Langsung ke konten utama

Setelah Darsem, Lalu Aan, Selanjutnya Siapa?

PDF Cetak Email
Oleh : Dedy Hutaju




Kasus kekerasan dan penganiayaan yang dialami TKI seakan tiada habis-habisnya. Kematian Aan Darwati binti Udin Encup (37) baru baru ini menambah daftar panjang bahwa kekerasan terhadap TKI di luar negeri kian terbiasa.
Itulah yang kita temuai dari kisah Aan baru-baru ini. TKI asal Majalengka itu ditemukan sudah tak bernyawa di toilet majikannya di Arab Saudi. Menurut informasi yang berkembang terdapat memar di bagian tubuhnya akibat pukulan benda tumpul dan bekas tusukan benda tajam (Analisa, 4/4). Sungguh menyedihkan.
Luka lama masih belum kering, luka baru sudah datang. Kita tentu masih ingat kisah Darsem (TKI di Arab Saudi) yang divonis hukuman pancung karena dinilai melakukan pembunuhan terhadap majikannya. Padahal ia hanya berusaha membela diri karena majikannya sedang melakukan pemerkosaan terhadap dirinya. (kabar siang tvone, 2/3/2011). Kini Aan kembali menjadi korban. Dimanakah letak keadilan itu?
Para TKI sering tidak tahu kemana hendak mencari perlindungan. Mengadu ke negara, pemerintah kurang memperdulikan, justru harus berhadapan dengan ocehan, ketua Wakil rakyat Marzuki Ali yang menuding bahwa karena kebodohan para kaum pembantu (TKI)-lah yang menyebabkan mereka dibantai. Artinya, TKI dianggap sebagai pihak yang seutuhnya bersalah. Kesimpulannya: Negara belum berpihak pada TKI.
Melepas Jerat Maut
Mimpi mendulang rejeki di negeri orang, berakhir dengan penyiksaan dan kemelaratan. Itulah yang dialami banyak TKI. Penganiayaan menjadi gambaran betapa tak berharganya manusia. Mereka hanya ingin membela diri supaya tidak diperkosa oleh majikannya, tetapi ia malah diganjar hukuman yang sangat berat sekali. Vonis hukuman mati.
Sesungguhnya, para TKI tidak hanya telah menyumbang devisa dalam jumlah besar kepada negara, tetapi juga telah mempertahankan martabat bangsa. Mereka membuktikan kepada kita bangsa Indonesia bahwa harga diri kita begitu berharga. Harga diri itu tak boleh diinjak-injak oleh orang lain, siapapun orangnya. Tak peduli, apakah itu majikan yang kaya-raya, punya jabatan, punya kekuasaan. Tetapi, harga diri tak bisa dibeli dengan apa pun.
Memang, tenaga kita bisa dibeli, tapi harga diri tidak. Sekali-kali jangan memberi kesempatan bagi orang lain untuk menjengkal dirimu, apalagi bangsamu. Kisah Darsem membuka mata kita bahwa harga diri itu harus dipertahankan, jangan dilacurkan dengan apapun dan atas alasan apapun. Seperti Darsem sekalipun dalam keadaan terjepit tapi tak mau kompromi dengan keadaan. Ia bahkan siap menanggung resiko seberat apapun demi harga diri dan demi martabat bangsanya.
Kisah Darsem dan Aan semakin menguatkan ingatan kita pada saudara kita yang lain, yang juga mengalami kekerasan dan penganiayaan. Sebut saja,. Siti Hajar Ceriyati, Dede, Hariyam, Nirmala Bonat, dan Sumiyati, dan masih banyak lagi. Mereka hanya beberapa nama saja yang terekspose media. Mereka yang dianiaya tapi namanya tidak diberitakan di koran ada sederet panjang.
Mungkin Darsem-Darsem atau Aan-Aan lain di luar sana juga sedang dalam ketidakpastian. Hidup dalam cengkeraman dan penindasan majikan mereka. Tapi mereka tetap mempertahankan harga dirinya, menjunjung tinggi martabat bangsa.
Sayangnya, ketika penganiayaan di alami anak negeri ini, pemerintah seperti tak berdaya. Kelihatannya kisah Darsem atau Aan hanya dianggap sebuah dongeng. Sebuah cerita semata tapi bukan kenyataan hidup sesungguhnya, sehingga tidak ada tindakan solutif dari pemerintah. Padahal, keprihatinan saja tidaklah bisa menyelesaikan masalah.
Kalau bukan karena rakyat yang tergerak hatinya, menggalang aksi solidaritas dengan mengumpulkan koin, mungkin banyak pahlawan devisa ini akan mati bunuh diri. Kisah Darsem atau Aan adalah potret negara gagal melindungi rakyatnya.
Apalah arti kemerdekaan padahal rakyat tersiksa? Mengapa pula negara berani menggelontorkan uang triliunan rupiah untuk membangun gedung mewah dan juga dana studi banding DPR, tetapi nasib TKI terabaikan. Bukankah kemiskinan adalah akar penyebab maraknya TKI. Inikah bukti pemerintah yang berpihak pada TKI?
Jujur saja. Sederet ketidakpastian yang diterima para TKI tak sebanding dengan devisa yang telah dipersembahkannya kepada negara. Meski tiada jaminan di negeri orang para TKI tetap merantau mengadu nasib. Sebab, memilih hidup di rumah sendiri justru segudang prahara mendera. Apa mau dikata, pemerintah sibuk dengan diri sendiri. Dan keberpihakan belum milik TKI.
Sesungguhnya, Inilah tugas negara. Kita menggugat pemerintah yang tak serius memerangi kemiskinan dan melindungi TKI. Prestasi pemerintah memerangi kemiskinan jangan hanya dinilai dengan data statistik. Tetapi, perlu bukti kalau dalam realitanya orang-orang miskin makin hidup sejahtera.
Bukti kepedulian kepada TKI bukan sekadar menghadiahkan telepon genggam (handpone). Tetapi, perlu ada jaminan legal dari negara bahwa TKI mendapat hak perlindungan penuh dari kekerasan dan penganiayaan. Harus ada undang-undang yang bisa menjamin keselamatan dan keamanan kerja para TKI di luar negeri.
Pemerintah juga harus meningkatkan pendidikan keterampilan bagi para TKI sebelum mereka diutus bekerja ke negeri seberang. Ini kewajiban negara. Pun kewajiban kita semua. Mari kita tuntaskan. ***

