Langsung ke konten utama

Memugar (kembali) Semangat Sumpah Pemuda Oleh Dedy Hutajulu 28-10-1010 adalah hari yang amat berarti bagi kaum muda untuk dirayakan. Bukan hanya pemuda, bangsa ini juga ikut merayakannya. Sebagai sebuah ikrar yang telah mempersatukan tunas-tunas bangsa ini dalam satu tanah air, bangsa dan bahasa –Indonesia. Sebagai hari yang amat berharga bagi pemuda, maka sangat tidak mungkin untuk melewatkannya begitu saja, apalagi dengan aktivitas biasa-biasa saja dan itu-itu saja. Dipastikan akan ada sesuatu kegiatan yang menandai pentingnya hari itu. 28 oktober 1928 telah menjadi tonggak peringatan bagi kita hari ini betapa pemuda yang multikultur menggoreskan semangat persatuan dan kesatuan. Diyakini betul bahwa sumpah pemuda adalah fondasi atau dasar pemersatu bangsa. Dan kini, genap 82 tahun usia sumpah itu. Seiring bergulirnya roda sejarah, apakah semangat sumpah itu masih terasa dengungannya ataukah sudah pudar seiring putaran waktu? Namun sebelum kita berdiskusi, siapa sebenarnya pantas disebut pemuda? Pemuda adalah mereka-mereka yang memiliki jiwa muda, semangat perubahan, jiwa pembaruan. Pemuda adalah orang-orang yang berkontribusi dengan cara ‘terjun ke lapangan’ membawa perubahan yang telah dinantikan oleh banyak orang. Dalam defenisi ini, pemuda bukanlah dibatasi oleh usia, jangan sampai menafikan orang tua yang berjiwa muda, sementara mereka sedang dan terus bergerak memberi arah perubahan bagi bangsa ini. Mereka juga pemuda Membongkar Semangat Kepemudaan Pengaruh pemuda masa kini dibandingkan masa 1928-an memang ada perbedaan yang mencolok. Pertama, dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ini, cukup kelihatan bahwa gerakan-gerakan pemuda saat mengkritisi segala kebijakan pemerintah cukup mudah diredam dan dipatahkan oleh rezim yang berkuasa. Kedua, minimnya peran pemuda dalam mewarnai opini publik, memberi pencerahan di tengah karut-marut bangsa saat ini. Selain lemah dalam memberikan gagasan pencerahan, pemuda juga kurang berkontribusi nyata ke masyarakat dalam rupa pelayanan dan langkah progress perwujudan demokrasi yang seutuhnya. Selanjutnya, tak jarang pemuda saat ini terhisap dan terbenam dalam kekuatan arus neoliberalisme, yang menghalakan segala cara sebagai alat menghasilkan uang, sekalipun itu harus menyingkirkan hakikat kemanusiaan. Sebagai bukti, banyak pemuda sekarang hanya asyik beremeh-temeh dengan ‘fesbuk’, dan abai dengan disiplin ilmu. Banyak juga yang menjadi individualistis dengan kehadiran internet dan handpone (HP), yang bahkan dengan hpnya semakin minus etika. Tak sedikit pula, pemuda sekarang begitu terobsesi menjadi Pegawai negeri sipil (PNS), tanpa menyadari betul besarnya tanggung jawab sebagai PNS, dalam menyelenggarakan pemerintahan dengan baik dan benar. Terakhir, terputusnya ikatan diantara organisasi kepemudaan sebagai sebuah aliansi. Belum diketahui apa penyebabnya, yang pasti belum ada ‘blue print’ aliansi gerakan pemuda yang begitu kuat dan bisa tetap eksis hingga hari ini. Momentum 28-10-1928 Soekarno pernah berkata: “Berikanlah kepadaku sepuluh pemuda, maka saya akan mengguncang dunia”. Beranjak dari catatan sejarah diatas, maka semakin penting bagi kita memperbincangkan kepemudaan masa kini di tengah kencangnya arus globalisasi dan akselerasi laju informasi. Jangan-jangan selama ini kita abai menilai zaman. Apakah globalisasi menjadi ‘pintu terbuka‘ bagi bangsa ini untuk bangkit-bergerak-maju, atau sebaliknya, justru telah me’ninabobok’an jiwa kepemudaan kita hari ini, dan menuntun kita ke jurang kehancuran? Pertanyaan inilah yang harus kita jawab, siapapun kita. Terkait ikrar pemuda1928-an, semangat, militansi dan gerakan kepemudaan saat itu memang sangat terasa. Bagaimana dengan sekarang? Apakah militansi pemuda saat ini tidak mampu meneruskn jejak-jejak sejarah masa lalu, ataukah semangat itu sudah pudar? Saya pikir tidaklah demikian. Memang, sekarang cukup jelas kelihatan diantara pemuda saat ini, ada semacam penyakit ‘keengganan’. Enggan untuk berkarya, berkiprah dengan jujur, berjuang dengan berani, bahkan enggan untuk bekerja sama dengan sesama. Yang lebih menyakitkan adalah membiarkan tumbuh suburnya sikap arogansi di dalam jiwa