Langsung ke konten utama

Kelas Penambang Ide



Oleh : Dedy Hutajulu

“Ini  soal ide dan kekhasan berpikir, itulah yang di harapkan dalam pelatihan ini. Ide yang khas,  ide tulen.”


            Penantian panjang—untuk bisa belajar menulis menembus media nasional—terjawab sudah. Pelatihan dari bang Samuel (bang Sam, ijinkan saya menyapanya demikian) telah membayar lunas segala hasrat yang menggeliat selama ini. Hasrat untuk bisa membuat tulisan yang bermutu.
            Bukan hanya diajari trik mengejar tulisan yang bermutu, tetapi juga dilatih cara membuat tulisan yang bisa memberkati orang lain. Ia mencontohkan dengan tulisan-tulisan dari kelas-kelas lain. Ini menarik.
            Selama ini, fokus menulis kami adalah menuang ide. Pikir kami, memberi pencerahan kepada publik itu cukup. Soal bang becak diberkati atau tidak, bukan menjadi soal, bahkan mungkin tak pernah terbersit di kepala kami. Kami tak mengira bahwa tulisan-tulisan kami yang terkesan ‘intelek’ itu, ternyata selama ini telah menjadi raksasa penindas, yang tidak mengasihi pembaca, bahkan telah menyiksa  pembaca saat membaca tulisan kami itu.
            Ternyata, menulis menuang ide saja tidaklah cukup. Tulisan yang mengasihi pembaca juga penting diperhatikan. Di sinilah kepiawaian bang Sam mendidik kami menggagas apik ide-ide orisinal. Ide itu bisa ditambang dengan cara mengamati objek di sekeliling kita. Tapi, mengamati saja tidaklah cukup, harus bisa mencetus ide, kemudian melanjutkannya sampai pada tahap menuliskan. Sampai titik baru disebut lengkap.
            Persis seperti bunyi sabda Paulus dalam kolosse 3:23, bang Sam mendorong kami menulis seperti mempersembahkan tulisan terbaik untuk Tuhan, bukan untuk manusia, sehingga kami harus belajar lebih keras membuat tulisan bermutu, bukan yang asal-asalan. Pelatihan pun difokuskan pada cara menggagas ide orisinal. Maka penekanan teori abang adalah soal ide,ide, dan ide.
            Pernah juga abang singgung derajat bangsa kita di mata orang barat. tentang Abang bilang bahwa kita harus mengubah pandangan orang lain bahwa tulisan orang Indonesia tidak lebih dari buruk dari bangsa lain. Benar. kita harus mencoba membalikkan paradigma itu. Semua itu terjadi karena kita jarang menulis dengan ide orisinil. Maka cara untuk mengantisipasinya adalah dengan membangun kemandirian berpikir. Hanya orang yang mampu berpikir mandirilah yang mampu mempertahankan apa yang terbukti benar dan mampu menyingkirkan apa yang terbukti tidak benar.
            Lagi-lagi, abang menekankan bagaimana kami harus serius berusaha untuk menggali ide orisinal secara teratur. Pesan-pesan filosofis tentang menulis benar-benar tertanam mengakar di benak kami. Seperti yang abang katakan bahwa Tuhan juga melibatkan kita untuk berkarya melalui media asal kita berusaha mencari dengan teratur” Abang memastikan hal itu harus kami pahami.
            Di sisi lain, Abang juga mengajarkan kami bahwa penulis yang baik harus bisa menjadi editor yang baik. Kalau tidak bisa menjadi editor yang baik, maka belum layak disebut penulis yang baik, apalagi jika tak bisa menilai baik-buruknya tulisan orang lain.
            Kami amat senang ketika abang mengajari menulis dengan menggunakan bahasa yang elegan. Tulisan yang tidak bersifat menghakimi dan jauh dari kesan menggurui.  Banyak contoh yang sudah abang siapkan dari tulisan teman-teman dari kelas lain. Contoh-contoh itu sangat menarik. Kami jadi lebih mudah paham dan lebih tertantang.             Rasanya, sungguh berbahagia pernah bercakap dengan abang karena telah menorehkan garis nasionalisme yang mengakar di hati saya, penumpang ini. Kelas penambang ide. Terima kasih ya bang Sam!