Penulis Ketua Perkumpulan Suka Menulis (Perkamen)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Selamatkan Lapangan Merdeka Medan

Lapangan Merdeka (Vukoraido) BERKACA dari keberhasilan penyelamatan Gedung Nasional Medan, kini para sejarawan, akademisi, mahasiswa, budayawan, pengamat budaya, dan dosen serta aktivis di Medan makin merapatkan barisan. Mereka sedang mengupayakan penyelamatan Lapangan Merdeka Medan dari usaha penghancuran pihak tertentu. Gerakan ini bermaksud mendorong pemerintah agar menyelamatkan Lapangan Merdeka yang kini telah kopak-kapik sehingga merusak makna sejarah yang ada tentang kota ini. Pembangunan skybridge (jembatan layang) sekaligus city cek in dan lahan parkir di sisi timur Lapangan Merdeka, menurut Hamdani Siregar, pengamat sejarah, itu adalah bagian dari upaya penghancuran sejarah. Apalagi, ketika pembangunan tersebut malah makin memunggungi satu monumen bersejarah di Medan, yakni monumen proklamasi kemerdekaan RI. “Ini momentum bagi kita untuk bangkit melawan. Bangkit menyelamatkan Lapangan Merdeka. Karena pembangunan di situ telah merusak sejarah bangsa i...

Kalang Baru dan Kenangan di Bondar

aku cuma cuci muka di air bondar Kesal. Kesal banget terus dikibuli si Rindu Capah. Dia ajak kami , katanya cebur ke sungai. Aku sudah senang. Buru-buru keluar dari rumahnya. Berlari sambil bawa kamera dan sabun dan odol.  Aku berharap pagi ini dapat suasana sungai yang indah di Kalang Baru, Sidikalang. Poto unutk oleh-oleh ke Medan. Kami bertiga berjalan menyusuri kebun kopi. Masuk lewat jalan-jalan tikus. Melewati rerimbunan bambu. Turun ke bawah dengan tangga-tanggah tanah yang dibentuk sedemikian rupa supaya serupa tangga. Cukup curam turunan itu. Di bawah tampak aliran sungai melintasi selokan-selokan yang berdempetan dengan sawah.  Banyak remaja dan gadis-gadis di bawah sedang mencuci dan mandi. Kami harus teriak "Lewat..atau Boa" baru mereka menyahut dan kami bis alewat. Begitu tiba di bawah, kukira kami akan berjalan masih jauh lagi menuju sungai yang dibilang Rindu. Tahu-tahunya, sungai yang di maksud adalah selokan ini. Gondok benar hatiku. "I...

Menunggu Langkah Progres Timur Pradopo

Oleh Dedy Hutajulu “Congratulation pak Timur Pradopo. Semoga sukses menakhodai kepolisisan di negeri ini, segala harapan kami dipundakmu sang Jenderal. Kami (rakyat) kini menanti kepemimpinanmu”. Demikianlah gema harap dan ucapan selamat masih terus mengalir dari hati-ke-hati, meski proses terpilihnya bapak Timur sebagai Kapolri baru sarat dengan kontroversi. Namun, meski demikian (sarat kontroversi), siapapun yang terpilih berhak mendapat kesempatan itu. Timur Pradopo sudah dilantik menjadi Kapolri baru. Begitu beliau menanggalkan jubah lamanya, dan telah mengenakan jubah barunya, maka segala harapan rakyat terkait tugasnya, melekat dalam jubah baru yang dikenakannya saat ini. Seiring dengan itu, segala restu, doa, harap senantiasa menyertai hari-hari kapolri baru kita ini. Sederet Tugas Kapolri Dengan terpilihnya Timur sebagai kapolri bukan berarti semua masalah lantas berakhir, seperti riak kontroversinya yang kini tinggal sayup-sayup. Sederet panjang nan berat tugas untuk k...