Langsung ke konten utama

Suhu Panas di Kota Medan dan Tanggung Jawab Kita



Oleh : Dedy Hutajulu*

            Medan, kini menggeliat kepanasan. Di tiap sudut kota, tampak ribuan orang gerah dan berkeringat. Ada yang merasa sangat terpaksa beraktivitas di luar rumah, ada juga yang memilih menyembunyikan diri seharian di rumah. Tak pelak, di sana-sini terdengar keluhan soal kepanasan.
Suhu udara yang mencapai 36,3 derajat Celsius  itu (versi  data BMKG, 10/5) menjadi buah bibir yang mendatang kecemasan bagi banyak orang. Bahkan, menurut ulasan kepala seksi data dan informasi BMKG stasiun Polonia Medan, Hartan ST mengatakan bahwa gelombang tinggi berpotensi di perairan pantai barat Sumatera, pulau Nias, Mentawai, dan Sibolga. Ketinggian diperkirakan mencapai 3 meter (Sindo, 10/5).
Ulasan BMKG itu semakin menandaskan bahwa pemanasan global bukan lagi isapan jempol, tetapi menjadi kenyataan hidup yang kita alami saat ini. Banyak fenomena alam seperti cuaca ekstrem, hujan badai, angin puting beliung, dan perubahan iklim yang tak bisa diprediksi. Semuanya itu mengindikasikan bumi dalam keadaan: kepanasan.
Tak bisa disangkal lagi, penggundulan hutan dituding sebagai penyebab utama kehancuran atmosfer. Atmosfer adalah selimut bumi untuk melindungi dari miliaran derajat Celsius  terik matahari. Namun, lapisan atmosfer sudah mulai mudah koyak akibat hutan yang kini gundul tak lagi bisa menyumbang oksigen secara optimal.
Akibatya, bumi mengalami dehidrasi yang luar biasa. Suhu alam yang semakin meninggi, merobek kulit manusia. Beberapa pengamat alam mengatakan, perlahan tapi pasti sejumlah organisme mulai terkapar. Dan seiring dengan itu, benih penyakit mulai bermunculan dengan daya kebal yang patut dicemasi.
Meskipun demikian, seolah rasa takut tak terbersit di benak manusia kota. Di Medan ini misalnya, gerakan-gerakan peduli alam seperti menanam pohon untuk menyelamatkan bumi dari bahaya panas global berkepanjangan tidaklah berkembang menjadi gebrakan. Semua berjalan datar-datar saja, bahkan kadang tidak digubris.
Meski tak seorang pun yang meragukan hutan itu paru-paru dunia. Dan semua tahu, hutan adalah organ vital bumi dalam menjaga keseimbangan alam. Namun, kesadaran melestarikan alam masih rendah.
Diakui, hutan gundul ibarat paru-paru manusia yang sudah berlobang dan akut. Memaksa paru-paru yang sekarat untuk terus memproduksi oksigen bersih, namun terus menyesakinya dengan asap hitam dan tanpa ada sentuhan perawatan sedikitpun, bukankan itu berarti kita sedang menghancurkannya?
Mengharapkan alam memberi kesejukan tanpa mau menjaga kelestariannya adalah kemunafikan. Buah dari karya tangan kita menjadi penentu keadaan bumi hari ini, esok dan hari depan. Apakah karya tangan itu tujuannya untuk melindungi atau menghancurkan, kita jugalah yang menentukan sekaligus merasakan dampaknya kelak.
Namun, jika ingin menghirup udara bersih, merasakan kesejukan kota terjaga, tak ada jalan lain selain bersama-sama menjaga bumi ini. Bumi tempat dimana kita berpijak adalah tanggung jawab kita untuk memeliharanya. Tanpa kecuali, mulai dari rakyat jelata, pengusaha, LSM, dan pemerintah bertanggungjawab melindunginya.
Gerakan penghijauan perlu dikuatkan. Pemko Medan selaku regulator kebijakan diharapkan mampu menjadi teladan yang menginspirasi masyarakat. Pemerintah perlu mendorong gerakan penghijauan di hutan Sumatera, membangun taman kota, serta terus mendengung-dengunkan kebersihan kota.
            Bukan sekedar rencana tetapi dibarengi dengan strategi penyelamatan lingkungan yang dinamis, terukur, dan terencana. Sehingga ada mekanisme kerja yang bisa diukur pencapaiannya, agar kelak bisa dilihat sampai sejauh mana pencapaian yang sudah diraih.
Sementara, tiap warga juga bisa menanami tanaman di pekarangan rumah. Berpikir secara global menyelamatkan bumi, tanpa bertindak secara local itu hanyalah wacana. Jadi, marilah kita ikut berkontribusi. Satu orang bertanggung jawab minimal untuk menyelamatkan kelestarian pohon di rumahnya. Mengerjakan sesuatu meski kecil tapi penuh tanggung jawab jauh lebih indah dari pada bualan manis. Semoga lebih cepat panas bumi berkurang seiring kerja keras kita berbuah.

