Langsung ke konten utama

Suara Nyaring Kapoldasu



Oleh Dedy Hutajulu*

Di tengah sulitnya menemukan pemimpin yang berpihak pada rakyat, maka ungkapan Kapoldasu rjen Pol Wisjnu Amat Sastro, kemarin (28/3) kepada wartawan sepertinya angin segar bagi masyarakat Sumut. Betapa tidak, usai acara silaturahmi dengan Pj Gubsu Gatot Pudjo Nugroho ST di kantor Gubsu, beliau mengatakan akan memberantas narkoba dan perjudian di sumut. Bahkan, katanya, beliau siap mempertaruhkan jabatannya (analisa, 28/3).
Bukan cuma itu, beliau juga berjanji tidak akan segan-segan menindak anggotanya jika terbukti terlibat. Kelihatannya, perwira bintang dua ini cukup jeli memilih dan memilah mana masalah yang genting dan mana masalah yang penting. Secara tersirat, beliau mengatakan kepada kita bahwa masalah yang genting belum tentu yang terpenting. Dan bisa jadi, yang genting itu justru menjadi semakin tak karuan berbahaya jika diselesaikan dengan sikap tergesa-gesa, bila mengabaikan masalah yang penting.
Ia memberi garis pembeda yang cukup jelas antara masalah yang genting dengan yang penting. Narkoba dan perjudian adalah masalah yang tampak, dan masalah yang tampak itu kita sebut masalah genting (mendesak). Tetapi, masalah yang terpenting adalah memecahkan masalah yang tidak tampak, seperti soal keteladanan pemimpin, matinya hati nurani, watak buruk, dan hilangnya jati diri.
Pikiran kita secara kolektif tertumpu pada satu pertanyaan sederhana, tapi logis: “Bagaimana mungkin, kita mampu memutus rantai kejahatan narkoba dan perjudian jika pemimpin yang seharusnya memberi teladan justru menjadi pelopor kejahatan?” pertanyaan ini bisa menjelaskan perbedaan mendasar antara yang penting dengan yang genting.
Contoh kasus, Marwan Adli, kepala lapas yang dikabarkan menjadi anggota sindikat narkoba di LP Nusa Kambangan. Memutus rantai narkoba kini sangat mendesak, tetapi, masalah utama adalah soal keteladanan, matinya hati nurani, masalah watak dan jati diri pemimpin. Tak bisa dipungkiri, titik perhatian masyarakat selalu tertuju kepada  keempat hal tersebut.
Sejatinya, teladan hidup pemimpin harus mampu mendorong hati masyarakat untuk mengikutinya, mencontohnya, bahkan mempraktekkannya dalam kesehariaan hidupnya. Sebaliknya, kesaksian hidup yang buruk dari seorang pemimpin akan menjadi batu sandungan bagi konstituennya. Bukan mustahil masyarakat justru akan mengkudeta pemimpinnya.
Teladan hidup tampak dari cara menjalani hidup, kemandirian berpikir, cara menampung-menghimpun dan merespon aspirasi masyarakat. Selain itu, juga tampak dari watak yang ditampilkan di hadapan publik. Pemimpin yang baik benci “bermuka dua”, muka yang satu seperti malaikat yang tampak mulia. Muka satu lagi adalah koruptor yang ditutupi dengan pencitraan.
Sebaliknya, keteladanan itu cenderung menginspirasi. Kepemimpinan dengan menonjolkan keteladanan ditampilkan dengan kerelaan menyerap aspirasi rakyat. Ia tidak mementingkan diri apalagi pencintraan diri. Ia bahkan tidak menganggap jabatan itu sebagai prestasi yang mesti dipertahankan bila sampai meminggirkan nasib rakyat.
Maka, keteladanan, soal watak dan mengedepankan pertimbanghan nurani yang sehat, serta mempertahankan jati diri pemimpin menjadi perkara yang perlu kita kupas tuntas. Karena, idealnya masalah penting didahulukan baru kemudian beranjak menuntaskan masalah yang genting. Karena di situlah substansi pemecahan masalah itu perlu dimanajemen.
Oleh sebab itu, janji Kapolda kita untuk memberantas narkoba dan perjudian akan kita nantikan. Ajakan beliau untuk bekerjasama dengan kepolisian perlu kita respon serius. Karena kerjasama adalah kekuatan besar untuk mengungkap dan membongkar sindikat jaringan narkoba dan perjudian. Tanpa kerjasama yang baik misi mulia itu akan menemui titik kegagalan.
Sungguh suatu bentuk kerendahan hati dari seorang Kapoldasu mau melibatkan tokoh agama, tokoh masyarakat dan elemen masyarakat secara utuh. Kita perlu menyadari bahwa ungkapan itu suatu ketegasan seorang pemimpin yang terasa begitu nyaring. Lama sudah kita nantikan yang sedemikian. Kepemimpinan yang mengedepankan penegakan keadilan tanpa tidak pandang bulu.  Ia juga paham betul ke mana gerak kepemimpinannya itu diarahkan sebelum bertindak, yakni berbenah diri dari dalam.
Jadi, mari kita dukung kepolisian Sumut!

