Oleh : Dedy Gunawan Hutajulu
(Mahasiswa Matematika Unimed, Medan)
Minggu, 23 Mei 2010
JENUH! Begitulah ungkapan yang tepat untuk menyatakan perasaan kita, ketika melihat kemacetan setiap hari dan lelah dengan polusi yang kelewat-batas. Di tengah kebisingan kota, hingar-bingar deru kendaraan bermotor dan debu jalanan, seolah tidak ada lagi ruang sepi dan teduh untuk beristirahat menenangkan jiwa.
Mengalahkan gengsi Gengsi adalah penyakit klasik masyarakat kita. Ironis sekali, kita menginginkan hidup nyaman di planet bumi ini, tetapi tak mau merepotkan diri untuk memeliharanya. Harus kita akui bahwa bumi ini sudah rusak akibat ulah kita (umat manusia), namun mengapa kita tidak mau menyelamatkannya? Tentu menyedihkan bila karena gengsi, maka seluruh umat manusia akan merasakan akibatnya, terus tersiksa kepanasan.
Sebagai umat yang religius, perlu kita pahami maksud Sang Pencipta kepada kita atas bumi ini. Ada dua mandat yang Tuhan berikan kepada kita, umatNya, yaitu mandat ilahi dan mandat budaya. Mandat ilahi sifatnya relasi vertikal, ditujukan kepada kita semua (orang yang percaya kepada-Nya), wajib menyampaikan kabar baik kepada seluruh suku bangsa (pantata etne), agar semua orang beribadah kepada-Nya. Sedang mandat budaya sifatnya adalah relasi horizontal, yaitu memelihara bumi dan segala isinya.
Itulah sebabnya, Sang Khalik menganugerahi kita akal dan budi. Dan akal-budi tersebut diperuntukkan bagi kita untuk menggali dan menimba ilmu pengetahuan sebanyak-banyak. Tujuannya adalah agar kita mampu mengeksplorasi bumi, bukan mengekploitasinya.
Sayang, tabiat buruk manusia adalah serakah, ingin menguras kekayaan alam ini sampai kering, demi kepentingan pribadi. Akibatnya, kini seluruh bumi mengalami kepanasan global. Pemanasan global dipicu oleh emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang sangat tinggi, melebihi batas ambang yang sewajarnya, alias over dosis.
Rusaknya struktur kimia GRK berarti telah terganggu struktur udara. Sederhananya, ketika udara sudah sangat kotor, maka lapisan atmosfer bumi rentan robek karena tidak imun terhadap panasnya sinar matahari. Tertuduh utama polusi udara adalah asap pabrik dan asap kendaraan bermotor. Saat ini, kendaraan bermotor sudah membludak.
Lihat saja jalanan kota yang kerap macet karena kendaraan berdesakan. Di tengah tingginya slogan penyelamatan bumi akibat pemanasan global, namun aksi untuk menyelamatkan lingkungan hanya sebatas wacana. Tidak boleh diabaikan, tugas kita adalah mengerjakan mandat budaya, yakni memelihara alam dan segala isinya.
Oleh karena itu, sudah saatnya kita harus menyelamatkan bumi. Menjaga kehangatan bumi tidak cukup dengan sekedar wacana, juga harus dibarengi juga dengan masifnya aksi, misalnya menanam pohon, menjaga kebersihan, memelihara lingkungan, melestarikan hutan, bahkan mencari alat transportasi yang ramah lingkungan, seperti sepeda.
Bersepeda
Inilah solusi alternatif untuk mengurangi kemacetan lalu lintas dan polusi udara di tengah kota metropolitan. Selain alat transportasi, manfaat lain dari mengayuh sepeda adalah sebagai media ekspresi (kompas 18/5/2010). Idealnya, bersepeda efektif untuk fitness karena dapat memberikan tubuh sehat dan bugar asalkan rutin dilakukan setiap hari.
Sepeda juga media yang serba guna, bisa sebagai alat transportasi, berolahraga, berwisata, bahkan bersenang-senang. Selain harganya relatif murah, sepeda juga sangat nyaman dipakai untuk berbagai kebutuhan, mulai dari berolahraga, ke kampus, ke pasar hingga pulang-pergi kantor.
