Langsung ke konten utama

Serigala Berbulu Domba



Oleh : Dedy Hutajulu*


Ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengambil tindakan tegas dengan menahan serentak 19 politisi sebagai tersangka kasus korupsi pemilihan Deputi Gubernur Senior bank indonesia tahun 2004, tak salah jika kita berharap suara apresiasi besar dan yang pertama kali datang adalah dari partai politik. Ternyata kita keliru.
Langkah berani KPK itu seolah tak mendapat gayung-sambut dari parpol. Tak ada ucapan terimakasih yang terlontar dari mulut para pengurus parpol kepada KPK. Justru, parpol seperti menutup diri karena merasa wajah kredibilitasnya tercoreng. Padahal, langkah yang diambil KPK itu, tak lain dan tak bukan hanyalah untuk memberantas korupsi, membersihkan rumah pancasila dari tikus-tikus korupsi. Bahkan kalau bisa dibilang, KPK telah berkontribusi besar kepada parpol dengan membantu membersihkan partai politik dari para koruptor yang selama ini bersembunyi di balik parpol.
Bagi para koruptor, parpol tak lebih dari sekedar rumah persembunyian teraman, sebelum mereka bisa melrikan diri ke luar negeri. Selama kekuasaan masih di tangan, parpol bisa dimanfaatkan sebagai alat mewujudkan tabiat tamak dan kerakusan. Setir kekuasaan bisa sewaktu-waktu dibanting untuk kepentingan pribadi. Kepentingan diri sendiri di atas segala-galanya. Sehingga kekuatan besar parpol bisa sewaktu-waktu diandalkan.
Maka patut kita diskusikan ke-19 politikus yang diseret KPK ke tahanan. Mereka ditahan terkait kasus dugaan suap cek pelawat Bank Indonesia. Adapun ke-19 politisi tersebut sudah ditahan dalam empat penjara yang berbeda. Yaitu: Paskah Suzetta bersama 8 orang lainnya ditempatkan di LP Cipinang, Panda Nababan dan 6 tersangka lainnya di Rutan Salemba, dan 2 orang di Rutan Pondok Bambu. Sementara Agus Condro Prayitno yang pertama kali membongkar dugaan suap ditahan di Rutan Polda Metro Jaya.
Para tersangka adalah anggota DPR periode 1999-2004. Mereka disangka menerima suap pemilihan Miranda Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada 8 Juni 2004 di Komisi IX DPR.
Kabarnya, pada saat pemilihan di antara 56 anggota komisi keuangan dan perbankan ada 41 orang yang memilih Miranda. Kemudian, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan aliran 480 cek pelawat untuk 41 anggota Komisi IX DPR. Cek itu diduga sebagai suap.
Atas dasar itulah, KPK telah menyeret empat orang sebagai terpidana, yaitu Udju Djuhaeri, Endin AJ Soefihara, Dudhie Makmun Murod, dan Hamka Yandhu. Sebanyak 26 orang lagi menjadi tersangka. Tapi seorang di antara mereka, Jefri Tongas Lumban Batu, (telah meninggal dunia).
Berdasarkan agenda pemeriksaan KPK, terdapat 24 tersangka yang mestinya diperiksa. Karena 19 sudah ditahan, berarti tinggal lima tersangka lagi yang belum ditahan. Kelima orang tersebut adalah  Anthony Zeidra Abidin (karena yang bersangkutan kini mendekam dalam penjara karena tersandung kasus lain) empat orang lagi adalah karena mereka tidak memenuhi panggilan KPK dengan alasan sakit, yaitu Hengki Baramuli, Bobi Sudahirman, Willem Tutuarima, dan Rusman Lumban Toruan.
Sebagai partai politik, sejatinya adalah membawa aspirasi rakyat. Rakyatlah yang mau dibela parpol. Mewujudkan kesejahteraan rakyatlah yang menjadi tujuan parpol. Parpol menjadi mesin sekaligus corong bagi aspirasi rakyat. Jadi, bila para koruptor masih saja ada di tubuh parpol, bukankah parpol akan menjadi pesakitan?
Koruptor tak lebih dari parasit. Menumpang dengan melilit pohon inangnya.  lalu kemudian menguasai sepenuhnya. Malah lebih keji dari parasit, karena menghisap inang yang ditumpanginya sendiri sampai rontok dan mati layu, tanpa memberikan setetespun dari hasil jerih payah pohon yang selama ini telah memberikan pelayan terbaik kepadanya.
Mereka yang berjaya di atas penderitaan, yang menikmati kemewahan dan dikelilingi tumpukan kekayaan sementara rakyat melarat tak ubahnya serigala berbulu domba. Memakai jubah elit politik, menyandang predikat wakil rakyat namun menghisap rakyat, tak pantas dipelihara di reublik ini.
Penangkapan ke-19 politikus itu adalah baru setengah jalan. Kita berharap, langkah KPK segera merampungkannya. Semua elit politik yang bermuka dua, yang tersandung korupsi harus diseret ke penjara. Tidak boleh pandang bulu. Jangan tebang pilih!
Harapan tegaknya lembaga penegak hukum yang murni memberantas korupsi ada di tangan KPK. Kita masih percaya pada KPK. Itulah sebabnya, mengapa masyarakat terus menantikan gebrakan-gebrakan KPK yang lebih greget. Hidup KPK !

