Langsung ke konten utama

Pendidikan itu Untuk Semua

Mengecap pendidikan murah adalah harapan semua orang, tak terkeculi orang tua. Mereka menginginkan anak-anaknya bisa sekolah setinggi-tingginya. Sayangnya, kini pendidikan kita semakin mati suri. Tetangga saya punya anak dua. yang satu kelas 4 SD, satu lagi baru masuk sekolah. Di tahun ajaran baru ini pengeluaran mereka sangat banyak untuk biaya sekolah. Sang ayah hanya bekerja sebagai buruh kasar berniat menyekolahkan anaknya sampai sarjana. sayangnya niat si bapak sirna seketika saat mengetahui bahwa si kecilnya tak bisa memakai buku kakaknya lagi, alasannya sekolah sudah menetapkan buku baru yang berbeda. menyedihkan!

Itu baru kisah orang tua beranak dua. bagaimana dengan mereka yang benar-benar miskin? punya anak selusin, tak terbayang resahnya. Sekolah tentu tinggal mimpi, buku saja gonta-ganti. Rasanya sekolah semakin jauh dari jangkauan masyarakat. Janji pemerintah memberikan pendidikan gratis dan sekolah wajib bagi anak usia sekolah tak kunjung tiba. Kehadiran pendidikan tak serta merta membuat masyarakat bahagia. untuk masalah buku saja pemerintah tak bisa memberi keleluasaan kepada masyarakat. Jika mesti ganti buku mestinya ada jalan keluarnya, agar masyarakat tidak menjadi pening ditengah harga-harga kebutuhan yang semakin mahal seiring naiknya TDL

Pendidikan di tahun ajaran baru ini hendaklah menghadirkan spirit baru bagi para siswa dan orang tuanya. Jangan sampai anak-anak sudah menganggap pendidikan itu mahal dan hanya diperuntukkan bagi mereka yang kaya. Pendidikan itu untuk semua. negara harus menjaminnya. Di tahun ajaran baru ini, pemerintah harus mengawal jalannya proses pendidikan dan ongkos pendidikan, agar semua orang bisa mengecap pendidikan.
oleh: DEDY G HUTAJULU

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dicari Caleg Perduli Parmalim*

Banyak calon legislatif menduga komunitas Parmalim bakal golput. Tetapi Parmalim menampiknya. Dugaan itu muncul karena para caleg ternyata sama sekali tak mengenal apa itu Parmalim. Celakanya, kaum Parmalim juga tidak mengenal kandidatnya. Bagaimana nasib pemilu kita nanti? Oleh Dedy Hutajulu Desi (kanan) dan rekan-rekannya di depan Bale Parsattian (rumah ibadah Parmalim) di Jalan Air Bersih, Medan, Sabtu (8/3).--foto dedy hutajulu  DESI SIRAIT malu-malu saat lensa kamera diarahkan kepadanya. Ia memalingkan wajah. Di depan Bale Parsattian ia bercengkerama bersama teman sebaya. Bale Parsattian sebutan bagi rumah ibadah komunitas Parmalim. Bale Parsattian ini terletak di Jalan Air Bersih, Medan. Desi Sirait baru berusia 19 tahun. Ini tahun pertama baginya mengikuti pemilu. Ketika ditanya: nyoblos atau tidak? Desi tak langsung menjawab. Ia berpikir dalam-dalam. “Aku takut nanti salah ­­bicara. Jadi masalah pula bagi ugamo kami,” katanya. Desi berasal dari Pemantang

Kalang Baru dan Kenangan di Bondar

aku cuma cuci muka di air bondar Kesal. Kesal banget terus dikibuli si Rindu Capah. Dia ajak kami , katanya cebur ke sungai. Aku sudah senang. Buru-buru keluar dari rumahnya. Berlari sambil bawa kamera dan sabun dan odol.  Aku berharap pagi ini dapat suasana sungai yang indah di Kalang Baru, Sidikalang. Poto unutk oleh-oleh ke Medan. Kami bertiga berjalan menyusuri kebun kopi. Masuk lewat jalan-jalan tikus. Melewati rerimbunan bambu. Turun ke bawah dengan tangga-tanggah tanah yang dibentuk sedemikian rupa supaya serupa tangga. Cukup curam turunan itu. Di bawah tampak aliran sungai melintasi selokan-selokan yang berdempetan dengan sawah.  Banyak remaja dan gadis-gadis di bawah sedang mencuci dan mandi. Kami harus teriak "Lewat..atau Boa" baru mereka menyahut dan kami bis alewat. Begitu tiba di bawah, kukira kami akan berjalan masih jauh lagi menuju sungai yang dibilang Rindu. Tahu-tahunya, sungai yang di maksud adalah selokan ini. Gondok benar hatiku. "I

Syawal Gultom: Unimed Bagi Negeri

Oleh Dedy Hutajulu   Berkarir tinggi sampai ke Jakarta, tak membuat Syawal Gultom melupakan Unimed. Ia pulang membawa pengetahuan baru, biarKampus Hijau bisa menjadi pandu bagi negeri. Syawal Gultom LELAKI itu bangkit dari kursi. Ia tinggalkan setumpuk pekerjaan hanya demi menyambutku. Ruangan kami bertemu hanya seluas lapangan volley. Diisi banyak buku. Di tengah ruangan, ada sebuah meja dengan sofa yang disusun melingkar.Sofa itu biasa dipakai untuk menjamu paratamu.Laki-laki yang dimaksud adalah Syawal Gultom. Rektor baru Unimed.  Periode sebelumnya Syawal mengabdikan diri sebagai Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya   Manusia Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDMPMP) Kemendikbud, Jakarta. Di pundak Syawal saat itu dibebankan tanggung jawab berat. Ia harus menjamin desain besar mutu pendidikan di Indonesia. Seperti merpati yang ingat pulang, Syawalpun kembali ke Unimed. Mayoritas anggota Senat mendukung Syawal sebagai nahkoda Unimed. Sampai 2019 nanti, gerak Lembaga P