Sekedar merevieu kembali, dulu sepeda (baca : sepeda kumbang) pernah menjadi urat nadi kehidupan bangsa kita. Jauh sebelum ada sepeda motor, masyarakat kalau mau pergi kemana-mana selalu naik sepeda. Petani pergi kesawah selalu naik sepeda kumbang, tukang pos mengatar surat, naik sepeda juga. Guru pulang-pergi sekolah selalu naik sepeda.
Sepeda kerap menjadi bagian hidup masyarakat zaman dulu. Bersepeda, kedengarannya memang sepele. Tetapi cara ini diakui banyak ahli mampu memberi dampak yang besar terhadap penyelamatan bumi.
Andai saja, separuh dari kendaraan bermotor digantikan dengan sepeda, maka sekian juta liter bahan bakar premium bisa dihemat, bahkan betapa besar dampaknya terhadap pengurangan polusi akibat kendaraan bermotor. Sayang, sampai hari ini, sepeda hanya utopia.
Demi produktifitas, keakuratan dan akselerasi produksi dan kinerja, sekalipun tidak ramah lingkungan, rasanya pemerintah lebih memilih teknologi canggih daripada memanfaatkan sepeda. Pemerintah, khususnya kementrian lingkungan hidup belum berani membuat kebijakan seperti membudayakan sepeda sebagai alat transportasi masyarakat, setidaknya bagi mahasiswa.
Sesungguhnya, jika pemerintah mau, saya yakin hal itu bisa terwujud meskipun akan menuai sedikit kontroversi. Kini, setelah lama ditinggalkan, seiring dengan berkembangnya ancaman global warming dan mahalnya bahan bakar minyak (BBM), ditambah lagi masalah polusi udara yang tak terkendali.
Maka, penggunaan sepeda sebagai transportasi alternatif sudah saatnya ditempatkan di garda terdepan. Jadi, menggowes sepeda adalah cara paling lebih efektif untuk mensosialisasikan hidup bersih dan ramah lingkungan.
Menjatuhkan hati memilih sepeda bagi semua orang dalam lanskap menjaga kehangatam bumi agar kembali normal adalah satu langkah yang sangat bijak. Di sinilah peran pemerintah sangat kita nantikan. Kiranya kita semua juga mau mewujudkannya. Semoga.(*)
(Mahasiswa Matematika Unimed, Medan)
Minggu, 23 Mei 2010
JENUH! Begitulah ungkapan yang tepat untuk menyatakan perasaan kita, ketika melihat kemacetan setiap hari dan lelah dengan polusi yang kelewat-batas. Di tengah kebisingan kota, hingar-bingar deru kendaraan bermotor dan debu jalanan, seolah tidak ada lagi ruang sepi dan teduh untuk beristirahat menenangkan jiwa.
Mengalahkan gengsi Gengsi adalah penyakit klasik masyarakat kita. Ironis sekali, kita menginginkan hidup nyaman di planet bumi ini, tetapi tak mau merepotkan diri untuk memeliharanya. Harus kita akui bahwa bumi ini sudah rusak akibat ulah kita (umat manusia), namun mengapa kita tidak mau menyelamatkannya? Tentu menyedihkan bila karena gengsi, maka seluruh umat manusia akan merasakan akibatnya, terus tersiksa kepanasan.
Sebagai umat yang religius, perlu kita pahami maksud Sang Pencipta kepada kita atas bumi ini. Ada dua mandat yang Tuhan berikan kepada kita, umatNya, yaitu mandat ilahi dan mandat budaya. Mandat ilahi sifatnya relasi vertikal, ditujukan kepada kita semua (orang yang percaya kepada-Nya), wajib menyampaikan kabar baik kepada seluruh suku bangsa (pantata etne), agar semua orang beribadah kepada-Nya. Sedang mandat budaya sifatnya adalah relasi horizontal, yaitu memelihara bumi dan segala isinya.
Itulah sebabnya, Sang Khalik menganugerahi kita akal dan budi. Dan akal-budi tersebut diperuntukkan bagi kita untuk menggali dan menimba ilmu pengetahuan sebanyak-banyak. Tujuannya adalah agar kita mampu mengeksplorasi bumi, bukan mengekploitasinya.
Sayang, tabiat buruk manusia adalah serakah, ingin menguras kekayaan alam ini sampai kering, demi kepentingan pribadi. Akibatnya, kini seluruh bumi mengalami kepanasan global. Pemanasan global dipicu oleh emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang sangat tinggi, melebihi batas ambang yang sewajarnya, alias over dosis.