kepemudaan. Padahal, sikap arogansi itulah, barang kali yang menjadi cikal bakal retaknya aliansi kepemudaan. Arogansi adalah bukti keegoisan. Kedua saudara kembar tabiat buruk ini saling mendukung, meruntuhkan persatuan, dan mengendurkan ikatan emosional di kalangan pemuda. Akhirnya, jarang ditemukan ada ikatan batin yang kuat terjalin dalam sebuah komunitas pemuda, anak-anak pergerakan. Jika arogansi dan darah keegoisan terus mengalir dalam nadi sebuah organisasi kepemudaan, bahkan jika hal itu sampai masuk mengotori sebuah gerakan kepemudaan, betapa rentannya gerakan itu terhadap perpecahan. Gerakan yang saya maksud bukanlah bentuk hasutan untuk merongrong pancasila. Namun, gerakan pemuda yang justru mengedepankan keadilan, menyuarakan kebenaran di tengah perjalanan pemerintahan yang lamban dan sering menyingkirkan peran pemuda dalam kemajuan bangsa. Munculnya gerakan pemuda kini sangatlah tepat, selain masyarakat begitu yakin dan berharap, lahir pemimpin dari pemuda, juga karena pemuda adalah tunas bangsa yang akan bersinar sebagai poros aspirasi rakyat. Maka ketika gerakan pemuda didasari dengan semangat keberpihakan kepada rakyat dan kebenaran, di sinilah substansi kepemudaan dinantikan. Oleh sebab itu, gerakan-gerakan sporadis di seluruh tanah air amat penting untuk digalakkan. Gerakan-gerakan yang peduli terhadap nasib bangsa ini, yang benci kepada korupsi, yang mengedepankan kejujuran, mengutamakan persatuan, sembari berkiprah dengan kinerjanya yang produktif. Tenggelam dalam romantisme sejarah Meski ada semacam isu bahwa pemuda saat ini lemah sementara pemuda jaman dulu begitu gagah dan hebat, namun janganlah kita sampai terjebak dalam romantisme sejarah seperti itu. Lemahnya pemuda dan gerakan-gerakan yang dibangun oleh pemuda saat ini tentu disebabkan oleh kekuatan sistem yang sedang dihadapi. Sistem saat ini telah dibentengi dengan pagar-pagar ‘beton kekuasaan’, ‘dibaja’ dengan birokrasi. Sehingga segala bentuk penegakan hukum hanya tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. Sistem hari ini jelas sangat berbeda dengan zaman dulu. Dulu, pergumulan pemuda masih seputaran melawan penjajah dan merebut kemerdekaan. Orientasinya kini berbeda. Kini, pemuda harus berhadapan dengan bahaya laten korupsi, makelar kasus, dan makelar pajak. Selain itu, setiap hari pemuda disuguhi berita terorisme, listrik mahal, sembako mahal, plagiarisme, dan mahalnya pendidikan. Lebih mencemaskan, sistem hari ini cenderung memaksa pemuda untuk bersikap ‘cuek’ atau memilih‘diam’ saja atas segala ketidakadilan daripada bertindak melawan. Sedikit saja menggeliat, maka siapapun itu akan dianggap musuh rezim dan harus disingkirkan. Selain, kuatnya cengkraman sistem, ketidak-siapan menghadapi gemburan teknologi juga menjadi ancaman bagi pemuda untuk berkembang. Ancaman itu kini semakin nyata seperti: gempuran ‘fesbuk’, penggunaan hp yang minus etika, dan efisiensi uang untuk membeli pulsa. Di sisi lain, hal-hal yang selama ini diyakini kebiasan baik, justru dalam prakteknya seolah tiada harganya: seperti budaya berdiskusi, membaca buku, duduk berjam-jam di ruang kuliah untuk menganalisa masalah, keinginan berkompetisi, dan ketekunan menulis, semuanya semakin pudar. Malah banyak kaum muda (mahasiswa) justru memelopori sikap individualistis, konformistis dengan ketidakbenaran, melegalkan ketidakadilan, dan budaya plagiarisme. Uraian panjang dan sedikit melelahkan di atas adalah isyarat betapa melelahkan pula menjadi pemuda yang bersinar di tengah zaman ini. Pemuda–dengan segala potensinya–sesungguhnya bisa mengimbangi arus globalisasi dan laju informasi dengan menganulirnya sebagai sebuah kesempatan untuk membawa perubahan. Teladan yang memotivasi dari pemuda perlu dibangun selagi hari masih pagi. Sebagai agen perubahan, pemuda harus berani menantang diri sendiri untuk bangkit menjadi pemimpin zaman. Kita berharap, revitalisasi semangat sumpah pemuda 28 oktober 1928 sebagai ikrar pemersatu tunas-tunas bangsa, kiranya mengantarkan kita (pemuda) hari ini, untuk bangkit berkiprah bagi bangsa ini. Hidup pemuda! (Penulis adalah kaum muda, aktif di Perkamen).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Selamatkan Lapangan Merdeka Medan

