Oleh : Dedy Hutajulu
Mengharapkan Indonesia bebas-tuntas dari korupsi adalah mimpi. Mimpi yang membuat kita terbuai. Dan saat terjaga, kita dibuat limbung, sebab ternyata yang kita temukan bukanlah kenyataan yang bisa kita genggam. Seperti janji anti korupsi presiden SBYseperti mimpi: tak bisa dipegang.
Pernyataan presiden SBY bahwa penegakan hukum tidak boleh tebang pilih bukan kali ini saja, sudah berkali-kali. Malah setiap kali pidato kenegaraan pas perayaan 17 agustus, presiden SBY selalu menegaskan komitmennya menegakkan hukum dan mengedepankan pemberantasan korupsi sebagai prioritas dari agenda pemerintahannya.
Namun, realisasinya berseberangan dengan komitmen itu. Kasus dugaan suap yang melibatkan sekretaris kemenpora Wafid Muharram (kader Partai Demokrat) serta mantan bendahara Umum Partai Demokrat, M Nazaruddin yang ditengarai menyeret partai besutan pak SBY mengundang segudang tanya bagi kita. Sungguhkah presiden SBY serius memberantas korupsi? Apakah mungkin pemberantasan korupsi akan berbuah manis jika Partai Demokrat memberikan sanksi teguran hingga pemecatan kepada kadernya yang terbukti melanggar kode etik dan terkait dugaan suap?
Jangan-jangan suara partai Demokrat terkait kasus suap yang menyangkut kadernya itu mungkin juga sekedar janji. Janji yang ujung-ujungnya melahirkan romantisme (pemberantasan) korupsi. Sebab, jika benar Partai Demokrat menghendaki Indonesia bebas dari korupsi, langkah konkretnya: kaderisasi yang konsisten, supaya kader-kader Demokrat bukan tokoh politik yang sekadar benci korupsi.
Tetapi, lebih dari itu. Seorang negarawan yang berjiwa kepemimpinan dan berintegritas. Karena kader partai politik yang tersandung korupsi sangat berbahaya. Memang, secara obyaektif pemerintah selaku elit politik adalah kaum minoritas, tapi mereka itu bisa menjadi patron yang mampu membawa bangsa Indonesia pada kehancuran.
Dengan kata lain permasalahan kader politik yang korup adalah ancaman bagi besar bagi bangsa. Bila parpol tidak serius menyikapi kasus korupsi yang menyangkut kadernya, sangat mungkin korupsi akan terus berkelindan karena partai politik itu perlahan akan diseret-seret korupsi.
Diakui, berbagai kebijakan pemerintahan kuat diwarnai campur tangan parpol. Kehadiran parpol hakikatnya sebagai representatif aspirasi rakyat. Suara parpol seharusnya cermin hati nurani rakyat. Apa yang menjadi kebutuhan rakyat, pergumulan dan penderitaan rakyat tentu menjadi bahan pemikiran besar bagi parpol. Parpol menjadi corong penyalur aspisasi rakyat.
Seperti diingat, SBY juga memprogramkan reformasi birokrasi di lembaga penegak hukum ke dalam agenda pemerintahannya. Tujuannya, tak lain dan tak bukan supaya lembaga penegak hukum berdiri tegak menjadi pilar bangsa melawan korupsi. Dengan cara ini diyakini korupsi lebih baik dilawan secara sistemik, berkesinambungan dan tanpa pandang bulu dari atas sampai bawah, sekalipun dipastikan akan berbenturan dengan rintihan dan resistensi.
Biarpun sudah kesekian kali pak SBY menandaskan komitmennya dalam memberantas korupsi dan menegakkan hukum, tetap juga dikhawatirkan jika janji politik SBY untuk memberantas korupsi akan berakhir sebatas wacana, tak bisa direalisasikan dengan baik. Kalau dipikir-pikir, sekarang ini kekhawatiran itu semakin terbukti.
Tak berlebihan kalau kita katakan bahwa presidan SBY sesungguhnya memiliki dukungan politik dan visi yang luar biasa, tapi dalam prakteknya, wibawa kepemimpinan SBY selaku pemimpin negara sekaligus pembina partai demokrat, belakangan ini nyaris majal, tanpa ketajaman.
Jadi, wajar beragam kritik dan kekecewaan muncul menanggapi sikap politik presiden SBY terkait dengan isu korupsi. Sebab, publik menghendaki pembuktian komitmen daripada sekadar janji. Komitmen politik bukan balon kosong tanpa konsep. Komitmen pemberantasan korupsi jangan pula gantung sebatas hati nurani. Cita-cita pemberantasan penting diejawantahan dengan praktek yang jelas.
Kasus korupsi seperti ini menjadi cambuk bukan hanya bagi partai Demokrat, tetapi semua partai. Oleh sebab itu, partai-partai lain juga harus berani berbenah diri. Membersihkan partai dari kader-kader yang korups supaya benih korupsi bisa ditekan. Namun, yang paling kita harapkan adalah presiden SBY harus konsisten dengan sikap dan komitmen politiknya. Jangan larut dan terbuai dengan romantisme pemberantasan korupsi. ***
Penulis aktif di Perkamen
Komentar