*Penulis ketua Perkamen

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membuat Kerangka Tulisan

Amat perlu kita tahu bagaimana membuat kerangka tulisan untuk menolong kita membatasi apa yang hendak ditulis. Outline memudahkan kita untuk menentukan maksud dan arah tulisan. Dengan adanya kerangka, kita jadi mudah mengontrol alur berpikir tulisan kita seperti maksud tulisan yang kita harapkan sejak awal. Bahkan, kita juga akan terlatih membuat efektivitas kalimat. Membuat kerangka tulisan sama artinya dengan menentukan apa saja topik yang akan kita bahas. Jadi semacam tahapan pembahasan. Harapannya, orang yang baca jadi mudah paham dengan apa yang kita maksud dalam tulisan kita buat. Jelas alurnya. Perlu diketahui bahwa setiap tulisan lahir dari sebuah ide utama yang kemudian dikembangkan menjadi ide-ide kecil yang disebut dengan pokok-pokok pikiran. Artinya, setiap tulisan laiknya mengandung satu maksud utama. Kalaupun ada ide-ide lain, ide-ide tersebut hanyalah ide penunjang bagi ide utama agar kuat kuasa tulisan semakin tertancam dalam-dalam dibenak pembaca. Jadi, dari satu ...

Selamatkan Lapangan Merdeka Medan

Lapangan Merdeka (Vukoraido) BERKACA dari keberhasilan penyelamatan Gedung Nasional Medan, kini para sejarawan, akademisi, mahasiswa, budayawan, pengamat budaya, dan dosen serta aktivis di Medan makin merapatkan barisan. Mereka sedang mengupayakan penyelamatan Lapangan Merdeka Medan dari usaha penghancuran pihak tertentu. Gerakan ini bermaksud mendorong pemerintah agar menyelamatkan Lapangan Merdeka yang kini telah kopak-kapik sehingga merusak makna sejarah yang ada tentang kota ini. Pembangunan skybridge (jembatan layang) sekaligus city cek in dan lahan parkir di sisi timur Lapangan Merdeka, menurut Hamdani Siregar, pengamat sejarah, itu adalah bagian dari upaya penghancuran sejarah. Apalagi, ketika pembangunan tersebut malah makin memunggungi satu monumen bersejarah di Medan, yakni monumen proklamasi kemerdekaan RI. “Ini momentum bagi kita untuk bangkit melawan. Bangkit menyelamatkan Lapangan Merdeka. Karena pembangunan di situ telah merusak sejarah bangsa i...

Larut dalam Puisi

Tiada alasan untuk bodoh. Slogan "orang miskin dilarang sekolah" sudah saatnya dihela. Akses terhadap ilmu terbuka lebar. Siapa pun--khususnya orang kota, bisa cerdas dengan aneka bacaan. Banyak bacaan tersedia di toko buku. Hanya perlu kemauan untuk menyambanginya. KAlau terlalu sibuk dengan tugas kuliah atau pekerjaan, luangkanlah saat-saat akhir pekan. Seperti kebiasaanku dan adikku Ervan. Ervan menyempatkan melumat isi buku dengan matanya Satu-satunya cara yang kami gunakan untuk mengisi perayaan dirgahayu ke-68 RI adalah bersembunyi di balik-balik buku di Toko Buku Gramedia, jalan Gajah Mada, Medan. Setelah menerobos banyak kemacetan dari Pancing ke Gramed, akhirnya kami puaskan membaca sampai toko ini tutup.  bagiku sendiri, banyaknya bacaan di sini bikin kepala pusing memilih buku apa. Semuanya ada bagusnya. Tapi aku lebih tertarik membaca novel. sedang Ervan menyukai tokoh-tokoh selebritas Dunia. Diraihnyalah satu buku yang mengulas misteri kematian Michael Jac...