Lapangan Merdeka (Vukoraido) BERKACA dari keberhasilan penyelamatan Gedung Nasional Medan, kini para sejarawan, akademisi, mahasiswa, budayawan, pengamat budaya, dan dosen serta aktivis di Medan makin merapatkan barisan. Mereka sedang mengupayakan penyelamatan Lapangan Merdeka Medan dari usaha penghancuran pihak tertentu. Gerakan ini bermaksud mendorong pemerintah agar menyelamatkan Lapangan Merdeka yang kini telah kopak-kapik sehingga merusak makna sejarah yang ada tentang kota ini. Pembangunan skybridge (jembatan layang) sekaligus city cek in dan lahan parkir di sisi timur Lapangan Merdeka, menurut Hamdani Siregar, pengamat sejarah, itu adalah bagian dari upaya penghancuran sejarah. Apalagi, ketika pembangunan tersebut malah makin memunggungi satu monumen bersejarah di Medan, yakni monumen proklamasi kemerdekaan RI. “Ini momentum bagi kita untuk bangkit melawan. Bangkit menyelamatkan Lapangan Merdeka. Karena pembangunan di situ telah merusak sejarah bangsa i...

Kalang Baru dan Kenangan di Bondar

aku cuma cuci muka di air bondar Kesal. Kesal banget terus dikibuli si Rindu Capah. Dia ajak kami , katanya cebur ke sungai. Aku sudah senang. Buru-buru keluar dari rumahnya. Berlari sambil bawa kamera dan sabun dan odol.  Aku berharap pagi ini dapat suasana sungai yang indah di Kalang Baru, Sidikalang. Poto unutk oleh-oleh ke Medan. Kami bertiga berjalan menyusuri kebun kopi. Masuk lewat jalan-jalan tikus. Melewati rerimbunan bambu. Turun ke bawah dengan tangga-tanggah tanah yang dibentuk sedemikian rupa supaya serupa tangga. Cukup curam turunan itu. Di bawah tampak aliran sungai melintasi selokan-selokan yang berdempetan dengan sawah.  Banyak remaja dan gadis-gadis di bawah sedang mencuci dan mandi. Kami harus teriak "Lewat..atau Boa" baru mereka menyahut dan kami bis alewat. Begitu tiba di bawah, kukira kami akan berjalan masih jauh lagi menuju sungai yang dibilang Rindu. Tahu-tahunya, sungai yang di maksud adalah selokan ini. Gondok benar hatiku. "I...

Menunggu Langkah Progres Timur Pradopo

Oleh Dedy Hutajulu “Congratulation pak Timur Pradopo. Semoga sukses menakhodai kepolisisan di negeri ini, segala harapan kami dipundakmu sang Jenderal. Kami (rakyat) kini menanti kepemimpinanmu”. Demikianlah gema harap dan ucapan selamat masih terus mengalir dari hati-ke-hati, meski proses terpilihnya bapak Timur sebagai Kapolri baru sarat dengan kontroversi. Namun, meski demikian (sarat kontroversi), siapapun yang terpilih berhak mendapat kesempatan itu. Timur Pradopo sudah dilantik menjadi Kapolri baru. Begitu beliau menanggalkan jubah lamanya, dan telah mengenakan jubah barunya, maka segala harapan rakyat terkait tugasnya, melekat dalam jubah baru yang dikenakannya saat ini. Seiring dengan itu, segala restu, doa, harap senantiasa menyertai hari-hari kapolri baru kita ini. Sederet Tugas Kapolri Dengan terpilihnya Timur sebagai kapolri bukan berarti semua masalah lantas berakhir, seperti riak kontroversinya yang kini tinggal sayup-sayup. Sederet panjang nan berat tugas untuk k...