*Penulis adalah ketua Perkamen Medan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dicari Caleg Perduli Parmalim*

Banyak calon legislatif menduga komunitas Parmalim bakal golput. Tetapi Parmalim menampiknya. Dugaan itu muncul karena para caleg ternyata sama sekali tak mengenal apa itu Parmalim. Celakanya, kaum Parmalim juga tidak mengenal kandidatnya. Bagaimana nasib pemilu kita nanti? Oleh Dedy Hutajulu Desi (kanan) dan rekan-rekannya di depan Bale Parsattian (rumah ibadah Parmalim) di Jalan Air Bersih, Medan, Sabtu (8/3).--foto dedy hutajulu  DESI SIRAIT malu-malu saat lensa kamera diarahkan kepadanya. Ia memalingkan wajah. Di depan Bale Parsattian ia bercengkerama bersama teman sebaya. Bale Parsattian sebutan bagi rumah ibadah komunitas Parmalim. Bale Parsattian ini terletak di Jalan Air Bersih, Medan. Desi Sirait baru berusia 19 tahun. Ini tahun pertama baginya mengikuti pemilu. Ketika ditanya: nyoblos atau tidak? Desi tak langsung menjawab. Ia berpikir dalam-dalam. “Aku takut nanti salah ­­bicara. Jadi masalah pula bagi ugamo kami,” katanya. Desi berasal dari Pemantang

Kalang Baru dan Kenangan di Bondar

aku cuma cuci muka di air bondar Kesal. Kesal banget terus dikibuli si Rindu Capah. Dia ajak kami , katanya cebur ke sungai. Aku sudah senang. Buru-buru keluar dari rumahnya. Berlari sambil bawa kamera dan sabun dan odol.  Aku berharap pagi ini dapat suasana sungai yang indah di Kalang Baru, Sidikalang. Poto unutk oleh-oleh ke Medan. Kami bertiga berjalan menyusuri kebun kopi. Masuk lewat jalan-jalan tikus. Melewati rerimbunan bambu. Turun ke bawah dengan tangga-tanggah tanah yang dibentuk sedemikian rupa supaya serupa tangga. Cukup curam turunan itu. Di bawah tampak aliran sungai melintasi selokan-selokan yang berdempetan dengan sawah.  Banyak remaja dan gadis-gadis di bawah sedang mencuci dan mandi. Kami harus teriak "Lewat..atau Boa" baru mereka menyahut dan kami bis alewat. Begitu tiba di bawah, kukira kami akan berjalan masih jauh lagi menuju sungai yang dibilang Rindu. Tahu-tahunya, sungai yang di maksud adalah selokan ini. Gondok benar hatiku. "I

Syawal Gultom: Unimed Bagi Negeri

Oleh Dedy Hutajulu   Berkarir tinggi sampai ke Jakarta, tak membuat Syawal Gultom melupakan Unimed. Ia pulang membawa pengetahuan baru, biarKampus Hijau bisa menjadi pandu bagi negeri. Syawal Gultom LELAKI itu bangkit dari kursi. Ia tinggalkan setumpuk pekerjaan hanya demi menyambutku. Ruangan kami bertemu hanya seluas lapangan volley. Diisi banyak buku. Di tengah ruangan, ada sebuah meja dengan sofa yang disusun melingkar.Sofa itu biasa dipakai untuk menjamu paratamu.Laki-laki yang dimaksud adalah Syawal Gultom. Rektor baru Unimed.  Periode sebelumnya Syawal mengabdikan diri sebagai Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya   Manusia Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDMPMP) Kemendikbud, Jakarta. Di pundak Syawal saat itu dibebankan tanggung jawab berat. Ia harus menjamin desain besar mutu pendidikan di Indonesia. Seperti merpati yang ingat pulang, Syawalpun kembali ke Unimed. Mayoritas anggota Senat mendukung Syawal sebagai nahkoda Unimed. Sampai 2019 nanti, gerak Lembaga P