![]() | ![]() | ![]() |
Krisis air di Medan mulai mengancam kehidupan warga. Krisis air ini sudah genting dan tidak boleh diremehkan lagi. Maka, diperlukan usaha besar untuk menangani masalah ini agar jangan sampai terjadi konflik yang berkepanjangan.
Krisis air saat ini menyumbang dampak mengerikan terhadap kualitas hidup ribuan orang warga Medan yang terjebak dalam dua kenyataan: kelangkaan dan pencemaran air. Tak pelak, sejak maret 2011, suara-suara keluhan soal air mencuat deras ke permukaan.
Tentu, pelanggan PDAM Tirtanadi di sejumlah kecamatan kota Medan menjadi pihak paling kecewa. Banyak aktivitas sehari-hari terganggu, dan beberapa orang harus mengubah kebiasaan hidup. Tapi, siapa yang tak merasa gondok jika semingguan, bahkan lebih, air tersendat?
Kekecewaan itu dirasakan sekali ketika warga kawasan Griya Martubung Medan Labuhan resah karena aliran air tersendat(9/11), warga Simalingkar (20/11), warga penghuni daerah jalan Monginsidi (2/4), warga Bandar Selamat. Mereka semua menuturkan bahwa pasokan air benar-benar mati total dari pagi hingga menjelang tengah malam selama seminggu(12/4).
Tak sampai di situ, kejadian kran ‘kering’ juga dialami oleh warga kampung Lalang (15/11). Bahkan, kejadian serupa sudah berlangsung selama 4 tahun. Belum lagi listrik yang juga sering padam. Warga jalan Langgar lorong Damai IV kecamatan Medan Area juga bernasib sama. Tiga minggu aliran air terganggu (JurnalMedan, 5/5).
Tapi, siapa sangka, gara-gara setitik air rusak persekutuan satu keluarga? Kacau satu kantor?
Akibat kinerja yang amburadul, jajaran direksi PDAM Tirtanadi ditengarai telah mengorbankan masyarakat dengan masalah baru. Kebiasaan menunda-nunda kerja di jajaran direksi PDAM Tirtanadi dituding sebagai faktor lain penyebab aliran air tersendat. Petugas seharusnya memeriksa secara berkala pipa-pipa air. Jika ada yang bermasalah seperti pipa yang sudah lapuk, ketuaan, karatan atau mungkin ada yang bocor atau tersumbat yang harus diperbaiki.
Jadi, masalah ini bukan sekedar air tersedia atau tidak, tetapi menyangkut tanggung jawab menjaga air dan mempertahankan kualitas hidup masyarakat.
Sebab, air menyangkut hak azasi warga Medan. Ia seperti darah yang mengalir di dalam nadi. Ia tak boleh terhenti. Jika ia terhenti, nyawa bisa terbang. Jika ia tersumbat bisa berakibat fatal. Begitulah air bersih seyogianya harus dijaga agar tetap tersedia dan berkualitas.
Sebagai hak azasi, masalah kelangkaan air ini tak seharusnya ada. Sebab, jajaran direksi PDAM Tirtanadi punya kapasitas dan tanggung jawab besar untuk menangani air. Tapi, agenda mereka jelas: air diperlakukan sama seperti barang dagangan lainnya. Sehingga penggunaan dan distribusinya ditentukan dengan prinsip-prinsip mencari keuntungan.
Boleh dibilang, kelangkaan air ini timbul karena selama ini air telah diprivatisasi. Tak jelas apa peran pemerintah dalam penjualan air bersih. Pun keterlibatan masyarakat dalam diskusi ketersediaan air sangat tak kelihatan. Padahal, siapapun bertanggung jawab menjaga darah kehidupan alam ini.
Selama air masih diprivatisasi, maka masalah terkait air akan terus menjadi diskusi yang tak berkesudahan. Oeh sebab itu, mari kita kembalikan air pada fungsi awalnya sebagai hak azasi manusia, yang ketersediaannya tak boleh langka dan alirannya tak boleh tersendat.
Maka pada momentum ini, jajaran direksi PDAM Tirtanadi harus bisa mengambil pelajaran penting. Ke depan, PDAM Tirtanadi harus bisa memberikan pelayanan yang terbaik. Menjamin ketersediaan air yang cukup dan aksesnya lancar sampai ke kran-kran di rumah-rumah warga. Itulah arti tanggung jawab.
Pihak PLN juga ikut berkontribusi memelekkan energi listrik. Bukaqn tidak mungkin akibat pemadaman listrik selama ini turut menyumbang kerusakan pada pipa-pipa air. Saat listirk padam dan air tak 100 persen bersih, beberapa saat akan menimbulkan endapan di pipa. Lama kelamaan endapan itu bisa menghasilkan karat. Dan karat-karat itu akan dengan senang hati merobek-robek ‘usus’ PDAM itu. Pihak PLN bertanggung jawab penuh atas suplai energi listirk.
Sekali lagi, pihak PDAM Tirtanadi konsistenlah dalam bekerja. Bekerja sepenuh hati memberi pelayanan yang terbaik bagi masyarakat. Dengan hati lapang segeralah menyelesaikan kelanggaan air dengan militan.
Bukan hanya pihak Tirtanadi, tetapi kita semua juga ikut bertanggung jawab. Ingat, pembela air terbaik adalah masyarakat lokal, bukan swasta, teknologi yang mahal, bahkan pemerintah. Oleh sebab itu, marilah kita semua, warga Medan ikut bertanggung jawab menjaga air tetap tersedia dan terjaga. Di rumah, kita bisa berhemat air.***
Penulis adalah pelanggan PDAM Tirtanadi, aktif di Perkamen
Komentar