Ngumban Surbakti, 7 Maret 2011

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dicari Caleg Perduli Parmalim*

Banyak calon legislatif menduga komunitas Parmalim bakal golput. Tetapi Parmalim menampiknya. Dugaan itu muncul karena para caleg ternyata sama sekali tak mengenal apa itu Parmalim. Celakanya, kaum Parmalim juga tidak mengenal kandidatnya. Bagaimana nasib pemilu kita nanti? Oleh Dedy Hutajulu Desi (kanan) dan rekan-rekannya di depan Bale Parsattian (rumah ibadah Parmalim) di Jalan Air Bersih, Medan, Sabtu (8/3).--foto dedy hutajulu  DESI SIRAIT malu-malu saat lensa kamera diarahkan kepadanya. Ia memalingkan wajah. Di depan Bale Parsattian ia bercengkerama bersama teman sebaya. Bale Parsattian sebutan bagi rumah ibadah komunitas Parmalim. Bale Parsattian ini terletak di Jalan Air Bersih, Medan. Desi Sirait baru berusia 19 tahun. Ini tahun pertama baginya mengikuti pemilu. Ketika ditanya: nyoblos atau tidak? Desi tak langsung menjawab. Ia berpikir dalam-dalam. “Aku takut nanti salah ­­bicara. Jadi masalah pula bagi ugamo kami,” katanya. Desi berasal dari Pemantang

Kalang Baru dan Kenangan di Bondar

aku cuma cuci muka di air bondar Kesal. Kesal banget terus dikibuli si Rindu Capah. Dia ajak kami , katanya cebur ke sungai. Aku sudah senang. Buru-buru keluar dari rumahnya. Berlari sambil bawa kamera dan sabun dan odol.  Aku berharap pagi ini dapat suasana sungai yang indah di Kalang Baru, Sidikalang. Poto unutk oleh-oleh ke Medan. Kami bertiga berjalan menyusuri kebun kopi. Masuk lewat jalan-jalan tikus. Melewati rerimbunan bambu. Turun ke bawah dengan tangga-tanggah tanah yang dibentuk sedemikian rupa supaya serupa tangga. Cukup curam turunan itu. Di bawah tampak aliran sungai melintasi selokan-selokan yang berdempetan dengan sawah.  Banyak remaja dan gadis-gadis di bawah sedang mencuci dan mandi. Kami harus teriak "Lewat..atau Boa" baru mereka menyahut dan kami bis alewat. Begitu tiba di bawah, kukira kami akan berjalan masih jauh lagi menuju sungai yang dibilang Rindu. Tahu-tahunya, sungai yang di maksud adalah selokan ini. Gondok benar hatiku. "I

Syawal Gultom: Unimed Bagi Negeri

Oleh Dedy Hutajulu   Berkarir tinggi sampai ke Jakarta, tak membuat Syawal Gultom melupakan Unimed. Ia pulang membawa pengetahuan baru, biarKampus Hijau bisa menjadi pandu bagi negeri. Syawal Gultom LELAKI itu bangkit dari kursi. Ia tinggalkan setumpuk pekerjaan hanya demi menyambutku. Ruangan kami bertemu hanya seluas lapangan volley. Diisi banyak buku. Di tengah ruangan, ada sebuah meja dengan sofa yang disusun melingkar.Sofa itu biasa dipakai untuk menjamu paratamu.Laki-laki yang dimaksud adalah Syawal Gultom. Rektor baru Unimed.  Periode sebelumnya Syawal mengabdikan diri sebagai Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya   Manusia Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDMPMP) Kemendikbud, Jakarta. Di pundak Syawal saat itu dibebankan tanggung jawab berat. Ia harus menjamin desain besar mutu pendidikan di Indonesia. Seperti merpati yang ingat pulang, Syawalpun kembali ke Unimed. Mayoritas anggota Senat mendukung Syawal sebagai nahkoda Unimed. Sampai 2019 nanti, gerak Lembaga P