Rusaknya struktur kimia GRK berarti telah terganggu struktur udara. Sederhananya, ketika udara sudah sangat kotor, maka lapisan atmosfer bumi rentan robek karena tidak imun terhadap panasnya sinar matahari. Tertuduh utama polusi udara adalah asap pabrik dan asap kendaraan bermotor. Saat ini, kendaraan bermotor sudah membludak.
Lihat saja jalanan kota yang kerap macet karena kendaraan berdesakan. Di tengah tingginya slogan penyelamatan bumi akibat pemanasan global, namun aksi untuk menyelamatkan lingkungan hanya sebatas wacana. Tidak boleh diabaikan, tugas kita adalah mengerjakan mandat budaya, yakni memelihara alam dan segala isinya.
Oleh karena itu, sudah saatnya kita harus menyelamatkan bumi. Menjaga kehangatan bumi tidak cukup dengan sekedar wacana, juga harus dibarengi juga dengan masifnya aksi, misalnya menanam pohon, menjaga kebersihan, memelihara lingkungan, melestarikan hutan, bahkan mencari alat transportasi yang ramah lingkungan, seperti sepeda.
Bersepeda
Inilah solusi alternatif untuk mengurangi kemacetan lalu lintas dan polusi udara di tengah kota metropolitan. Selain alat transportasi, manfaat lain dari mengayuh sepeda adalah sebagai media ekspresi (kompas 18/5/2010). Idealnya, bersepeda efektif untuk fitness karena dapat memberikan tubuh sehat dan bugar asalkan rutin dilakukan setiap hari.
Sepeda juga media yang serba guna, bisa sebagai alat transportasi, berolahraga, berwisata, bahkan bersenang-senang. Selain harganya relatif murah, sepeda juga sangat nyaman dipakai untuk berbagai kebutuhan, mulai dari berolahraga, ke kampus, ke pasar hingga pulang-pergi kantor.
Sekedar merevieu kembali, dulu sepeda (baca : sepeda kumbang) pernah menjadi urat nadi kehidupan bangsa kita. Jauh sebelum ada sepeda motor, masyarakat kalau mau pergi kemana-mana selalu naik sepeda. Petani pergi kesawah selalu naik sepeda kumbang, tukang pos mengatar surat, naik sepeda juga. Guru pulang-pergi sekolah selalu naik sepeda.
Sepeda kerap menjadi bagian hidup masyarakat zaman dulu. Bersepeda, kedengarannya memang sepele. Tetapi cara ini diakui banyak ahli mampu memberi dampak yang besar terhadap penyelamatan bumi.
Andai saja, separuh dari kendaraan bermotor digantikan dengan sepeda, maka sekian juta liter bahan bakar premium bisa dihemat, bahkan betapa besar dampaknya terhadap pengurangan polusi akibat kendaraan bermotor. Sayang, sampai hari ini, sepeda hanya utopia.
Demi produktifitas, keakuratan dan akselerasi produksi dan kinerja, sekalipun tidak ramah lingkungan, rasanya pemerintah lebih memilih teknologi canggih daripada memanfaatkan sepeda. Pemerintah, khususnya kementrian lingkungan hidup belum berani membuat kebijakan seperti membudayakan sepeda sebagai alat transportasi masyarakat, setidaknya bagi mahasiswa.
Sesungguhnya, jika pemerintah mau, saya yakin hal itu bisa terwujud meskipun akan menuai sedikit kontroversi. Kini, setelah lama ditinggalkan, seiring dengan berkembangnya ancaman global warming dan mahalnya bahan bakar minyak (BBM), ditambah lagi masalah polusi udara yang tak terkendali.
Maka, penggunaan sepeda sebagai transportasi alternatif sudah saatnya ditempatkan di garda terdepan. Jadi, menggowes sepeda adalah cara paling lebih efektif untuk mensosialisasikan hidup bersih dan ramah lingkungan.
Menjatuhkan hati memilih sepeda bagi semua orang dalam lanskap menjaga kehangatam bumi agar kembali normal adalah satu langkah yang sangat bijak. Di sinilah peran pemerintah sangat kita nantikan. Kiranya kita semua juga mau mewujudkannya. Semoga.(*)
Komentar