Langsung ke konten utama

Merenungkan Karya Penciptaan



Oleh : Dedy Hutajulu 

Pada mulanya, Allah menciptakan semesta alam dan bumi. Ketika itu, bumi belum berbentuk dan kosong. Belum ada apapun Hening mencekam, gelap-gulita menutupi samudera raya.
Dan Roh Allah melayang-layang di atas perairan. Kemudian, Allah berfirman: “Jadilah terang”, maka terang itu jadi.
Terang itu mengusir kegelapan, menggusur keheningan. Lalu, dipisahkannyalah terang itu dari gelap. Allah menamai terang itu siang, dan gelap itu malam. Itulah hari pertama.
            Kemudian, dengan firmannya, Allah menciptakan cakrawala, sebuah permukaan luas yang terbentang sampai ke ujung bumi. Cakrawala itu adalah langit biru yang luas tanpa batas dan tak bertepi, memisahkan air di bawah dengan awan dilangit yang indah dengan sejuta bentuk.
Haripun berlalu, petang menjelang, pagipun datang. Itulah hari kedua.
            Untuk ketiga kalinya, Allah berfirman: “berkumpullah air yang ada di bawah langit ke dalam satu tempat”. Maka, airpun segera mengikuti perintah Tuhan, mengalir menuju muara berkumpul di cekungan bumi. Muara itu disebut laut, danau dan sungai. Kemudian, tampaklah daratan kering. Gugusan gunung yang asri, gagah menjulang ke angkasa. Di tepi tebing muncul telaga yang bening bagai cermin, dan sepanjang pinggir pantai terhampar pasir putih bak garis pantai.
            Lalu, Allah menumbuhkan tunas-tunas muda, semak belukar, sayur-mayur, aneka rupa pohon, dari yang rindang, yang hijau, yang berbuah sampai yang berbiji. Juga segala jenis bunga-bunga yang berwarna. Semua begitu indah. Petang berlalu. Angin utara berhembus, samudra bergelora, langitpun mulai cerah lagi. Pertanda pagi sudah datang menggantikan petang.  Itulah hari ketiga.
            Allah memandang ciptaannya itu, belum sempurna. Maka, Dia menciptakan selaksa benda-benda penerang di langit. Benda penerang itu disusun dalam satu system yang begitu kompleks dan apik. Maka alam memiliki system yang rapi, dalam mengatur badai, hujan, salju, embun dan sebagainya. Benda penerang itu menjadi tanda siklus musim semi, panas, gugur, dingin, hujan dan kemarau, serta pergantian siang dan malam. Selain itu, juga penanda purnama dan tilem, pasang dan surut yang sistematis. Penanda pergantian hari, bulan dan tahun demi tahun. Tak lupa, Allah menciptakan matahari sebagai sumber energi di siang hari dan bulan di malam hari. Jadilah petang, jadilah pagi. Itulah hari keempat.
            Allah mendesain alam dengan suatu mekanisme. Laut dihiasi dengan ikan-ikan, dari yang kecil sampai yang besar, dari yang bersisik sampai yang tak bersirip. Pun terumbu karang, ubur-ubur dan rumput laut, serta aneka-rupa mahluk hidup yang unik, yang berkeriapan di dalam air. Di danau ada ikan air tawar, berjenis-jenis, cantik, dan banyak sekali. Selain itu, Allah juga menghiasi cakrawala dengan burung-burung di udara, yang bersayap sampai yang hanya bisa berlari. Ada yang bertelur, sebagian lagi hanya bisa berkicau, ada juga unggas yang bisa berkokok menajamkan pagi.
            Tuhan menghiasi alam dengan segala jenis binatang melata, hewan liar, segala jenis serangga, bahkan hewan ternak. Tak sampai di situ, Tuhan bahkan memerintahkan akan semua binatang tersebut beranak-pinak dan bertambah banyak memenuhi bumi, supaya semakin penuhlah kemuliaan Tuhan. Haripun berganti. Itulah hari kelima.
            Melihat semuanya itu, Allah merasa ada yang kurang. Maka Dia berniat menyempurnakannya. Kemudian, Allah menciptakan manusia yang kelak diberinya predikat mahluk paling sempurna. Diciptakannyalah manusia itu segambar dan serupa dengan Allah. Dari debu tanah manusia itu dibentuk, dan Allah menghembuskan nafas hidup ke hidung manusia itu, sehingga manusia itupun hidup. Manusia itu disebut laki-laki. Iapun kemudian hidup berdampingan dengan ciptaan lainnya. Tetapi laki-laki itu merasa kesepian.
Ketika Allah sendiri melihat bahwa manusia kesepian, maka Allah memandang bahwa tidak baik manusia itu seorang diri saja. Perlu ada yang mendampinginya. Lalu, Allah menyediakan penolong yang sepadan dengan laki-laki itu. Manusia lain, yang dinamainya wanita. Allah mengaruniakan kepada manusia itu akal dan cinta. Manusia itu diberi amanah untuk menjaga dan melestarikan bumi tetap hijau. Demikianlah Allah menciptakan semuanya untuk kemuliaanNya, dan semuanya itu dipandangnya amat baik. Itulah hari keenam.***

