Langsung ke konten utama

Ruang Publik yang Sekarat

TIDAK ada yang menyangkal bahwa indikator paling sederhana tingginya kesadaran hukum suatu bangsa dinilai dari kepatuhan berlalu lintas. Sebab lalu lintas adalah urat nadi kehidupan suatu bangsa dan tertib berlalu lintas adalah cermin masyarakat yang sadar hukum. Jadi apakah bangsa kita ini bisa dikatakan sebagai bangsa yang kesadaran hukumnya tinggi?
Fakta di lapangan menceritakan dengan jelas betapa negeri ini penuh dengan keegoisan. Manusianya senang memaksakan kehendak, individualistis dan konsumeristis. Apa bukti? Lihat saja kota kita. Setiap hari ramai dengan bunyi klakson mobil yang semrawut, dan diperparah hiruk pikuk manusia dan ingar bingar kota yang hidup di tengah kebisingan dan debu jalanan. Semua itu mengarah ke tingkah laku yang buruk.
Kota semakin menggila!
Kita jenuh melihat kemacetan setiap hari dan lelah dengan polusi yang tak kenal kompromi. Mata perih akibat debu. Telingapun perlahan-lahan semakin tuli mendengar bunyi-bunyi yang klakson mobil yang bersahut-sahutan.
Kerusakan jalan menjadi faktor utama kemacetan lalu lintas. Sementara itu, kerusakan jalanan dipicu penggunaan dana perbaikan jalan yang kurang tepat sasaran. Faktor lainnya adalah jumlah kendaraan yang membludak. Hal itu karena tidak adanya kebijakan pemerintah daerah yang mengatur jumlah kendaraan bermotor, misalnya berapa jumlah normal angkutan, kepemilikan mobil pribadi, hingga jumlah pengendara sepeda motor. Hal itu sangat penting mengingat jumlah kendaraan sudah berlebih.
Selanjutnya adalah keegoisanpara pengguna jalan, khususnya para pengendara sepeda motor. Mereka sering sesuka hati, menelikung di sana-sini, menyalip kendaraan di depannya, dan menerobos saat lampu merah. Prinsipnya adalah asal kepala keretanya muat, langsung main serobot. Belum lagi masalah perbaikan jalan yang sekadar tambal sulam, rakyat tidak tahu-menahu kompleksitas masalah, tapi harus ikut menanggung dampak buruknya pelayanan publik.
Risih kedengarannya alasan yang mengatakan dana untuk perbaikan infrastruktur minim. Apalagi semenjak pemberlakuan otonomi daerah. Artinya setiap daerah punya anggaran dana tersendiri untuk membangun jalan raya di kota masing-masing.
Dedy Gunawan Hutajulu
Medan
Ringkasan Artikel Ini
Ruang Publik yang Sekarat. Setiap hari ramai dengan bunyi klakson mobil yang semrawut, dan diperparah hiruk pikuk manusia dan ingar bingar kota yang hidup di tengah kebisingan dan debu jalanan. Telingapun perlahan-lahan semakin tuli mendengar bunyi-bunyi yang klakson mobil yang bersahut-sahutan. Hal itu karena tidak adanya kebijakan pemerintah daerah yang mengatur jumlah kendaraan bermotor, misalnya berapa jumlah normal angkutan, kepemilikan mobil pribadi, hingga jumlah pengendara sepeda motor.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Selamatkan Lapangan Merdeka Medan

Lapangan Merdeka (Vukoraido) BERKACA dari keberhasilan penyelamatan Gedung Nasional Medan, kini para sejarawan, akademisi, mahasiswa, budayawan, pengamat budaya, dan dosen serta aktivis di Medan makin merapatkan barisan. Mereka sedang mengupayakan penyelamatan Lapangan Merdeka Medan dari usaha penghancuran pihak tertentu. Gerakan ini bermaksud mendorong pemerintah agar menyelamatkan Lapangan Merdeka yang kini telah kopak-kapik sehingga merusak makna sejarah yang ada tentang kota ini. Pembangunan skybridge (jembatan layang) sekaligus city cek in dan lahan parkir di sisi timur Lapangan Merdeka, menurut Hamdani Siregar, pengamat sejarah, itu adalah bagian dari upaya penghancuran sejarah. Apalagi, ketika pembangunan tersebut malah makin memunggungi satu monumen bersejarah di Medan, yakni monumen proklamasi kemerdekaan RI. “Ini momentum bagi kita untuk bangkit melawan. Bangkit menyelamatkan Lapangan Merdeka. Karena pembangunan di situ telah merusak sejarah bangsa i...

Kalang Baru dan Kenangan di Bondar

aku cuma cuci muka di air bondar Kesal. Kesal banget terus dikibuli si Rindu Capah. Dia ajak kami , katanya cebur ke sungai. Aku sudah senang. Buru-buru keluar dari rumahnya. Berlari sambil bawa kamera dan sabun dan odol.  Aku berharap pagi ini dapat suasana sungai yang indah di Kalang Baru, Sidikalang. Poto unutk oleh-oleh ke Medan. Kami bertiga berjalan menyusuri kebun kopi. Masuk lewat jalan-jalan tikus. Melewati rerimbunan bambu. Turun ke bawah dengan tangga-tanggah tanah yang dibentuk sedemikian rupa supaya serupa tangga. Cukup curam turunan itu. Di bawah tampak aliran sungai melintasi selokan-selokan yang berdempetan dengan sawah.  Banyak remaja dan gadis-gadis di bawah sedang mencuci dan mandi. Kami harus teriak "Lewat..atau Boa" baru mereka menyahut dan kami bis alewat. Begitu tiba di bawah, kukira kami akan berjalan masih jauh lagi menuju sungai yang dibilang Rindu. Tahu-tahunya, sungai yang di maksud adalah selokan ini. Gondok benar hatiku. "I...

Menunggu Langkah Progres Timur Pradopo

Oleh Dedy Hutajulu “Congratulation pak Timur Pradopo. Semoga sukses menakhodai kepolisisan di negeri ini, segala harapan kami dipundakmu sang Jenderal. Kami (rakyat) kini menanti kepemimpinanmu”. Demikianlah gema harap dan ucapan selamat masih terus mengalir dari hati-ke-hati, meski proses terpilihnya bapak Timur sebagai Kapolri baru sarat dengan kontroversi. Namun, meski demikian (sarat kontroversi), siapapun yang terpilih berhak mendapat kesempatan itu. Timur Pradopo sudah dilantik menjadi Kapolri baru. Begitu beliau menanggalkan jubah lamanya, dan telah mengenakan jubah barunya, maka segala harapan rakyat terkait tugasnya, melekat dalam jubah baru yang dikenakannya saat ini. Seiring dengan itu, segala restu, doa, harap senantiasa menyertai hari-hari kapolri baru kita ini. Sederet Tugas Kapolri Dengan terpilihnya Timur sebagai kapolri bukan berarti semua masalah lantas berakhir, seperti riak kontroversinya yang kini tinggal sayup-sayup. Sederet panjang nan berat tugas untuk k...