*Penulis aktif di Perkamen

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Selamatkan Lapangan Merdeka Medan

Lapangan Merdeka (Vukoraido) BERKACA dari keberhasilan penyelamatan Gedung Nasional Medan, kini para sejarawan, akademisi, mahasiswa, budayawan, pengamat budaya, dan dosen serta aktivis di Medan makin merapatkan barisan. Mereka sedang mengupayakan penyelamatan Lapangan Merdeka Medan dari usaha penghancuran pihak tertentu. Gerakan ini bermaksud mendorong pemerintah agar menyelamatkan Lapangan Merdeka yang kini telah kopak-kapik sehingga merusak makna sejarah yang ada tentang kota ini. Pembangunan skybridge (jembatan layang) sekaligus city cek in dan lahan parkir di sisi timur Lapangan Merdeka, menurut Hamdani Siregar, pengamat sejarah, itu adalah bagian dari upaya penghancuran sejarah. Apalagi, ketika pembangunan tersebut malah makin memunggungi satu monumen bersejarah di Medan, yakni monumen proklamasi kemerdekaan RI. “Ini momentum bagi kita untuk bangkit melawan. Bangkit menyelamatkan Lapangan Merdeka. Karena pembangunan di situ telah merusak sejarah bangsa i...

E-Vote, Tranparansi dan Kampanye Pohon

Oleh Dedy Hutajulu Meski, tingkat partisipasi warganya memilih sangat tinggi dan kepercayaan publiknya kepada AEC sebagai lembaga penyelenggara pemilu luar biasa tinggi, negeri kanguru ini sama sekali tidak menerapkan e-voting. Sebabnya, e-voting dianggap tidak aman dan rawan kejahatan. House Of Representatif Australia/Foto oleh Dedy Hutajulu UNIKNYA, lagi mereka bahkan memilih mencontreng dengan pensil. Kok bisa? “Jauh lebih hemat,” ujar Phil Diak, Direktur Pendidikan dan Komunikasi AEC (Australia Electoral Commission) . Selain didasari alasan ekonomis, sistem pemerintahan Australia yang berbentuk federal, mekanisme pemungutan suara secara elektronik (e-voting) belum dianulir di undang-undang kepemiluan mereka. Menurut Phil, butuh perubahan besar dalam undang-undang kalau mau memberlakukan sistem baru tersebut. "Sejauh ini, peraturan kami tidak ada menyatakan penggunaan e-voting. Meski JSCE, sedang meneliti tentang model e-voting," ujarnya. Joint St...

Membuat Kerangka Tulisan

Amat perlu kita tahu bagaimana membuat kerangka tulisan untuk menolong kita membatasi apa yang hendak ditulis. Outline memudahkan kita untuk menentukan maksud dan arah tulisan. Dengan adanya kerangka, kita jadi mudah mengontrol alur berpikir tulisan kita seperti maksud tulisan yang kita harapkan sejak awal. Bahkan, kita juga akan terlatih membuat efektivitas kalimat. Membuat kerangka tulisan sama artinya dengan menentukan apa saja topik yang akan kita bahas. Jadi semacam tahapan pembahasan. Harapannya, orang yang baca jadi mudah paham dengan apa yang kita maksud dalam tulisan kita buat. Jelas alurnya. Perlu diketahui bahwa setiap tulisan lahir dari sebuah ide utama yang kemudian dikembangkan menjadi ide-ide kecil yang disebut dengan pokok-pokok pikiran. Artinya, setiap tulisan laiknya mengandung satu maksud utama. Kalaupun ada ide-ide lain, ide-ide tersebut hanyalah ide penunjang bagi ide utama agar kuat kuasa tulisan semakin tertancam dalam-dalam dibenak pembaca. Jadi, dari satu ...