berdasarkan kitab kejadian (Medan 7/12/2010)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dicari Caleg Perduli Parmalim*

Banyak calon legislatif menduga komunitas Parmalim bakal golput. Tetapi Parmalim menampiknya. Dugaan itu muncul karena para caleg ternyata sama sekali tak mengenal apa itu Parmalim. Celakanya, kaum Parmalim juga tidak mengenal kandidatnya. Bagaimana nasib pemilu kita nanti? Oleh Dedy Hutajulu Desi (kanan) dan rekan-rekannya di depan Bale Parsattian (rumah ibadah Parmalim) di Jalan Air Bersih, Medan, Sabtu (8/3).--foto dedy hutajulu  DESI SIRAIT malu-malu saat lensa kamera diarahkan kepadanya. Ia memalingkan wajah. Di depan Bale Parsattian ia bercengkerama bersama teman sebaya. Bale Parsattian sebutan bagi rumah ibadah komunitas Parmalim. Bale Parsattian ini terletak di Jalan Air Bersih, Medan. Desi Sirait baru berusia 19 tahun. Ini tahun pertama baginya mengikuti pemilu. Ketika ditanya: nyoblos atau tidak? Desi tak langsung menjawab. Ia berpikir dalam-dalam. “Aku takut nanti salah ­­bicara. Jadi masalah pula bagi ugamo kami,” katanya. Desi berasal dari Pemantang

Kalang Baru dan Kenangan di Bondar

aku cuma cuci muka di air bondar Kesal. Kesal banget terus dikibuli si Rindu Capah. Dia ajak kami , katanya cebur ke sungai. Aku sudah senang. Buru-buru keluar dari rumahnya. Berlari sambil bawa kamera dan sabun dan odol.  Aku berharap pagi ini dapat suasana sungai yang indah di Kalang Baru, Sidikalang. Poto unutk oleh-oleh ke Medan. Kami bertiga berjalan menyusuri kebun kopi. Masuk lewat jalan-jalan tikus. Melewati rerimbunan bambu. Turun ke bawah dengan tangga-tanggah tanah yang dibentuk sedemikian rupa supaya serupa tangga. Cukup curam turunan itu. Di bawah tampak aliran sungai melintasi selokan-selokan yang berdempetan dengan sawah.  Banyak remaja dan gadis-gadis di bawah sedang mencuci dan mandi. Kami harus teriak "Lewat..atau Boa" baru mereka menyahut dan kami bis alewat. Begitu tiba di bawah, kukira kami akan berjalan masih jauh lagi menuju sungai yang dibilang Rindu. Tahu-tahunya, sungai yang di maksud adalah selokan ini. Gondok benar hatiku. "I

Syawal Gultom: Unimed Bagi Negeri

Oleh Dedy Hutajulu   Berkarir tinggi sampai ke Jakarta, tak membuat Syawal Gultom melupakan Unimed. Ia pulang membawa pengetahuan baru, biarKampus Hijau bisa menjadi pandu bagi negeri. Syawal Gultom LELAKI itu bangkit dari kursi. Ia tinggalkan setumpuk pekerjaan hanya demi menyambutku. Ruangan kami bertemu hanya seluas lapangan volley. Diisi banyak buku. Di tengah ruangan, ada sebuah meja dengan sofa yang disusun melingkar.Sofa itu biasa dipakai untuk menjamu paratamu.Laki-laki yang dimaksud adalah Syawal Gultom. Rektor baru Unimed.  Periode sebelumnya Syawal mengabdikan diri sebagai Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya   Manusia Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDMPMP) Kemendikbud, Jakarta. Di pundak Syawal saat itu dibebankan tanggung jawab berat. Ia harus menjamin desain besar mutu pendidikan di Indonesia. Seperti merpati yang ingat pulang, Syawalpun kembali ke Unimed. Mayoritas anggota Senat mendukung Syawal sebagai nahkoda Unimed. Sampai 2019 nanti, gerak Lembaga P