Oleh : Dedy Hutajulu
Kekhawatiran kita tentang berbagai upaya pelemahan yang dialamatkan kepada institusi KPK secara sistematis, kini semakin nyata dan kian mencemaskan. Lembaga superbodi anti korupsi ini mulai loyo dan perlahan mati suri. Keloyoannya tampak dari banyaknya kasus korupsi yang tak tertangani bahkan penyelesaian skandal korupsi century nyaris tenggelam tak terselesaikan.
Melorotnya kinerja KPK disebabkan karena institusi ini tersandera baik secara internal maupun eksternal. Secara internal, KPK tersandera oleh kasus Bibit dan Chandra setelah sebelumnya KPK kehilangan ketuanya, kini mereka bakal kehilangan dua pemimpinnya lagi. Secara eksternal, KPK harus berhadapan dengan para koruptor yang memiliki kekuasaan (abuse of power).
Sayangnya, proses seleksi penjaringan pemimpin baru KPK yang kini hangat dibahas, tidak otomatis memberi harapan baru rakyat terhadap pemberantasan korupsi jauh lebih baik. Selama sistem dan ruang publik (publik sphere) tidak dibangun dengan benar, maka pemberantasan korupsi hanya sebuah mimpi.
Tentu kita masih sangat membutuhkan KPK. KPK yang kadar antibodinya kuat, agar tegar menghadapi berbagai godaan dan ancaman. Karenanya, KPK harus diisi oleh orang-orang yang mumpuni dan bernyali, memiliki skill membedah dan menelanjangi korupsi tanpa pandang bulu. Sayangnya, sekalipun panitia seleksi penjaring pimpinan KPK mencari pemimpin berdasarkan profesionalitas, integritas, kredibilitas, dan akuntabilitas, namun agaknya itu tinggal harapan kosong karena langkanya orang yang memenuhi syarat untuk memimpin KPK.
Langkanya pemimpin
Dalam segala hal, kita diperhadapkan dengan kenyataan betapa susahnya mencari pemimpin. Bukan hanya untuk memimpin KPK saja, menjadi gubernur dan walikota sampai kepala lurah pun terasa. Sesungguhnya, bila kits mau serius membangun bangsa ini, maka yang utama kita kerjakan bukanlah sekedar menjaring pemimpin lewat jalur seleksi, tetapi bagaimana mempersiapkan pemimpin-pemimpin ke depan sejak dini. Disinilah kelemahan bangsa kita. Demi sesuatu yang substansial, kita selalu tak siap berjerih lelah. Padahal, untuk menggelar pilkada atau seleksi KPK, pemerintah rela mengelontorkan uang triliunan rupiah dan menguras banyak energi. Sementara sesuatu yang substansial justru terabaikan.
Mempersiapkan pemimpin tentu jauh lebih substansial ketimbang membentuk panitia seleksi. Sebab, siapapun yang terpilih dari hasil seleksi, bila iklim sistem pemerintahan masih tidak benar, jelas kehadiran pemimpin terpilih tidaklah berarti apa-apa, bisa-bisa mengecewakan rakyat. Maka, ini saatnya mempersiapkan pemimpin dari sekarang, agar kelak 10 atau 20 tahun ke depan, kita tidak kewalahan mencari pemimpin, yang akan mengisi lembaga lembaga penting di negeri ini, ketika kita sudah punya gudang pemimpin.
Harapan kita, para pemimpin ke depan adalah orang-orang yang berintegritas, yang memiliki dorongan hati dan gairah memberantas korupsi, yang tidak silau dengan uang dan tidak tergiur oleh kekuasaan. Tetapi yang rela berkorban bagi rakyat. Pemimpin seperti inilah yang kita percayai untuk menjadi nakhoda bangsa kita menuju masa depan yang cerah.
Jika pemimpin seperti ini yang memandu bangsa ini, maka pemberantasan korupsipun niscaya amat mudah. Ironisnya, tak banyak orang yang mau mempersiapkan dirinya. W.S. Rendra semasa hidupnya berjuang membangun bengkel teater. Di bengkelnya itulah, beliau telah mempersiapkan orang-orang untuk mewarnai bangsa ini lewat dunia sastra, sehingga sepeninggalnya ada Rendra-Rendra baru yang meneruskan mimpi-mimpinya. Visi yang selaras juga dikerjakankan bang Fotarisman Zaluchu. Beliau banyak makan garam, berjerih lelah mendidik anak-anak Perkamen yang didirikannya sejak tahun 2006. Alhasil, Perkamen telah melahirkan 8 orang penulis muda (mahasiswa) dan telah menelurkan ratusan tulisan yang tersebar di berbagai media.
Tak hanya perkamen, beliau juga merintis komunitas menulis di kalangan dosen kesehatan masyarakat di kampus USU. Bak jamur di musim hujan, maka melalui komunitas ini, kini bermunculan dosen-dosen kesehatan USU yang aktif menulis dan mengepung media lokal di Medan lewat tulisan.
Setali tiga uang, Bang Oscar Siagian pendiri kelompok diskusi dan aksi sosial (KDAS). Melalui jerih payahnya, KDAS telah meretas 7 aktivis mahasiswa yang aktif menulis di berbagai media serta militan memperjuangkan pendidikan. Mereka meyakini, masyarakat perlu diberi pencerahan. Cara paling ampuh membagikan ide dan gagasan adalah melalui tulisan. Lewat tulisan masyarakat dicerahkan, diberi pendidikan politik dan pendidikan demokrasi yang sesungguhnya.
Dari sejumlah tokoh muda inspiratif dan organisasi yang didirikannya (seperti yang diuraikan di atas) bisa kita simpulkan betapa substansinya mempersiapkan pemimpin. Sebab kehadiran sejumlah intelektual dan pemimpin muda seperti di atas akan mampu menggarami bangsa ini. Mimpinya sederhana, ke depan mereka-mereka inilah yang akan menjadi penentu kebijakan di negeri ini.
Mempersiapkan pemimpin memang tidak mudah, amat sulit. Tetapi dengan semuanya itu, yakinlah jerih payah mereka tidak sia-sia. Intelektualitas dan jiwa kepemimpinan adalah identitas mahasiswa. Dua modal ini rasanya cukup untuk mengasah dan menajamkan kepemimpinan mereka. Jadi, saatnya mempersiapkan mahasiswa menjadi pemimpin kelak. Semoga.***
Penulis adalah ketua Perkamen
Komentar