolongan
desahan angin segar yang bisa
membuat kepala tegak kembali agar tak hilang pengharapan
Di balik tembok-tembok kelas kini hanya terukir kebohongan.
jiwa batu pualam enggan meratap mungkin sudah terpaku mati.
Keceriaan dan kejujuran yang dulu primadona tak lagi berharga malah dianggap tabu.
entah kapan puisi ini yang tak diharapkan ini tak lagi berkicau?
Medan, 20 juni 2010
Surat Buat Walikota
Entahkah kami bisa tegak berdiri,
entahkah kami tak lagi bungkuk karena tertunduk.
kapankah rumah kami tak kunjung digusur?
kapankah mimpi si budi bisa mendengkur?
ingin bisa bermimpi
tersenyum
dan nyenyak tidur,
menulis,
membaca komik,
menonton,
sambil melahap kangkung
ditemani para kurcaci
Seperti kata-katamu
yang terpampang di sembarang papan iklan
berseliweran disembarang jalan utama
bagai sabda malaikat
bahkan kau siap berdebat melepaskanku
dari jerat resah yang selama ini
setia mendampingi mimpi kami
Sedalam usiaku,
sekerontang sawah kami
di usia kota yang semakin tampak renta
Tertatih sudah pendidikan menanggung bebannya.
jika engkau duduk dikursimu nanti
ingat kami yang tak punya receh membeli pensil dan kertas.
getirnya kota ini akan kami gubah menjadi cerita
seperti seperti kancil dan buaya.
saat pena kami macet nanti tentu tak lagi
bisa menuliskan dongeng buat cucu kami tentang
kota Medan
ini
yang dipimpin seorang dewa yang baik hati
Walikota kami tercinta....
tolong bantu ibu kami
yang sedang sekarat
karena melahirkan kegelapan
menelurkan kecemasan
diselembar daun-daun kering kegelisahan.
Medan, 20 juni 2010
Bermimpi jadi penyanyi
Bagai bunga matahari yang mekar
di terik matahari memberi harapan
dan pengaruh bagi anak-anak adam.
Ingin melihat semua orang tersenyum
dan bahagia bersenandung nyanyian hati.
Meski lagu yang sedih namun engkau
mengubah kesunyian menjadi senyum
di bibir hati menguatkan jiwa yang sudah
lama lesu.
ketika suaramu bersetubuh
dengan sinar lampu,
detak gampus bekerja meramu air
mata menjadi komitmen untuk bangkit lagi.
Aku bermimpi suatu saat nanti semua orang
bisa bernyanyi dengan hati.
Rasa kesal,
dendam,
kecewa
tercurah dalam lidah melodi
agar tak lagi ada yang cemberut.
Suatu saat nanti
akan kutulis diraut wajah negeriku
sebuah lagu
tentang kekayaan kami yang telah habis dikorupsi.
dan saat janinku lahir nanti,
ia tak perlu menangis lagi.
laut,
ikan
dan awan
bukan milik penguasa,
bukan milik pengusaha.
sekolah,
guru
dan pendidikan
adalah untuk mereka anak-anak
burung camar...
Maka aku terus menjaga mimpiku menjadi penyanyi negeri...
Medan, 20 juni 2010
Komentar